Menelusuri 140 tahun maklumat perang Aceh – Belanda di PDIA

Sempat diterjang bencana tsunami, Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh masih menyimpan beberapa yang memuat maklumat perang Aceh.
Pasukan Belanda di Gunongan. @Tropen Museum
140 tahun silam, 26 Maret 1873 Belanda memaklumkan perang terhadap Kerajaan Aceh. Dari banyak literatur sejarah, Belanda punya beberapa alasan atas maklumat yang dikeluarkan tersebut. Dalam wikipedia.com dijelaskan bahwa Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik.
Ancaman-ancaman diplomatik tersebut dalam sebuah diktatnya yang berjudul “Surat-surat Lepas Yang Berhubungan Dengan Politik Luar Negeri Kerajaan Aceh Menjelang Perang Belanda di Aceh”, Prof. Aboe Bakar Atjeh, mengutip surat-surat pemerintah Belanda kepada Sultan Kerajaan Aceh dari berbagai sumber. Dalam diktat tersebut, disertakan juga surat-surat balasannya dari Sultan Alauddin Mahmud Syah kepada pihak Belanda.
Di Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh (PDIA), di Jl. Prof. A. Madjid Ibrahim, menemukan diktat tersebut tersimpan lusuh di antara tumpukan-tumpukan diktat sejarah lainnya. Hampir semua diktat yang tersusun tersebut, adalah hasil alih bahasa Aboe Bakar Atjeh dari berbagai buku-buku berbahasa Belanda.
Di beberapa rak yang terdapat berbagai buku-buku tentang perang Aceh dan Belanda, ada buku Atjeh-oorlog, karya E. S. de Klerck, atau buku-buku berbahasa Belanda lainnya seperti Atjeh karya H. C. Zentgraaf.
Sementara di beberapa rak lain kliping-kliping koran dan buku-buku yang kondisi fisiknya mengenaskan tersusun dengan baik. “Itu adalah buku-buku lama yang selamat dari terjangan tsunami,” ujar Direktur PDIA, Dra. Zunaimah.
“Kita sedang melakukan banyak pembenahan sebenarnya. Soalnya, banyak naskah-naskah lama yang belum disusun sesuai kategori bahasannya, dan banyak pula di antaranya bekas terjangan tsunami. Ini contohnya,” sebut Zunaimah , sambil menyodorkan sebuah naskah berjudul “QISHAH PRANG COOMPEUNI; Beulanda Prang Atjeh 1873 – 1904, karangan Teungku Doo Karim.
Naskah ini berupa makalah kopian yang berisikan hikayat perang rakyat Aceh melawan Belanda. “Awalnya naskah ini dalam tulisan Djawi dan kemudian di salin ulang dalam huruf latin oleh Anzib pada tahun 1965,” sambung Zunaimah.
Selasa siang itu, PDIA hanya menerima dua pengunjung. Redaksi dan seorang lagi mahasiswi yang sedang mencari bahan kuliahnya menyangkut hikayat-hikayat lama.
Selebihnya, beberapa pegawai sibuk. Ada yang menyusun buku, mengetik, dan ada juga yang mencari-cari naskah permintaan pengunjung di beberapa susunan buku. “Kita tidak tahu mau apa di sini. Padahal banyak diktat-diktat terjemahan yang perlu dibukukan dan disebarluaskan. Tapi kita tidak punya dana. Jangankan untuk itu, gaji kita saja sudah beberapa bulan tidak keluar,” sebut salah satu pegawai yang bertugas sembari meminta namanya tidak disebutkan. []

No comments: