Politik Ethis Belanda dan Politik Etis Indonesia? Beda!!!

Politik Ethis Belanda dan Politik Etis Indonesia? Beda!!!

Bagi mereka para sejahrawan kiranya tidak perlu dipertanyakan arti dari politik ethis. Mereka pasti tahu seluk beluk mengenai politik ini, siapa saja tokoh yang terlibat di dalamnya, juga seluk beluk mengenai strategi politiknya.

Pada intinya politik ethis muncul dari keprihatinan Belanda pada jaman kolonialisme dan imperialisme. Keprihatinan ini muncul karena kesadaran penuh bahwa kekayaan dan kesejahteraan rakyat belanda diperoleh dari keringat emas para Pribumi. Salah satu tokoh yang memulai menuliskan mengenai politik ini adalah Dowes Dekker, melalui karya agungnya yang berjudul Max Havellar. Beliau merasa bahwa pelaksanaan kegiatan imperialisme dan kolonialisme di Timur tidak sesuai dengan pelaksanaan yang seharusnya, karena itulah timbul pemikiran baru dari benak Dowes Dekker. Belanda merasa diri sebagai bangsa yang paling tinggi karena mereka berkulit putih, sedangkan golongan ras yang lain lebih rendah dibandingkan mereka. Dengan prinsip tersebut akhirnya tidak mengherankan bahwa pelaksanaan penjajahan dilaksanakan secara otoritas, sangat berbanding terbalik dengan status negara mereka sebagai negara dan bangsa yang memiliki peradaban yang tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut maka kemudian muncul istilah Superioritas yang isinya terdiri dari Tanggung Jawab, beban kewajiban, Tugas Suci, dan Misi Suci. Keempat hal tersebut yang menjadi kunci dari dijalankannya Politik Ethis walaupun kemudian politik ini tidak berhasil dan digantikan oleh politik yang baru. Kegagalan Politik ini tentu saja disebabkan karena apa yang pihak belanda lakukan pada jaman itu adalah “politik Tangan Sutera” yang sebenarnya merupakan bentuk/cara penjajahan secara halus. Namun tetap saja rakyat Pribumi yang dirugikan, tidak ada bedanya dengan jaman Culturstelsel yang dikenal dengan istilah “Politik Tangan Besi”


Lalu apa hubungannya politik Ethis Belanda tersebut dengan Politik Ethis ala Indonesia?


Ya, ada hubungannya. Indonesia secara tidak langsung telah terpengaruhi oleh Politik Ethis Belanda tersebut. Yang menjadi letak pembedanya adalah orientasinya, Indonesia mempraktkekkan Politik tersebut dengan orientasi NILAI. Politik Ethis Indonesia terletak pada anak-anak muda yang sedikit banyak menjalani politik Etis dalam hidup mereka ketika melakukan pilihan. Bisa diterjemahkan begini, politik Ethis Indonesia adalah Politik yang dijalankan oleh anak muda juga setiap orang yang punya energi dalam dirinya. Mengapa demikian? Dalam sebuah sharing yang dikatakan oleh guru saya dikatakan bahwa Nilai dapat diwujudkan dengan usaha yang keras disertai dengan visi misi hidup yang jelas dan tegas. Bahkan seorang anak liarpun bisa sukses jika ia tetap berpegang pada visi misi hidup yang ia yakini. Beliau mengatakan ada 2 tipe anak liar yakni;



-anak yang memilih meliarkan diri


-anak yang memilih meliarkan diri secara terprogram


2 tipe ini, yang berakhir Happy Ending tentu saja adalah tipe anak yang memilih untuk meliarkan diri secara terprogram. Sebuah contoh; seorang anak kaya memilih untuk sekolah pada hari senin, rabu, jumat, lalu yang lain? Ia tidak sekolah dan memilih untuk ngobrol dengan tukang becak, pengamen jalanan, dsb..kebiasaan tersebut berlangsung sampai ia memasuki jenjang SMA, dan kemudian melanjutkan kuliah dan menjadi wartawan KOMPAS pada umur 19 tahun. apa yang mulai ia kerjakan dengan selalu membolos tersebut? ia mengawali kariernya sebagai wartawan dengan menulis puisi tentang kehidupannya bersama tukang becak tersebut.


Lalu bagaimana dengan anak yang memilih untuk meliarkan diri tanpa maksud apapun? Pada akhirnya ia hanya menjadi seorang peminta-minta dari rumah teman-temannya, hidupnya menjadi tidak jelas.


Sebuah pertanyaan reflektif untuk anak muda; apa yang kita pilih? Apakah kita sudah mempunyai visi misi hidup yang jelas?


Ada pepatah mengatakan pilihan hidup yang kita pikirkan diikuti dengan tindakan nyata itulah yang akan terjadi pada akhirnya…

Christian Kelvianto

No comments: