Islam Maju Terus Pantang Mundur

p>Kaum Islam orthodox meyakini bahwa sebaik-baiknya masa adalah masa Nabi, kemudian selanjutnya, kemudian selanjutnya…. Berarti menurut logika mereka generasi akhir kita sekarang adalah yang paling inferior dan paling tidak berharga.


Mereka itu zalim setidaknya atas empat hal. Pertama, mereka mmmmenciptakan kasta atas umat berdasarkan determinisme sejarah. Padahal setiap jaman pasti ada golongan yang baik dan yang buruk. Kedua, mereka menggiring umat untuk berjalan dengan punggung menghadap ke muka dan wajah ke belakang alias berjalan mundur seperti undur-undur yang maju dengan pantatnya. Ini melawan kodrat. Ketiga, mereka ingin memutar jarum jam sejarah mundur padahal jaman terus bergerak maju. Keempat, mereka telah meninggalkan sejarah dan mecampakkan fakta-fakta sejarah.

Kita saksikan di mana-mana dunia menertawakan mereka karena kebodohan mereka dan mengutuk mereka karena kezaliman mereka.


Nabi menerangkan bahwa iman yang paling tinggi dan hebat adalah iman mereka yang berada di akhir zaman karena tidak pernah menerima Islam langsung dari Beliau.

Ilutrasi hadist tersebut, kira-kira seperti ini :

Suatu malam, menjelang waktu subuh, Rasulullah SAW bermaksud untuk wudhu.


“Apakah ada air untuk wudhu?” beliau bertanya kepada para sahabatnya. Ternyata tak ada seorang pun yang memiliki air. Yang ada hanyalah kantong kulit yang dibawahnya masih tersisa tetesan-tetesan air. Kantong itu pun dibawa ke hadapan Rasulullah. Beliau lalu memasukkan jari jemarinya yang mulia ke dalam kantong itu. Ketika Rasulullah mengeluarkan tangannya, terpancarlah dengan deras air dari sela-sela jarinya. Para sahabat lalu segera berwudhu dengan air suci itu. Abdullah bin Mas’du bahkan meminum air itu.

Usai shalat shubuh, Rasulullah duduk menghadapi para sahabatnya. Beliau bertanya, “Tahukah kalian, siapa yang paling menakjubkan imannya?” Para sahabat menjawab, “Para malaikat.”


“Bagaimana para malaikat tidak beriman,” ucap Rasulullah, “Mereka adalah pelaksana-pelaksana perintah Allah. Pekerjaan mereka adalah melaksanakan amanah-Nya.”


“Kalau begitu, para Nabi, ya Rasulullah,” berkata para sahabat. “Bagaimana para nabi tidak beriman; mereka menerima wahyu dari Allah,” jawab Rasulullah.


“Kalau begitu, kami; para sahabatmu,” kata para sahabat. “Bagaimana kalian tidak beriman; kalian baru saja menyaksikan apa yang kalian saksikan,” Rasulullah merujuk kepada mukjizat yang baru saja terjadi.


Lalu, siapa yang paling menakjubkan imannya itu, ya Rasulullah?” para sahabat bertanya. Rasulullah menjawab, “Mereka adalah kaum yang datang sesudahku. Mereka tidak pernah berjumpa denganku; tidak pernah melihatku. Tapi ketika mereka menemukan Al-Kitab terbuka di hadapan, mereka lalu mencintaiku dengan kecintaan yang luar biasa, sehingga sekiranya mereka harus mengorbankan seluruh hartanya agar bisa berjumpa denganku, mereka akan menjual seluruh hartanya.”

Hadis di atas menurut suatu sumber dimuat dalam Tafsir Al-Dûr Al-Mantsûr, karya mufasir Jalaluddin Al-Shuyuti.


(Dr. Yusuf Qardhawi membahas tentang hadist-hadist diatas secara detil.)

Paling kurang adanya doktrin superioritas dan inferioritas mereka menyebabkan lahirnya manusia-manusia tidak berkualitas dan tidak berdaya, sebagaimana pemahaman Jabariah. Ini adalah satu sisi tragedi dunia Islam yang harus diakhiri.

Wassalam.-

Soetarno Wreda

1 comment:

polaruangalquran said...

Dalam Islam sejarah adalah tempat kita mengambil pelajaran dan sejarah bukanlah hal yang dijadikan patokan utama dalam menyikapi hidup seperti seorang Marxis.
Inggris dan Amerika dahulu saling bertempur, sekarang saling bekerja sama. Anehnya Syiah dan Suni sejak dahulu saling bertempur sampai detik ini dan selalu memuja luka sejarah masa lalunya seperti seorang Marxis.
Kita selalu terjebak membangun pola piamida, bukan pola ruang Ka'bah.
Hadits yang diutarakan diatas sama maksudnya dengan hadits tentang shalat di Masjidil Haram pahalanya 1000 kali dibandingkan dengan shalat di masjid lainnya. Enak dong orang yang rumahnya dekat, banyak pahalanya, mudah masuk surga. Tetapi ternyata perhitungannya tidak demikian. Makin banyak usaha dan pengorbanan yang diberikan untuk sampai ke Masjidil Haram, makin besar kebaikannya. Mungkin seorang muslim yang tinggal dekat Masjidil Haram telah melaksanakan shalat disana seumur hidupnya, belum tentu pahalanya lebih besar dari seorang jama'ah Haji Indonesia yang telah lama menabung dengan segala pengorbanannya dan ditambah masa tunggu yang lama dan hanya beberapa kali shalat di Masjidil Haram ketika melaksanakan Haji. Allah Maha Adil