Masuknya Islam di Kalimantan (Bag. 3)
Masuk dan berkembangnya Islam di Kalimantan Timur
Mundurnya Kerajaan Kutai
Kesultanan Kutai merupakan kelanjutan dari kerajaan Hindu Kutai Kertanegarayang sudah berdiri sejak tahun 1300. Islam
masuk di Kalimantan Timur pada abad ke-17 melalui dua arah, yaitu dari
Kalimantan Selatan, yang berasal dari Kerajaan Bajar, yang terkenal
dengan sebutan Dato’ Ribandang dan Tuan Tunggang Parangan.
Ekspedisi
mereka berjalan dengan lancar, setelah itu dato’ Ribandang kembali ke
Makassar dan Tuan Tunggang Parangan menetap di Kutai, pada masa ini lah
Raja Mahkota tunduk kepada ajaran Islam. selain daerah ini Islam juga
datang dari arah Timur, yang dibawah oleh pedagang Bugis-Makassar. Islam
yang datang diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai dan kemudian
berubah menjadi kesultanan pada abad ke-18. Sultan pertama yang
memerintah di Kesultanan Kutai adalah Sultan Aji Muhammad Idris
1732-1739.
Pada
masa pemerintaha Sultan yang pertama ini, beliau pergi kesulawesi
Selatan untuk menolong rakyat yang sedang berperang melawan penjajahan
Belanda. Tahta kesultanan kutai direbut oleh Aji Kado yang tidak berhak
atas tahta kesultanan karena masih ada Aji Imbut yang merupakan putra
mahkota namun usianya masih kecil. Aji Kado resmi menjadi Sultan denga
gelar Sultan Aji Muhammad Aliyuddin. (1739-1780).
Setelah Imbut
dewasa dan dinobatkan sebagai Sultan Kutai denga gelar Aji Muhammad
Muslihuddin (1780-1816). Sejak itu dimulai perlawanan terhadap Aji
Muhammad Aliyuddin. Karena Aji Muhammad Muslihuddin mendapat bannyak
bantuan dari rakyat sehingga ia dapat memenangi perlawanan tersebut, dan
akhirnya Aji Muhammad Aliyuddin dihukum mati.
Dalam
kesultanan Kutai Islam dijadikan sebagai agama resmi Negara. Para ulama
mendapat kedudukan terhormat sebagai penasehat sultan dan
pejabat-pejabat kesultanan, disamping sebagai hakim. Hukum Islam
diberlakukan dalam menyelesaikan perkara perdata dan keluarga. Sehingga
ajaran Islam sangat berpenaruh di daerah tersebut.
Kesultanan
Kutai mengalami masa keemasan pada masa pemerintahan Sultan Muhammad
Muslihuddin (1739-1782) dan Sultan Muhammad Salihuddin (1782-1850). Pada
masa ini, Kutai tampil sebagai daerah maritim yang memiliki armada
pelayaran yang meramaikan perdagangan. Yang dihasilkan oleh Kesultanan
Kutai di antaranya lada, kopi, kopra, dan rempah-rempah. Sedangkan
barang yang masuk ke daerah Kutai yaitu, sutra, porselin, dan lain-lain.
Para pedagang dari Kesultanan Kutai sangat aktif berlayar di Kepulauan
Nusantara, bahkan sampai ke Singapur, Filipina, dan Cina.
Mundurnya
Kerajaan Kutai diawali dengan kontaknya dengan bangsa Eropa pada tahun
1844, ketika kapal Inggris dibawah pimpinan Erskine Murray datang ke
wilyah ini. Rakyat Kutai merasa tidak senang dengan kesombongan
orang-orang Inggris tersebut, sehingga rakyat Kutai melakukan perlawanan
terhadap orang-orang Inggris. Dalam perlawanan itu rakyat Kutai
mencapai kemenangan, bahkan Erskine Murray mati terbunuh dalam peristiwa ini.
Ketika Belanda datang dari Makassar dan
menyerang Tenggarong yang merupakan sebagai pusat Kesultanan Kutai,
akhirnya dapat dikuasai oleh bangsa Eropa. Tenggarong berhasil
dihancurkan Belanda pada tahun 1844. Sultan Muhammad Salihuddin terpaksa
melakukan perjanjian damai, yang dikenal dengan perjanjian “Tepian
Pandat Traktat”. Perjanjian ini merupakan akhir dari kemerdekaan Kutai,
karena setelah perjanjian tersebut Kesultanan Kutai tunduk dibawah
residen Belanda.
(YS)
(YS)
No comments:
Post a Comment