Natsir dan Sumbangsihnya terhadap Negara

Bagaikan mata air yang tak pernah kering walaupun di musim kemarau. Itulah analogi yang diberikan oleh Prof Yusril Ihza Mahendra terhadap tokoh yang satu ini. Yaitu seorang negarawan yang sangat sederhana dan rendah hati yang selalu ikhlas dalam membela negaranya. Dialah Natsir seorang pria kelahiran 17 Juli 1908 yang merupakan perdana menteri Indonesia pertama pada periode demokrasi parlementer yaitu pada tahun 1950. Beliau merupakan tokoh dibalik terciptanya suatu konsep negara kesatuan republik Indonesia yang masih bisa kita rasakan sampai saat ini. Pemikirannya tentang suatu konsepsi negara ideal sangat menginspirasi dan dapat dijadikan acuan atau benchmark dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mungkin bisa dikatakan Natsir adalah tokoh pergerakan Indonesia yang kalah populer dengan Soekarno, hatta, ataupun dengan syahrir. Tetapi pengaruh yang diberikan beliau terhadap perjuangan kemerdekaan bangsa bisa dikatakan ini sangatlah fundamental
Pemikiran politik seorang Natsir
Sebelum Natsir menjadi perdana menteri Indonesia dalam periode demokrasi parlementer, Natsir merupakan seorang aktivis Islam. Beliau adalah founding fathers dari partai besar Islam pada waktu itu yaitu Masyumi. Pemikiran beliau bahwa agama tidak boleh dipisahkan dengan negara pada waktu itu mendapatkan banyak kritik terutama kritik dari Bung Karno. Bung karno mengatakan bahwa agama harus dipisahkan dengan negara karena agama pada zaman dahulu sering digunakan sebagai alat untuk menzhalimi rakyat, seperti yang terjadi di abad pertengahan. Pemisahan agama dengan negara akan membuat rakyat menjadi lebih bebas dalam menjalankan kehidupan beragamanya. Hal inilah yang dilakukan oleh Turki di rezim Kemal Attaturk. Dengan sopan Natsir membantah pernyataan itu, dia mengatakan bahwa ketika agama itu dipisahkan dengan negara, maka negara tersebut akan kacau. karena dalam kehidupan bernegara tersebut tidak ada suatu guideline yang dalam hal ini adalah ajaran agama. Natsir mengatakan bahwa persoalan agama dan negara adalah persoalan substansi bukan formil. Mengapa dahulu banyak negara yang menyatakan berdasarkan agama tetapi ternyata negara tersebut mengalami kemerosotan dan degradasi peradaban dan akhirnya hancur karena tidak dapat memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya seperti yang terjadi terhadap Turki sebelum rezim kemal attaturk, karena pada rezim tersebut sesungguhnya nilai- nilai agama (Islam) tidak diterapkan oleh para pemimpinnya. Nilai-nilai agama (Islam) tidak dijadikan sikap hidup (levenshouding) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga nilai-nilai islam tidak termanifestasikan secara menyeluruh. Jadi negara tersebut sesungguhnya tidak bisa dikatakan negara Islam karena nafas-nafas Islam tidak terinternalisasi dan menjadi sikap hidup para pemimpin negara tersebut. Pemikiran-pemikiran Islam yang diperoleh oleh natsir berasal dari hasil belajarnya dengan ustad Ahmad Hassan. Natsir berkenalan dengan ustad Ahmad Hassan sewaktu ia bersekolah di Bandung.
Bisa dikatakan Natsir adalah seorang idealis Islam sejati. Beliau memiliki andil yang besar dalam menjadikan pasal “ketuhanan yang maha esa” sebagai point of reference dari pancasila. Dia mengatakan bahwa ruh dari Pancasila itu harus terletak pada sila “ketuhanan yang maha esa” sehingga pancasila yang menurut Bung Hatta merupakan fundamen moral dan fundamen politik bangsa Indonesia tidak menjadi dasar negara yang sekularistik dan matrealistik.
Natsir sang “penyelamat” negara
Perjuangan natsir tidak hanya bersoal pada ideologi dan dasar negara bangsa ini tetapi juga terhadap persatuan dan kesatuan negara ini. Setelah negara ini merdeka pada 17 Agustus 1945, bisa dikatakan perjuangan negara ini belumlah usai. Semangat revolusioner dan gerilya bangsa ini harus tetap berlanjut dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa ini. Tugas berat pun datang ketika Belanda menggunakan strategi “negara bonekanya” yang diprakasai oleh Van mook untuk menjajah kembali Indonesia. Hal inilah yang selanjutnya menjadi tugas Natsir dalam mempersatukan negara ini melalui Mosi integralnya. Bagaimana lobby-lobby yang dilakukan oleh Natsir dalam mengajak negara-negara bagian yang pada waktu itu Indonesia masih berbentuk negara serikat atau yang lebih dikenal dengan RIS itu untuk membubarkan diri dan bersatu dengan Republik Indonesia yang pada waktu itu berpusat di Yogya. Diskusi-diskusi pun juga dilakukan oleh Natsir di parlemen RIS sebagai ketua fraksi Masyumi dalam mempersatukan negara ini mulai dari fraksi yang paling kiri yaitu dari PKI Ir Sakirman sampai fraksi yang paling kanan dari BFO yaitu Sahetapy Engel. Akhirnya dengan perjuangan yang luar biasa Natsir dapat mempersatuka negara Indonesia dan terciptalan Sebuah konsep negara yang selama ini kita kenal yaitu Negara kesatuan republik Indonesai (NKRI) melalui mosi integralnya.
Tak heran ketika pembentukan kabinet pertama pada tahun 1950 periode demokrasi parlementer, Soekarno yang pada saat itu dinyatakan sebagai Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesai (NKRI) ketika ditanya oleh wartawan harian Merdeka Asa Bafagih siapakah yang pantas menjadi perdana menteri. Soekarno menjawab, ” Ya, siapa lagi kalau bukan Natsir dari Masyumi. Dialah yang menyelamatkan negara ini melalui konstitusi.”

[1] Penulis adalah wakil kepala departemen Kastrat BEM FH UI 2013 bidang aksi dan propaganda

Alfath S

No comments: