Mengenang Perjanjian Renville dan Hari-hari di Bulan Januari 1948

Enam puluh lima tahun yang lalu, tepatnya pada 17 Januari 1948, ditandatanganilah sebuah perjanjian antara Indonesia dan Belanda, hasil dari perundingan Renville yang dimulai sejak 8 Desember 1947. Perundingan itu dilaksanakan di atas geladak kapal perang Amerika Serikat, USS Renville, yang sedang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Tempat itu dipilih karena dianggap netral.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo. Delegasi Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham. Perundingan ini dimediasi oleh Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia.
13584614471377150453
Proses perundingan Renville. Foto dari kitlv.
Apa yang membuat perundingan Renville tampak timpang dan menyesakkan dada? Tak lain adalah isi dari perjanjian tersebut.
1. Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah Republik Indonesia
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah selain yang disebutkan di poin satu.
Dampak Perjanjian Renville
1. Indonesia terpaksa menyetujui dibentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS) melalui masa peralihan. Sebelum Republik Indonesia Serikat terbentuk, Belanda berdaulat penuh atas seluruh wilayah Indonesia
2. Indonesia kehilangan sebagian besar daerah kekuasaannya. Selain itu, Wilayah RI makin sempit dan dikurung oleh daerah-daerah kekuasaan Belanda
3. Pihak RI harus mengambil pasukannya yang berada di daerah kekuasaan Belanda dan kantong-kantong gerilya masuk ke daerah RI
4. Timbulnya reaksi kekerasan dikalangan pemimpin RI yang mengakibatkan jatuhnya Kabinet Amir Syarifuddin karena dianggap menjual negara ke Belanda
5. Perekonomian Indonesia diblokade oleh Belanda.
Tidak semua pejuang Republik mentaati perjanjian tersebut. Terbukti, di Jawa Barat ada Laskar Hizbullah/Sabillilah di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo yang terus melakukan perlawanan bersenjata terhadap tentara Belanda.
Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, yang menolak jabatan Menteri Muda Pertahanan dalam Kabinet Amir Syarifuddin, Menganggap Negara Indonesia telah Kalah dan Bubar. Itu yang membuat Kartosuwiryo (pada akhirnya) mendirikan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
Kejadian-Kejadian Selama Bulan Januari 1948
Saya akan menuliskan kembali tentang kronik revolusi Indonesia selama bulan Januari tahun 1948. Sumber dari buku, Kronik revolusi Indonesia: 1948 - Oleh Pramoedya Ananta Toer, Koesalah Soebagyo Toer, Ediati Kamil. Semoga bermanfaat.
1. Pada awal Januari 1948, Bung Tomo ikut menentang Pemerintah Hatta yang dianggapnya lemah menghadapi Belanda. Bung Tomo pun mengadakan rapat-rapat raksasa. Ucapannya yang terkenal waktu itu: “Sekali berontak, tetap berontak!”
2. 2 Januari 1948, pihak Belanda di Surabaya membentuk panitia untuk menentukan status Jawa Timur.
3. 3 Januari 1948, utusan “daerah-daerah” dan “negara-negara” berkumpul di Jakarta untuk membicarakan kemungkinan membentuk pemerintah interim.
4. 6 Januari 1948, para menteri Belanda - L.J.M. Beel, W. Drees, dan J.A. Jonkman meninggalkan Jakarta menuju negeri Belanda.
5. 8 Januari 1948, Republik Indonesia (RI) mengundang Perdana Menteri Negara Indonesia Timur (NIT) untuk berkunjung ke Yogyakarta
6. 9 Januari 1948, Belanda menyampaikan ultimatum kepada Republik Indonesia agar segera mengosongkan sejumlah daerah yang luas, dan menarik TNI dari daerah-daerah gerilya ke Yogyakarta.
7. 11 Januari 1948, Komisi Tiga Negara (KTN) datang di Yogyakarta untuk bertukar pikiran dengan para pemimpin Republik, a.l. tentang kemungkinan menghentikan permusuhan Indonesia-Belanda.
8. 13 Januari 1948:
*Perundingan di Kaliurang antara KTN dan Pemerintah Republik Indonesia menghasilkan ‘Notulen Kaliurang’ yang menyatakan bahwa Republik Indonesia tetap memegang kekuasaan atas daerah yang dikuasai padawaktu itu.
*Pada waktu menyerahkan pokok-pokok prinsip, tambahan dari konsepsi dan penjelasan KTN mengenai Notulen Kaliurang, anggota KTN dari Amerika, Dr. Frank Graham, mengatakan: “You re what you are.”
*Delegasi Indonesia terdiri dari a.l. dari Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Perdana Menteri Sutan Sjahrir, dan Jenderal Sudirman.
*Sepulang menghadiri Festival Pemuda dan Pelajar Sedunia, Suripno yang mendapat instruksi dari Presiden Sukarno melakukan perundingan-perundingan di Praha mengenai pengakuan atas Republik Indonesia, a.l. dengan wakil Pemerintah URSS. Tercapai persetujuan, bahwa URSS mengakui RI dan akan membuka hubungan konsuler. Instruksi tersebut bertanggal 25 Desember 1947. (Antara, 13 Agustus 1948)
9. 15 Januari 1948, Masyumi menarik menteri-menterinya dari Kabinet Amir Sjarifuddin karena tidak setuju dengan “gencatan dan prinsip-prinsip politik yang diterima oleh Pemerintah Amir.”
Mundurnya Masyumi dari Kabinet diikuti dengan demonstrasi pemuda Islam GPII di Yogyakarta, yang menuntut pengunduran Amir Sjarifuddin sebagai Perdana Menteri, menuntut pembentukan kabinet presidentil, dan menolak Amir menjadi Perdana Menteri.
10. 17 Januari 1948, Persetujuan Renville antara Belanda dan Indonesia ditandatangani di atas kapal Amerika “Renville” yang berlabuh di Teluk jakarta. Penanda-tangan dari pihak Indonesia adalah Perdana Menteri AmirSjarifuddin disaksikan oleh H.A. Salim, Dr. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo dan anggota delegasi lainnya. Setelah penandatanganan ini dilakukanperundingan politik yang teratursecara bergiliran di Kaliurang dan jakarta.
Waktu itu jenderal S.H. Spoor sudah mendesak kepada pemerintahnya untuk melancarkan aksi militer kedua terhadap Republik. Sekali ini kekuasaan Republik harus dihancurkan secara definitif melalui serangan langsungterhadap Yogyakarta, demikian Spoor dalam notanya.
Persetujuan Renville terdiri atas:
- 10 pasal persetujuan gencatan senjata
- 12 pasal prinsip politik, dan
- 6 pasal prinsip tambahan dari KTN
Persetujuan ini lebih merugikan Republik Indonesia dibandingkan dengan persetujuan Linggarjati, dan menempatkan Republik Indonesia pada kedudukan yang bertambah sulit. Wilayah Republik Indonesia makin sempit, dikurung oleh daerah-daerah pendudukan Belanda. Kesulitan ditambah dengan blokade ekonomi yang dilakukan Belanda dengan ketat.
Persetujuan menimbulkan reaksi keras di kalangan Republik Indonesia, dan kemudian mengakibatkan jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin.
11. 19 Januari 1948, Instruksi penghentian tembak menembak dikeluarkan oleh pihak Indonesia maupun Belanda.
12. 22 Januari 1948, Republik Indonesia mengakui Negara Indonesia Timur (NIT) sebagai Negara Bagian dari Negara Indonesia Serikat (NIS) yang akan dibentuk nanti.
13. 23 Januari 1948, Amir Sjarifuddin menyerahkan mandat kepadaPresiden Sukarno, dan Presiden menugaskan kepadaWakil Presiden Mohammad Hatta untuk membentuk Kabinet.
Negara Madura terbentuk, dengan Wali Negara terpilih R.A.A Tjakraningrat. Negara boneka ini kemudian diresmikan pada tanggal 20 Februari 1948 berdasarkan dekrit Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Dr. H.J. van Mook. Dalam rangkaian peresmian tersebut, Tjakraningrat berpidato dengan hadirnya mantan Gubernur Jawa Timur Van der Plas dan Jenderal Mayor Baay, dan memeriksa barisan kehormatan.
14. 24 Januari 1948, Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) dan Sarekat Mahasiswa Indonesia (SMI) berfusi menjadi Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI).
15. 26 Januari 1948, Front Demokrasi Rakyat (FDR) terbentuk, terdiri dari PKI, Partai Sosialis, PBI, Pesindo, dan SOBSI. Salah seorang pemimpinnya adalah Amir Sjarifuddin.
FDR menuntut kabinet presidentil Hatta diubah menjadi kabinet parlementer, menentang program rasionalisasi dan rekonstruksi Angkatan Bersenjata, dan berusaha menggalang persatuan nasional dalam rangka menghadapi Belanda.
16. 29 Januari 1948, Mohammad Hatta menjadi Perdana Menteri Kabinet ke-VII RI dengan program:
1. menyelenggarakan Persetujuan Renville
2. mempercepat terbentuknya RIS
3. rasionalisasi
4. pembangunan
Untuk program nomor 3,4, dan hal-hal yang menyangkut pemuda dan masyarakat pemuda dibentuk kementerian baru: Kementerian Pembangunan dan Pemuda.
17. 31 Januari 1948, menurut rencana, pada hari ini dilangsungkan Kongres Pemuda ke-III (sesudah Proklamasi) di Yogyakarta, tapi dengan keputusan sidang Presidium Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia (BKPRI) tanggal 17 Desember 1947, Kongres ditunda sampai keadaan memungkinkan.
Begitulah suasana negeri ini di bulan Januari 1948.
Dalam usaha memecah belah Negara kesatuan Republik Indonesia, Belanda membentuk negara-negara boneka, seperti; negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara Jawa Timur. Negara boneka tersebut tergabung dalam BFO (Bijeenkomstvoor Federal Overslag). Syukurlah, Indonesia bisa melewati segala kepahitan itu.
Sampai di sini dulu teman-teman… MERDEKA…!

Rz Hakim

No comments: