Memburu Prajurit Terakota

Berkunjung ke Xi’an, ibu kota Provinsi Shaanxi tanpa singgah ke situs prajurit terakota warisan kaisar pertama China, pendiri kerajaan Qin (dibaca Chin), Qin Shi Huang, jelas terasa kurang lengkap. Kaisar Qin Shi Huang merupakan kaisar pertama yang menyatukan berbagai kerajaan di China dengan luas wilayah yang sebagian besar menjadi wilayah China saat ini. Dari Kerajaan Qin ini pula asal mula munculnya kata China oleh dunia Barat yang dikenal hingga saat ini. Karena itu, di tengah keterbatasan waktu kunjungan ke Xi’an, saya sempatkan diri untuk mengunjungi situs yang sangat bersejarah tersebut dan telah masuk dalam daftar warisan budaya dunia di tahun 1987.
Waktu menunjukkan sekitar pukul 11 siang, ketika pertemuan dengan kolega akhirnya rampung. Saya pun segera bergegas ke pusat kota Xi’an dan mencari alat transportasi yang bisa membawa saya ke tempat tujuan. Waktu saya terbatas, hanya sekitar 4-5 jam karena pukul 17.15 saya mesti kembali ke Beijing.
‘Saya cuma punya waktu sekitar 4 jam, pesawat saya ke Beijing take off pukul 5.15 sore, bisa tidak saya mengunjungi situs prajurit Terakota dan tiba di airport paling lambat jam 4 sore?’, begitu pertanyaan saya ke seorang sopir taksi wanita yang tiba-tiba muncul dan menawarkan jasanya. Saya katakan tiba-tiba karena kehadiran si sopir taksi tersebut tidak saya duga sebelumnya jika mengingat penampilannya memang tidak seperti seorang sopir. Penampilannya tidak berbeda dengan ibu-ibu yang sedang berbelanja di kawasan tersebut, lengkap dengan tas jinjing di lengan.
‘Bisa, perjalanan ke Bing Ma Young (bahasa Mandarin dari situs prajurit terakota) tidak sampai satu jam, dari sana ke airport juga sekitar satu jam. Anda cukup dua jam disana. Saya jamin sebelum jam 4 sore, anda sudah sampai di airport’, jawab si sopir taksi dengan penuh keyakinan. ‘Ini kunci mobil saya, mobilnya masih baru, jadi tidak mungkin mogok di jalan’, ujarnya meyakinkan sambil memperlihatkan kunci mobil sedan VW.
‘Berapa ongkosnya?’ tanya saya kemudian.
‘Biasanya saya tawarkan 600 renmibi karena mobil bisa untuk 3-4 orang penumpang, jadi kalau anda berempat bisa patungan seorang 150 renminbi. Tapi karena anda cuma sendirian, saya kasih diskon, jadi 550 renminbi saja’
‘Waduh mahal amat, gak bisa dikurangi lagi harganya’, ujar saya mencoba menawar
‘Itu sudah murah, karena anda tidak perlu membayar apa-apa lagi selama perjalanan, kecuali tiket masuk ke situs nanti. Lagi pula jarak dari sini ke situs prajurit Terakota sekitar 70 km dan dari sana ke airport sekitar 80 km’
Setelah tawar menawar, akhirnya disepakati harga sebesar 450 renminbi, dibayar setelah saya tiba di airport. Cukup murah, karena waktu di hotel saya ditawarkan taksi seharga 650 renminbi tanpa bisa ditawar lagi, satu atau empat penumpang sama saja.
O ya, selama proses transaksi dengan si ibu sopir dan meyakinkan bahwa saya bisa tiba di airport paling lambat pukul 4 sore, saya dibantu oleh seorang rekan yang lancar berbahasa Mandarin. Tapi rekan saya tersebut tidak ikut ke situs prajurit terakota karena harus kembali ke Shanghai pukul 14.00. Sehingga usai membantu saya mendapatkan transportasi ke Bing Ma Young, ia langsung menuju airport.
Tanpa berlama-lama, saya pun kemudian diajak ke area parkir mobil. Benar seperti yang dikatakan si sopir sebelumnya, mobil yang digunakan adalah mobil baru, sedan VW Passat tahun 2011 warna hitam. Menurutnya, mobil tersebut dibeli secara kredit sekitar setahun lalu.
Keluar dari area parkir, kendaraan segera menyusuri jalan kota sebelum akhirnya masuk jalan bebas hambatan menuju Distrik Lintong, lokasi dimana situs prajurit terakota berada, sekitar 70 km dari pusat kota Xi’an. Mobil digeber sepanjang jalan hingga mencapai kecepatan melebihi 100 km per jam. Terus terang saya merasa ketar ketir juga melihat gaya dan kehebatan si ibu sopir ngebut dan main salib kendaraan yang ada di depan. Ia terlihat tenang seperti seorang pembalap dan sambil ngebut, si sopir bahkan masih bisa bercakap-cakap dengan temannya lewat telepon genggam meski menggunakan earphone.
Tidak sampai 40 menit, saya pun tiba di lokasi situs prajurit terakota. Begitu tiba, seorang pemadu wisata langsung menghampiri saya. Rupanya selama perjalanan tadi, selain berbincang dengan rekannya yang lain, si sopir taksi juga menelpon rekannya yang menjadi pemandu wisata dan meminta bantuannya agar mendampingi saya dalam kunjungan yang relatif singkat.
‘Pemandu wisata tersebut teman saya. Ongkosnya 150 renminbi, tapi anda bisa tawar karena cuma sendirian dan waktunya singkat’, begitu kata si ibu sopir.
Setelah tawar menawar singkat dengan si pemandu wisata, akhirnya disepakati ongkosnya adalah 100 renminbi. Setelah kesepakatan tercapai,  saya kemudian diarahkan ke loket untuk membeli tiket masuk seharga 120 renminbi dan 10 renminbi untuk naik go kart dari pintu gerbang ke museum prajurit Terakota.
Museum prajurit terakota adalah suatu kawasan seluas sekitar 16 ribu meter persegi yang menyimpan lebih dari 8.000 patung tentara, 130 kereta perang dengan 520 kuda serta 150 kuda kaveleri dengan ukuran sedikit lebih besar dari wujud tokoh aslinya. Semua patung ini dibuat atas perintah Qin Shi Huang, Kaisar pertama kerajaan China ketika naik tahta pada tahun 246 SM saat masih berusia tiga belas tahun.
Ribuan patung tentara dan perlengkapannya tersebut ditempatkan di komplek pemakaman yang disiapkan dan dibangun untuk kaisar jika suatu saat wafat. Tujuannya adalah untuk menjaga makam dan melindungi kaisar di akhirat. Uniknya, begitu pembuatan patung dan komplek pemakaman selesai pada tahun 210-209 SM. Kaisar Qin Shi Huang pun wafat pada tahun 210 SM dan dimakamkan disini.  
Tertimbun di bawah tanah selama ribuan tahun, situs prajurit terakota ditemukan kembali pada tahun 1974 oleh beberapa orang petani yang tengah membuat sumur. Temuan tersebut tentu saja sangat menghebohkan karena membuktikan keberadaan dan kejayaan kerajaan China sejak ribuan tahun lalu.
Situs yang yang setelah digali lebih lanjut ternyata terdapat ribuan patung dibawahnya tentu saja sangat menarik.  Raut wajah patung para prajurit tidak ada yang sama satu sama lain. Hal ini sepertinya menandakan bahwa patung-patung tersebut tidak dibuat massal dengan pencetakan, namun dibuat satu persatu. Karenanya tidak mengherankan jika pembangunan kawasan makam dan pembuatan patung memerlukan waktu sekitar 36 tahun hingga menjelang wafatnya sang kaisar. Semua wajah prajurit menghadap ke arah timur untuk melindungi Qin Shi Huang dari kemungkinan serangan musuh yang datang dari arah tersebut di akhirat.
Dari hasil penggalian selama ini, terdapat tiga lokasi situs yang saling berdekatan. Masing-masing situs menampung berbagai macam patung prajurit terakota dalam berbagai posisi. Ada posisi berjaga, berbaris, memanah atau sedang menunggang kereta kuda. Dan guna mencegah kerusakan akibat hujan dan pengaruh cuaca buruknya lainnya, maka situs tersebut dikurung dalam bangunan raksasa seperti hangar pesawat terbang. Setiap hangar diberi nama sesuai dengan waktu penemuannya yaitu Pit No. 1 (ditemukan tahun 1974), Pit No. 2 (tahun 1975) dan Pit No.3 (tahun 1976).
Pit No. 1adalah situs yang terbesar yang berisikan patung prajurit aktif yang berjajar rapih lengkap dengan pasukan berkudanya. Pit No.2 dan No. 3 sedikit lebih kecil dan patung tentara yang terdapat di situs ini tidak terlalu banyak dan sebagian terlihat rusak dan belum direnovasi.
Bersama pemandu wisata bernama Chang, saya pun menyusuri satu persatu situs prajurit terakota tersebut. Dengan cepat Chang menjelaskan mengenai sejarah pembuatan tentara terakota seperti yang saya jelaskan di atas. Di pit No. 1 terlihat beberapa arkeolog China sedang merenovasi beberapa patung prajurit terakota dan beberapa patung yang sudah selesai direnovasi diletakkan berjejer di berbagai tempat.
Di pit No.2 dan No. 3 yang lebih kecil, tidak tampak arkeolog yang sedang bekerja. Situs di kedua tempat ini tampaknya untuk sementara waktu didiamkan terlebih dahulu dan tidak disentuh kembali meski masih banyak patung prajurit terakota yang berserakan dan rusak. Menurut Chang, kerusakan yang terjadi pada patung-patung prajurit terakota bukan karena kesalahan pada saat penggalian, namun diperkirakan karena aksi penjarahan yang dilakukan para jenderal tidak lama setelah kaisar Qin Shi Huang wafat dan kerajaan Qin yang didirikannya runtuh 3 tahun kemudian akibat intrik-intrik di kerajaan. Para jenderal menjarah makam Kaisar Qin Shi Huang karena berniat mengambil persenjataan dari logam berupa pedang, tombak dan panah yang terdapat patung-patung prajurit terakota untuk digunakan bertempur satu sama lain. Bukti bahwa terjadi penjarahan adalah ditemukannya sisa-sisa mesiu dan arang hitam di sekitar patung-patung yang rusak. Diduga, saat penjarahan terjadi baku tembak menggunakan mesiu dan pembakaran situs.
Dari Chang diperoleh informasi pula bahwa sebenarnya disamping tiga situs yang terdapat di Pit No. 1, 2 dan 3, masih ada kemungkinan situs-situs lain yang belum digali di kawasan tersebut, termasuk makam Kaisar Qin Shi Huang. Menurut Chang, para arkeolog China sudah mengetahui lokasinya, termasuk makam kaisar, namun masih belum berani menggalinya karena khawatir begitu didapatkan maka diperkirakan akan terjadi kerusakan pada benda-benda bersejarah yang ditemukan, misalnya akibat perubahan udara di sekitarnya. Sebagai contoh dikemukakan bahwa sebagian besar patung terakota yang ditemukan saat ini mengalami kerusakan akibat perubahan cuaca, selain tentunya akibat dijarah. Hanya dua buah patung yang ditemukan utuh, itupun terjadi perubahan warna dasar patung dari aslinya hitam kemerahan menjadi kecoklatan. 
