Sang Nabi dan Sang Pintu Ilmu
Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad
Al-Mushthafa adalah salah satu nama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam
(saaw), yang artinya manusia pilihan yang disucikan. Kepadanya Al-Quran
turun dari Allah dan melaluinya manusia diberi petunjuk agar bahagia
dunia-akhirat.
Karena itu-sesuai dengan hadis -Rasulullah saaw adalah kota ilmu (Madinatul Ilmi); tempat merujuk dalam berbagai hal.
Namun, untuk memasukinya harus melalui pintunya-yang disebutkan oleh Rasulullah saaw-yaitu Imam Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah
(kw). Melaluinya ilmu-ilmu keislaman mengalir kepada keturunannya. Dari
mereka petunjuk hidup, kebenaran, dan kebahagiaan yang hakiki
didapatkan.
Namun sayang, sejarah yang
ditulis tidak mengabarkannya. Alih-alih mendapatkan pencerahan, malah
menenggelamkan dalam kerumitan dan masalah yang tdak kunjung selesai.
Berbagai konflik akibat beda
tafsir merebak. Konflik karena perebutan kursi kepemimpinan berakhir
dengan pertumpahan darah. Bahkan, tidak sedikit orang yang hanya karena
sedikit mengetahui agama berani membuat fatwa, berani memberikan
nasihat, berani memberikan mandat, dan berani menyebut orang yang tidak
sama dalam pemahaman sebagai zindik atau murtad.
Sayang, di tengah kondisi
demikian tidak banyak orang yang mengetahui kepada siapa merujuk dan
bersandar untuk mendapatkan kebenaran. Masing-masing orang mengaku
bersandar kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun, dalam pemahaman dan
pengamalannya malah menjauh dari sumber tersebut. Kembali berbeda dan
bersitegang.
Sepanjang sejarah, mereka
berebut untuk disebut ‘paling benar’, tetapi melupakan ‘otoritas’
pemegang kebenaran. Mereka lupa kepada ‘pintu ilmu’ dan penjaganya. Ahlu
Bait Nabi Muhammad saw dilupakan. Tinta sejarah tidak menorehkannya karena takut. Buku-buku tidak memuatnya karena takut dengan akibatnya.
Sekarang, masihkah orang-orang takut untuk kembali merujuk kepada ‘sang pemegang otoritas’? Masihkah harus terus disembunyikan?
Tampaknya tinta tidak boleh
kering untuk menuliskannya. Tampaknya mimbar dan podium tidak boleh lupa
untuk mengabarkannya. Kaum Muslim-Muslimah lambat laun harus mengetahui
bahwa ada yang dilupakan, bahkan sengaja dihilangkan dari sejarah.
Ahsa
Ahsa
No comments:
Post a Comment