Pudarnya Nilai Sejarah Bangunan di Malioboro
Malioboro selalu menjadi tempat yang menarik untuk dikunjungi ketika berwisata ke Jogja. Namun seiring perubahan jaman, penataan kawasan Malioboro terlihat semberawut. Tidak hanya itu, bangunan khas peninggalan kolonial Belanda semakin memudar terutup oleh papan reklame dan merek yang berukuran besar.
Bangunan-bangunan bersejarah yang merupakan warisan budaya, banyak yang diruntuhkan dan diganti dengan mal-mal maupun toko-toko besar yang secara fisik mulai mendominasi. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri.
Penataan kawasan Malioboro memang menjadi polemik. Mulai dari trotoar yang menjadi lahan parkir hingga ketidakteraturan pedagang kaki lima yang berjualan di teras toko. Belum lagi kemacetan yang disebabkan angkutan umum seperti taxi yang sering “mangkal” di tepi jalan.
Kenyamanan wisatawan menjadi terganggu karena kesemrawutan kawasan yang menjadi kota Jogja ini. Beberapa pengunjung cukup kesulitan berjalan saat berbelanja di pedagang kaki lima. Ini dikarenakan sempitnya ruang bagi pengunjung untuk melintas. Bagaimana tidak, di sebelah kanan dan kiri teras toko dijadikan lapak bagi pedagang kaki lima. Di satu sisi, penataan menyeluruh sebaiknya dilakukan untuk mengembalikan nilai-nilai sejarah bangunan kuno di Malioboro. Tetapi melihat kondisi yang ada sekarang, saya rasa memang cukup sulit untuk melakukannya Perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah terkait dalam memperbaharui kawasan yang menjadi jantung wisata ini. Perubahan bisa dilakukan dengan mengadakan lahan parkir khusus untuk sepeda motor dan mengganti papan reklame ke ukuran yang lebih kecil.Penataan harus segera dilakukan. Jika tidak, nilai-nilai sejarah dan budaya kawasan Malioboro bergeser ke arah komersial yang hanya akan menguntungkan pemilik modal. Kita tidak ingin wisatawan, terutama wisatawan mancanegara tidak dapat merasakan “roh” sejarah dan budaya yang dulunya kental terasa pada bangunan di kawasan Malioboro.
Ayu Dessy Wulansari
No comments:
Post a Comment