Usai melihat seluruh situs, Chang mengajak saya ke toko souvenir yang berada di samping kiri Pit No.1. menurut Chang, jika beruntung maka saya bisa bertemu dengan petani yang menemukan situs ini pada tahun 1974 yang bernama Yang Xinman dan satu-satunya petani yang masih hidup. Biasanya Yang Xinmang sering duduk di kios souvenir untuk menandatangani buku mengenai situs prajurit terakota.
‘Aha, anda beruntung, lihat kakek tua yang ada di toko souvenir itu adalah Yang Xinman, anda bisa meminta tandatangannya setelah membeli buku di toko tersebut’, ujar Chang dengan gembira.
‘Bisa saja si Chang ini, mungkin saja Yang Xinman memang setiap hari nongkrong disitu karena tidak ada kerjaan lain di usianya yang sudah sepuh’, ujar saya dalam hati.
Karena ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang situs prajurit terakota ditambah keinginan untuk berfoto serta mendapatkan tanda tangan dari petani yang menemukan situs ini. Saya tidak ingin kalah dengan mantan Presiden AS Bill Clinton yang ketika berkunjung ke situs prajurit terakota mencari dan menemui Yang Xinmang. Saya pun membeli sebuah buku berbahasa Inggris plus CD seharga 150 renminbi. Usai membayar, saya langsung sodorkan ke Yang Xinman untuk ditandatangani. Tanpa banyak tanya, buku pun langsung ditandatanganinya.
Namun ketika diminta untuk berfoto bersama, ia menolaknya dengan alasan dilarang berfoto, sambil tangannya menunjuk tanda larang berfoto yang ada di meja di depannya. Waduh rupanya jual mahal juga nich si Yang Xinmang. Akhirnya saya bilang ke Chang agar disampaikan kepadanya bahwa saya datang jauh-jauh dari Indonesia, masa berfoto saja tidak boleh.
Dengan tersenyum Chang malah bilang ‘kasih saja 20 renminbi, pasti dia tidak berkeberatan untuk berfoto kok’
Benar saja, setelah saya sodorkan 20 renminbi, saya pun sukses berfoto dengannya dan hasilnya bisa anda lihat dalam postingan ini.
Usai berfoto dengan Yang Xinman, Chang segera mengingatkan saya untuk meninggalkan lokasi karena sudah ditunggu sopir di tempat parkir. Saya mesti bergegas agar tidak terlambat tiba di airport.
Berbeda dengan saat masuk yang mana saya bisa menaiki go kart, ketika kembali tidak ada go kart dan satu-satunya pilihan adalah jalan kaki. Maka, berjalan kakilah saya dari pintu gerbang ke tempat parkir. He he he ternyata terasa juga jauhnya jika berjalan kaki dari pintu gerbang ke tempat parkir.
Di tempat parkir, si ibu sopir sudah menyalahkan mobilnya dan bersiap membawa saya ke airport. Maka tanpa pakai lama, kami pun segera meluncur untuk menuju airport. Sama seperti waktu keberangkatan, perjalanan ke airport pun ditempuh sekitar 40 menit sehingga sekitar jam 4 saya sudah tiba di airport.
Ada sedikit kejadian unik menjelang turun. Sekitar 500 meter sebelum tiba di airport, si sopir menghentikan kendaraannya dan meminta ongkos yang disepakati. Ketika saya tanya kenapa tidak nanti saja di depan airport sebelum saya turun, ia menjawab bahwa kalau dibayar disana, ia bisa ditangkap polisi karena kedapatan mengoperasikan taksi gelap di airport. Jadi biar aman disini saja ujar si ibu sopir.
‘Ok dech kalau begitu”
Usai membayar ongkos taksi gelap, perjalanan dilanjutkan dan saya tiba di depan gerbang airport sesuai waktu yang diperkirakan. Berakhir pula petualangan singkat saya memburu prajurit  terakota. Senang karena sudah bisa melihat langsung salah satu situs warisan budaya dunia yang dibuat oleh kaisar pertama China, yang konon juga memerintahkan pembangunan tembok besar (Great Wall) China yang juga legendaris.
Aris Heru Utomo

No comments: