BAKTI RAJA UNTUK SANG IBUNDA-3 (Habis)
Jumenengan-Duka Cita
Pada tanggal 2 Oktober 1820, hampir 33 tahun
setelah menjadi raja, Sunan Pakubuwono IV meninggal dunia dalam usia 53
tahun. Kemudia 8 hari sesudah itu, tepatnya pada 10 Oktober 1820,
Pangeran Adipati Anom dinobatkan atau jumeneng menjadi raja
Surakarta dan bergelar Sunan Pakubuwono V, sedangkan isterinya kemudian
diangkat menjadi permaisuri bergelar GKR Mas Ageng. Saat itu usianya 36
tahun. Untuk menghormati ibu kandunganya yang dimakamkan di Laweyan dan
sudah meninggal saat ia berusia 1,5 tahun, raja baru itu juga mengganti
nama ibunya dan menjadi bergelar GKR Pakubuwono.
Tak lama kemudian pada tanggal 21 Januari 1821, GKR
Kencowonowungu meninggal dunia. Dan malang bagi sang raja baru itu, 3
bulan setelah kematian ibunya, permaisurinya GKR Mas Ageng meninggal
dunia pula. Jasad sang isteri dimakamkan berdampingan dengan ibunya GKR
Kenconowungu di Imogiri, Yogyakarta.
Tak terkirakan kesedihan Sunan Pakubuwono V.
Dalam jangka waktu hampir berturut-turut sudah ditinggal oleh ayah, ibu,
dan isterinya sendiri. Akibatnya, ia tidak berkonsentrasi penuh dalam
memikirkan roda pemerintahan kerajaan. Namun tak lama kemudian Sunan
Pakubuwono V menikah kembali dengan putrid Tumenggung Kusumodiningrat
dan diangkat sebagai permaisuri dengan gelar GKR Kencono.
Bakti untuk Ibu
Sesudah 100 hari pasca kematian ibunya GKR
Kencowonowungu, Sunan Pakubuwono yang telah kembali menjalankan roda
pemerintahan, menyempatkan diri untuk memperhitungkan harta warisan
ibunya tersebut. Bagaimanapun, perkawinan mendiang dengan ayahnya
menghasilkan 2 putera sebagai adik tirinya yaitu Pangeran Purboyo dan
GKR Pembayun. Dia berniat untuk menyerahkan sepenuhnya harta peninggalan
ibunya kepada kedua saudara tirinya tersebut.
Namun, atas saran Pangeran Angabei, saudara
laki-laki tiri lain ibu (hasil pernikahan Sunan Pakubuwono IV dengan
selir Mas Ayu Rantansari), dimohonkan agar niat itu dipertimbangkan
kembali. Bagaimanapun, ibu raja, GKR Pakubuwono masih saudara dengan GKR
Kenconowungu, ibu tirinya. Dengan posisi itu, maka Sunan Pakubuwono V
merupakan salah satu ahli waris juga. Dengan demikian, harta peninggalan
GKR Kenconowungu tidak dapat segera dibagi. Pembagiannya, atas kehendak
Sunan Pakubuwono V, harus berdasarkan seluruh putra putrid Sunan
Pakubuwono IV dan semua persetujuan mengenai hal itu harus dituangkan
dalam sebuah surat pernyataan tertulis.
Meskipun demikian, persetujuan itu segera tercapai,
termasuk Pangeran Purboyo dan GKR Pembayun yang menyerahkan sepenuhnya
pembagian harta peninggalan ibu mereka kepada Sunan Pakubuwono V.
Tibalah hari dan saat Sunan Pakubuwono V mengambil
keputusan. Dalam suatu persidangan kerajaan 1 Mei 1821, Sunan Pakubuwono
V menjelaskan aspek-aspek persoalan yang terkait dengan pembagian harta
peninggalan mendiang GKR Kenconowungu. Sunan berketetapan untuk
melaksanakan pembagian harta peninggalan itu menurut ketentuan hukum
Islam. Semua yang hadir menanti dengan penuh kecemasan dan perasaan tak
menentu mengingat semenjak awal mereka semua tahu bahwa sebagai raja,
Sunan telah berkehendak untuk mengambilalih semua persoalan waris itu.
Keputusan Sunan Pakubuwono V sungguh di luar dugaan
dan mengejutkan semua yang hadir, termasuk Pangeran Purboyo dan GKR
Pembayun. Sunan Pakubuwono V berketetapan bahwa semua harta peninggalan
GKR Kenconowungu yang bersifat sebagai barang “kaputren” diserahkan
sepenuhnya kepada GKR Pembayun, termasuk gaji sebagai permaisuri.
Sementara untuk Pangeran Purboyo adalah semua harta peninggalan yang
bersifat aksesoris untuk pria, termasuk hasil bumi tanah kedudukan.
Sementara itu peninggalan yang berupa perhiasan dan kitab-kitab dibagi
secara adil untuk mereka berdua. Sementara itu, Sunan Pakubuwono V
bersedia untuk mengambil alih semua beban keuangan GKR Kenconowungu
semasa hidupnya. Raja juga bertitah agar siapapun kerabat yang merasa
mempunyai hutang atau berurusan dengan almarhumah ibu tirinya itu, untuk
segera mengatakan kepadanya dan sang raja sendiri yang akan melunasi.
Keputusan Sunan Pakubuwono V itu mengakhiri semua
spekulasi yang berkembang saat itu, terutama keinginan Sunan untuk
menjadi pihak ahli waris. Tak urung keputusan yang demikian sekalipun
mengejutkan, tetapi akhirnya menenteramkan semua pihak, termasuk kedua
saudara tiri Sunan Pakubuwono V. Demikian murah hati kepribadian Sunan,
sehingga yang bersangkutan akhirnya memperoleh julukan “Sunan Sugih”,
raja yang kaya raya. Keputusan itu juga menunjukkan kearifan dan
kesabaran Sunan Pakubuwono V sekaligus berbakti kepada GKR Kenconowungu,
sekalipun semua pihak tahu, bahwa mendiang adalah ibu tiri dari sang
raja tersebut.
No comments:
Post a Comment