Naskah Sunda Kuno asal Jampang Berhasil Diterjemahkan
Naskah Sunda Kuno asal Jampang/Zika Zakiya
Satu naskah Sunda Kuno asal Jampang Kulon, Sukabumi, Jawa Barat, berhasil diterjemahkan oleh Dosen Ikthisar Sastra Sunda Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia, Munawar Holil. Naskah di atas kertas tipis yang menggunakan aksara Cacarakan (Sunda-Jawa) itu didapatnya dari mahasiswa Pakuan, Bogor, dan dikerjakan selama satu minggu.
Dari hasil penerjemahan, diketahui jika naskah ini berisi cerita soal Nyai Pohaci Sanghyang Asri atau lebih dikenal dengan Dewi Sri. Serta berisi nasihat agar manusia bersyukur karena semua yang ada di Bumi berasal dari Kahayangan (Dewa-dewa).
Namun, bukan perkara mudah untuk menerjemahkan naskah ini. Pasalnya, ketika naskah ini sampai ke tangan Munawar, kondisi kertasnya sudah bolong karena rayap. Selain itu, jumlah halamannya pun tidak lengkap. Halaman terdepan dimulai dari halaman empat dan berakhir di halaman 24. Tantangan lain adalah kreativitas si penulis naskah yang menggunakan beberapa huruf Cacarakan yang berbeda dibanding naskah yang pernah dibaca Munawar.
"Naskah ini merupakan naskah yang ditulis ulang. Awalnya saya tidak bisa menerjermahkan karena ternyata di halaman awal hurufnya memiliki perbedaan yang cukup signifikan dibanding naskah yang saya baca menggunakan huruf yang sama," kata Munawar ketika ditemui di Yayasan Naskah Nusantara (Yunassa) di FIB UI, Depok, Jumat (6/1).
"Yang khas, kelihatannya si penulis ini punya kreativitas untuk mengubah sedikit-sedikit penulisan aksara Cacarakan ini. Ada beberapa perbedaan kecil yang seharusnya ada di penulisan Cacarakan."
Perbedaan itu antara lain seharusnya ada huruf yang ditulis sejajar, tapi malah ditulis lebih tinggi. Dan hal ini banyak ditemukan dalam satu naskah yang sama. Namun, ditambahkan Munawar, jika perbedaan ini tak mempengaruhi isi naskah.
"Tapi biasanya dalam bidang naskah, selain kita melihat isinya, juga melihat jenis aksara dan variasi. Ini bisa dijadikan acuan untuk tulisan berikutnya," kata Dosen yang tengah mengejar gelar S-3 di Program Studi Ilmu Susastra, Pengkhususan Studi Filologi, Pascasarjana Bidang Ilmu Budaya FIB UI itu.
Naskah ini sendiri baru satu dari 13 naskah pemberian mahasiswa asal Pakuan. Disebutkan si mahasiswa, jika di daerah Jampang yang merupakan daerah asalnya, masih banyak lagi naskah beraksara Cacarakan yang perlu diterjemahkan. Naskah-naskah itu sendiri masih kuat tertanam dalam sendi kehidupan mereka karena di beberapa acara tertentu naskah itu akan dibacakan.
Dari hasil penerjemahan, diketahui jika naskah ini berisi cerita soal Nyai Pohaci Sanghyang Asri atau lebih dikenal dengan Dewi Sri. Serta berisi nasihat agar manusia bersyukur karena semua yang ada di Bumi berasal dari Kahayangan (Dewa-dewa).
Namun, bukan perkara mudah untuk menerjemahkan naskah ini. Pasalnya, ketika naskah ini sampai ke tangan Munawar, kondisi kertasnya sudah bolong karena rayap. Selain itu, jumlah halamannya pun tidak lengkap. Halaman terdepan dimulai dari halaman empat dan berakhir di halaman 24. Tantangan lain adalah kreativitas si penulis naskah yang menggunakan beberapa huruf Cacarakan yang berbeda dibanding naskah yang pernah dibaca Munawar.
"Naskah ini merupakan naskah yang ditulis ulang. Awalnya saya tidak bisa menerjermahkan karena ternyata di halaman awal hurufnya memiliki perbedaan yang cukup signifikan dibanding naskah yang saya baca menggunakan huruf yang sama," kata Munawar ketika ditemui di Yayasan Naskah Nusantara (Yunassa) di FIB UI, Depok, Jumat (6/1).
"Yang khas, kelihatannya si penulis ini punya kreativitas untuk mengubah sedikit-sedikit penulisan aksara Cacarakan ini. Ada beberapa perbedaan kecil yang seharusnya ada di penulisan Cacarakan."
Perbedaan itu antara lain seharusnya ada huruf yang ditulis sejajar, tapi malah ditulis lebih tinggi. Dan hal ini banyak ditemukan dalam satu naskah yang sama. Namun, ditambahkan Munawar, jika perbedaan ini tak mempengaruhi isi naskah.
"Tapi biasanya dalam bidang naskah, selain kita melihat isinya, juga melihat jenis aksara dan variasi. Ini bisa dijadikan acuan untuk tulisan berikutnya," kata Dosen yang tengah mengejar gelar S-3 di Program Studi Ilmu Susastra, Pengkhususan Studi Filologi, Pascasarjana Bidang Ilmu Budaya FIB UI itu.
Naskah ini sendiri baru satu dari 13 naskah pemberian mahasiswa asal Pakuan. Disebutkan si mahasiswa, jika di daerah Jampang yang merupakan daerah asalnya, masih banyak lagi naskah beraksara Cacarakan yang perlu diterjemahkan. Naskah-naskah itu sendiri masih kuat tertanam dalam sendi kehidupan mereka karena di beberapa acara tertentu naskah itu akan dibacakan.
No comments:
Post a Comment