Gua Ashabul Kahfi di Yordania.
Orang saleh pertama pun bertawassul
dengan amalan baktinya pada orang tua. Ia merupakan seorang pengembala
miskin yang berkewajiban menafkahi keluarga..
Setiap pulang mengembala, ia memerah susu untuk diberikan pada
keluarganya tersebut. Dia memberikan susu kepada kedua orang tuanya,
baru kemudian anak dan istrinya.
Suatu hari, ternak si pengembala berlari jauh dari tempat merumput
biasa. Akibatnya, ia pulang ke rumah setelah matahari terbenam. Seperti
biasa, ia memeras susu dari ternaknya. Namun ketika tiba di rumah, orang
tuanya telah tertidur lelap.
Bukan memberikan kepada anaknya, si pengembala justru menunggu orang
tuanya terbangun. Ia menunggu disisi keduanya sementara anak-anaknya
menangis meminta susu tersebut karena lapar. "Aku tidak suka memberi
minum anak-anakku sebelum kedua orangtuaku meminumnya," ujar si
pengembala.
"Seperti itulah kondisiku dan anak-anakku hingga terbit fajar. Ya
Allah, jika engkau tahu bahwa aku melakukannya karena Engkau, karena
mengharap wajahMu. Maka bukakanlah dari batu ini satu celah untuk kami
agar dapat melihat langit," pintanya kepada Allah.
Tuhan pun mengabulkan doanya dan membuat batu yang menutup rapat pintu goa agar terbuka sebuah celah.
Giliran orang kedua. Ia pun memanjatkan kedua tangannya seraya
berkata, "Sesungguhnya aku memiliki sepupu wanita yang amat aku cintai.
Aku mencintainya layaknya pria mencintai seorang wanita,"ujar pria itu.
Si lelaki pun memintanya melayani, namun ia menolak. Dia
mengumpulkan uang seratus dinar dengan susah payah untuk gadis itu.
Namun setelah berada dihadapannya (untuk bermaksiat), gadis itu berkata,
'Wahai hamba Allah, bertakwalah kepada Allah. Jangan kau buka tutup
(renggut keperawananku) kecuali dengan haknya'.
Mendengar itu, si lelaki segera bangkit meninggalkannya. Ya Allah,
kalau Engkau tahu aku melakukannya karenaMu, karena mengharap wajahMu,
karena takut siksaMu, maka bukakanlah untuk kami satu celah dari batu
ini," pintanya. Maka makin terbukalah celah batu tersebut dari mulut
goa.
Reporter : Afriza Hanifa |
Redaktur : A.Syalaby Ichsan |
No comments:
Post a Comment