Kesetiaan di Bawah Batu
Kesetiaan Di Bawah Batu
Dahi Ketut Wiradnyana berkerut. Dia berpikir keras dan membuka memorinya tentang semua temuan arkeolog yang pernah dilakukannya. Dalam hitungan detik dan kemudian menit, Ketut tak menemukan jawabnya. Meski sudah membuka kapasitas memori di kepalanya yang jutaan Giga.
Dua kerangka manusia yang diperkirakan Ketut Prasejarah berumur sekitar 4000 ribuan tahun, diduga laki dan perempuan ditemukan memeluk batu dan berdekatan. “Kesetiaan di Bawah Batu”, kata Ketut menceritakan temuannya di Loyang Mendale.
Menurut Ketut yang didampingi Istri dan dua anaknya, yang berlibur ke Takengon, Dia belum pernah menemukan kerangka serupa ini sepanjang waktu penelitiannya sebagai arkeolog di Sumatera. Menarik, ujarnya.etut kemudian mulai menduga-duga dan membangun berbagai kemungkinan serta argumentasi atas temuan dua kerangka manusia prasejarah yang memeluk batu ini. Kenapa, bagaimana, kapan serta pertanyaan lain yang harus dijawab Ketut secara ilmiah.
Dijelaskan Ketut, kedua kerangka manusia prasejarah ini memeluk batu dengan kaki dilipat. Kepala kearah Timur. “Mereka memeluk batu seperti layaknya kita yang sedang tidur dan memeluk bantal. Benar-benar terlihat seperti sedang tidur”, ulas Ketut penuh tanda Tanya.
“Apakah dimasa itu kematian dianggap seperti tidur. Wajah dan lutut kedua kerangka ini hampir bertemu dalam satu liang kubur, dibatasi batu yang diatur sekelilingnya”, rinci Ketut. Yang jelas, lanjut Ketut, mereka sudah mengenal religi dan percaya akan adanya kehidupan setelah mati.
“Saya ingin dapatkan dating dari lokasi kedua kerangka prasejarah ini”, sebut Ketut. Carbon dating dari lokasi ini menurut Ketut sangat penting guna mengetahui usia pasti kedua kerangka prasejarah ini.
Temuan arkeolog dari Balai Arkeologi Medan di Gayo, khususnya Loyang Ujung Karang dikatakan Ketut semakin menarik dikaji karena merupakan temuan baru yang belum pernah didapat sebelumnya.
Dari penelitian di Loyang Ujung Karang, ditarik kesimpulan bahwa dilokasi ini sdah dikenal apa yang disebut penguburan sekunder, mengenal lubang kubur dan bakal kubur yang ditandai adanya mata panah.
Dari semua temuan dan tarikh tahun yang berlaku pada temuan tersebut, Ketut dan peneliti Balar lainnya, masih mempertanyakan ditemukannya dua kerangka yang berdekatan dan memeluk batu ini sebagai temuan paling menarik dan menggugah seribu Tanya.
“Apakah pada masa itu sudah menunjukkan aspek kesetiaan sehingga dikubur serupa itu”, Tanya Ketut. “Dan apakah kematian itu sama seperti tidur dalam pandangan masa itu?”, Tanya Ketut lagi tanpa member jawab.
Dijelaskan Ketut, temuan kaki terlipat, dalam arkeolog di Asia Tenggara umum ditemukan. Tapi memeluk batu, di gayo yang pertama sekali ditemukan. Demikian halnya adanya bekal di kubur. Di kawasan Perak Malaysia, banyak ditemukan bakal kubur diseputaran kerangka manusia jaman prasejarah.
Meski di Gayo, terbilang sedikit bakal kubur yang dijumpai bersama kerangka prasejarah seperti gerabah dan mata panah. Dari dua kerangka temuan terbaru di Loyang Ujung Karang Kebayakan, Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah, salah satu tengkorak kepala mengalami kerusakan karena himpitan batu yang diletakkan sekeliling dan atas kerangka.
Menjawab pertanyaan bahwa Batak lebih muda dari Gayo, menurut Ketut atas dasar tarik tahun yang lebih tua umurnya temuan prasejarah di Gayo dibandingkan di Batak. Dari aspek budaya, sama dengan di China Selatan.
Sementara Batak sama dengan temuan di Sulawesi. Sarcopagus , tradisi megalitik sama dengan budaya di Toraja dan Sulawesi. Tariknya di awal masehi. Dikatakan Ketut Alur Gayo dan Karo
sudah ada ceritanya di masa-masa akhir.
‘Marga di Gayo sama dengan di Karo. Tapi sebelum itu, sudah ada alur dari Gayo ke Batak”, ulas Ketut. Dalam kontek prasejarah, Ketut menduga migrasi ke Gayo memakai jalur dari Timur Aceh-Samarkilang-Takengon.(Win Ruhdi Bathin)
No comments:
Post a Comment