Nabi SAW tidak mengangajarkan Anarkisme dan Premanisme !

“Rahmatan Lil’alamin” Merupakan nobel teragung dari Sang Pencipta untuk citra sosok manusia sempurna Muhammad saw, cerminan rahmat untuk sekalian alam tergambar dalam seluruh dimensi wujudnya ketika berinteraksi dengan semua makhluk, khususnya manusia bahkan tanpa batas iman.
Kasih sayangnya bukan hanya khusus untuk kaum Muslimin, beliau dengan misi universalnya saat itu senantiasa berusaha membimbing dan mengarahkan tidak hanya terbatas penduduk Mekah dan Madinah, tidak hanya penyembah berhala, tapi termasuk juga para Ahli Kitab. Sikap manusiawi dan kasih sayangnya kepada orang lain, perilaku baik dan santun nya kepada orang-orang Kafir bahkan diakui oleh para musuhnya. Meskipun sebagian sejarawan orientalis mengklaim bahwa sikap manusiawi Rasulullah terkait pada masa ketika Islam masih belum berkembang dan lemah, tidak punya cara lain selain berdamai dan bersikap toleran.
Sebagai manusia sempurna proyek Tuhan dengan misi keteladanan bagi ummatnya, sungguh indah mengagumkan bagiamana perilaku Rasulullah bila di teladani oleh ummat manusia apalagi bagi yang seiman. Bagaimana beliau memperlakukan mereka yang tak seiman seperti penganut agama Kristen, Yahudi dan selainnya, melalui beberapa riwayat berikut akan terbelalak kita yang membacanya bahwa betapa fenomena premanisme dan anarkisme yang sering ditampilkan atas nama jargon agama tidak mencerminkan sunnah dan ajaran beliau, bahkan, apalagi dengan menjadikan diri sebagai hakim ideologi yang mudah mengetok palu kafir, musyrik, ahli bida’ah, munafiq, sesat dan lain-lain, terhadap orang lain yang tidak sependapat dengan idiologinya dan berupaya untuk memberangusnya seakan lebih berhak dari Allah swt dan Rasul-Nya saw…
Berikut ini adalah riwayat-riwayat refleksi Rahmatan Lil’alaminnya Nabi saw,
  1. Perlakuan Nabi Muhammadsaw terhadap orang Kafir dan Musyrik
  • Fathu Makkah yang terjadi pada tahun ke 8 H. adalah peristiwa besar sejarah kemenangan Islam atas kekufuran dan kemusyrikan pada masa kenabian, merupakan peristiwa yang terjadi pada masa ketika Islam kuat mampu mengalahkan kekuatan musuh dan dengan kekuatan penuh Rasulullah Saw mampu menguasai keadaan tampil sebagai “Rahmatan Lil Alamin“, beliau bersama para sahabatnya datang kembali ke Mekkah membebaskannya dari berhala dan kemusyrikan serta mengembalikan Mekah pada kondisi aslinya dalam jalan tauhid ibrahimi. Keteguhan jiwa, ketakwaan dan iman kaum muslimin dihadapkan pada puncak kezaliman dan kejahatan kaum Quraisy terhadap mereka dengan melakukan segala cara mengingkari kebenaran Islam, dibalas dengan kehendak Allah swt memberikan kejayaan kepada Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya berupa “Pembebasan Kota Mekah (Fathu Makkah)” . Bagi Rasulullah saw hari itu bisa saja merupakan hari pembalasan, karena betapa Rasulullah Saw bersama para sahabatnya sebelumnya menahan pelbagai macam kejahatan Kaum Quraisy, caci maki, ancaman, terror menyebutnya gila, tukang sihir, dan bahkan sampai pada upaya pembunuhannya. Namun ketika hari pembebasan kota Mekah ini, Rasulullah saw menghadapi mereka dengan karakter yang sarat dengan kasih dan sayangnya, dengan berseru kepada mereka :”Wahai orang-orang Quraisy , sekarang bagaimana pendapat kalian, apa yang harus aku lakukan terhadap kalian?” Dalam kondisi takut, orang-orang Quraisy menjawab: ”Kami mengharap kebaikan darimu, karena kamu adalah saudara yang terhormat dan putra saudara yang terhormat!”. Rasulullah saw menanggapi mereka dan berkata: ”Sesungguhnya aku akan berkata kepada kalian sebagaimana Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya, hari ini tidak ada cacian dan celaan buat kalian, pergilah kalian! Kalian adalah orang-orang yang dibebaskan!” (Tarikh Ya’qubi, Beirut Dar as- Shadir jilid 2/hlm 60. Al-Kamil Fi at-Tarikh, Beirut, Daru shadir-Daru Beirut, jilid 2/hlm. 243)

  • Ketika Nabi Muhammad saw kembali menuju madinah dari peperangan Dzatur Riqa’ ditengah perjalanan beliau singgah dibawah pohon untuk beristirahat, Jabir Anshari menceritakan bahwa pada saat itu beliau memanggil kami, ketika kami datang menghampiri beliau ternyata kami mendapati seorang baduwi duduk disampingnya, lalu beliau bercerita bahwa tadi dia telah mengeluarkan pedangku dari sarungnya sampai aku kaget terjaga, dan dia membentak seraya mengancamku, “ Siapa yang sekarang bisa menyelamatkanmu dariku”, aku menjawabnya, “Hanya Allah yang menyelamatkanku” , sehingga terlepaslah pedang dari tangannya. Jabir Anshari meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw tidak menghukumnya Tapi malah justru membebaskannya. (Sirah Nabawiyyah, As- Shalabi juz II/hlm. 25)
2. Perlakuan Nabi Muhammadsaw terhadap orang Ahlul Kitab
Di sebuah pasar seorang Yahudi berkata dengan sumpahnya: ”Demi Zat yang telah memberikan kelebihan kepada Musa atas semua nabi!”
Salah satu sahabat Rasulullah Saw mendengarnya, dengan emosi dan tidak bisa menahan perasaannya, lalu kepada sang Yahudi ia bertanya: ”Apakah Musa juga lebih tinggi kedudukannya dari Muhammad?”Yahudi menjawab, “Iya.”
saking marahnya, sahabat itu kemudian menamparnya. Mengingat yahudi itu juga mempercayai keadilan dan kemuliaan akhlak Rasulullah, dia langsung pergi menemuinya mengadukan sahabat yang menamparnya. Dan akhirnya Rasulullah saw justru memarahi dan menyalahkan sahabatnya. (Shahih Bukhari, Beirut, Dar al-Fikr, jilid 4/hlm 164)

3. Perlakuan Nabi Muhammad saw terhadap orang-orang Munafik
Rasulullah pada pertengahan bulan Sya’ban bersama pasukannya berangkat menuju “Maryasi’”, dan menetapkan “Abu Dzar Al-Gifari” menjadi wakilnya di kota Madinah; peperangan tak terhindarkan antara pasukan Rasulullah dengan Bani Musthaliq sampai terbunuh dari mereka 10 orang tentara dan akhirnya mereka menyerahkan diri. Dalam peperangan “Abdullah Bin Ubay” berserta orang-orang munafiq lainnya ikut serta, tapi ditengah pasukan ini mereka berusaha mengadu domba dan menebar fitnah perpecahan ditengah barisan .
Ketika menimba air dari sumur dua orang sahabat dari Muhajirin yang bernama “Jahjah Bin Sa’id” budak Umar Bin Khattab dan dari Anshar bernama “Sinan Juhni” berdebat, tiba-tiba sahabat Muhajir menampar keras seorang sahabat Anshar karena emosinya.
Sudah menjadi adat istiadat Jahiliyyah bila pertengkaran seperti ini sampai merembet melibatkan dua keluarga besar kaumnya yaitu Muhajirin dan Anshor.
Kejadian ini dimanfaatkan oleh orang-orang munafiq sehingga mereka tambah menyulutnya ditengah kemarahan kaum Anshar menentang kaum Muhajirin termasuk didalamnya adalah Rasulullah saw dengan ungkapan, “Kaum Muhajirin telah menguasai kita, bahkan kita telah menjadi pendukungnya, masihkah kita mendapat tamparan ini, sepertinya susu dibalas dengan air tuba. Nanti kalau sampai di Madinah maka akan kita hinakan siapa yang terhormatnya…”
Pada kesempatan itu pemuda bernama “zaid Bin Arqam” marah atas penghinaan keterlaluan ini, dan melabrak Abdullah sambil mengatainya, “ Engkaulah orang yang terhina bukannya Muhammad saw, dialah orang yang termulia…”, namun Abudullah membentaknya. Kemudian dia datang dan menceritakan fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah kepada Rasulullah saw.
Nabi saw demi menjaga kemaslahatan mengabaikan laporan Zaid, tapi Umar Bin Khattab mengusulkan untuk menugaskan seorang Anshar untuk membereskan (membunuh) Abdullah ini, akan tetapi Rasulullah juga tidak menyetujuinya dan bersabda, ”Dengan demikian , para penebar fitnah pasti akan menggembar-gemborkan bahwa Muhammad telah membunuh sahabatnya sendiri.”
Akan tetapi Rasulullah sendiri kroscek langsung kepada Abdullah dan menanyakan kejadian yang dilaporkan oleh Zaid kepadanya, namun Abdullah membohongkannya. Kemudian Nabi Muhammad saw memerintahkan pasukan untuk berangkat, “Usaid bin Hadzir” pembesar klan orang-orang Khazraz mendatangi beliau dan bertanya, “ tidak seperti biasanya engkau memerintahkan kami bergegas berangkat disaat kondisi cuaca sangat panas begini ?”, Rasulullah menanggapinya, “Tidakkah engkau mendengar bagaimana ucapan Abdullah ?”. Sampai pada akhirnya surat Al-Munafiqun turun membenarkan ucapan Zaid Bin Arqam dan menghinakan Abdullah, dengan keras menelikung blok kemunafikan dan membongkar kedok kemunafikannya, sebelum pasukan Rasulullah sampai ke kota Madinah atau dalam riwayat lainnya ketika baru sampai disana. (Sirah Al-Halabi Juz 2/hlm 302)

Muhammad S

No comments: