MALAIKAT DI MATA PARA FILOSOF
Dikatakan bahwa malaikat terbuat dari cahaya.. biasanya bentuknya digambar seperti manusia, tapi bersayap. Bukan laki-laki dan bukan perempuan, yang masing-masning diberi Allah tugas. Jibril misalnya ditugaskan untuk membawa wahyu dari Allah kepada para Nabi, Mika’il untuk menurunkan hujan atau rahmat, Israfil meniup sangkakala, Azrail untuk menyabut nyawa, dsb.
Nah, tahukan anda bagaimana para filosof menggambarkan para malaikat? Para filosof memiliki konsep yang beragam dan menarik, yang berbeda dengan pandangan kebanyakan kita. Di bawah ini ada beberapa konsep mereka tentang malaikat.
a. Malaikat sebagai cahaya: Menurut Suhrawardi, malaikat adalah cahaya (nur–jamaknya anwar), jadi bukan terbuat dari cahaya, tetapi cahaya itu sendiri, yakni cahaya murni yang belum tercampur unsur materi. Ia bersifat ghaib, yakni tidak terlihat oleh mata kita. Malaikat memancar dari Allah yang merupakan sumber segala cahaya, disebut Nur al-Anwar. Cahaya ini ada yang sifatnya vertikal (thuli) dari Allah terus turun ke bawah hingga menyentuh dunia materi. Tapi ada juga yang sifatnya horizontal (‘ardhi), termasuk di dalamnya cahaya (malaikat) yang merupkan prototipe (al-anwar al-naw’iyyah) dari segala benda yang ada di dunia. Di antara, cahaya (malaikat ) yang ada di tataran horizontal ini adalah cahaya atau malaikat yang mengurusi berbagai ciptaan Allah seperti yang mengatur peredaran bintang-bintang, batu-batuan, tumbuhan, hewan-hewan dan manusia. Malaikat atau cahaya ini disebut (al-anwar al-mudabbirah).
b. Malaikat sebagai akal (intelek): Ibn Sina mengatakatan bahwa yang pertama muncul dari Allah adalah akal pertama, disusul oleh akal yang kedua dan strsnya sampai akal kesepuluh. Ini adalah akal yang bersifat immaterial (spiritual). Akal-akal ini, disebut dalam bahasa agama disamakan dengan malaikat. Sehingga akal ke sepuluh, sering disamakan dengan malaikat Jibril, selain disebut akal aktif (al_’aql fa”al). Akal, adalah substansi atau zat ruhani, dan karena itu tidak perlu berjasad untuk bisa berfikir dan beraktifitas. Manusia juga punya akal yang bersifat immaterial, tetapi selama dalam tubuh ia disebut dengan jiwa (Ibn Sina dalam bukunya Ahwal al-nafs). Kita sering mengidentikkan akal dengan otak, sehingga tidak mungkin akal bisa berfikir dan beraktifitas tanpa otak. Ini adalah pandangan yang keliru, menurut para filosof Muslim.c. Malaikat sebagai Pemberi Bentuk (Wahib al-Shuwar). Begini, menurut keyakinan para filosof Parepatetik–di mana Ibn Sina adalah tokoh yang paling utamanya–segala yang ada di dunia ini terdiri dari materi (maddah/al-hayula) dan bentuk (al-shurah). Kalau hanya materi saja, maka sesuatu itu baru ada sebagai potensi saja, kalau materi diberikan bentuk, maka akan terciptalah suatu benda. Nah menurut para filosof yang memberikan bentuk sehingga dunia materi ini terwujud adalah akal aktif, atau akal kesepuluh atau malaikat jibril. Jadi malaikat jibril digambarkan sebagai sebab formatif dari dunia fisik. Begitulah, dalam pandangan para filosof, malaikat Jibril memiliki peran yang sangat besar, jauh lebih besar daripada yang kita ketahui.
d. Malaikat sebagai daya-daya alam (thabi’at). Para filosof percaya, bahwa kadang Tuhan, untuk mengelola alam, tidak secara langsung, tetapi menyerahkannya kepada para malaikat, tentu menurut perintah-Nya. Malaikat adalah makhluk yang memiliki sifat patuh, dan tidak bisa membantah. Jadi menurut para filosof, apa yang kita sebut hukum alam (natural law), atau gaya-gaya alam (natural forces) tak lain, dalam bahasa agamanya, daripada malaikat. Ia adalah daya-daya alam yang menggerakkan dan mengendalikan benda-benda fisik alam semesta, tentunya atas perintah dan perkenan Allah, sehingga kadang disebut jiwa uyniversal, dan kadang juga jiwa partikular. Demikian juga, memurut Syaikh Hisyah Kabbani, yang kita sebut energi, tidak lain dari pada cahaya yang tidak lain daripada malaikat. Mudah-mudahan bermanfaat. Selamat malam!
Mulyadhi Kartanegara
No comments:
Post a Comment