60 Sahabat Nabi : Bilal bin Rabah, Muadzin Rasullullah (bagian 1)
Inilah nama sahabat, selain Khulafaur Rasyidin, yang
pertama kali saya kenal, lewat pelajaran Tarikh Islam di Madrasah dulu.
Sebagian besar dari kita hanya mengenal riwayat hidup Bilal, hanya
sampai ketika dia memeluk agama islam, serta peranannya sebagai muadzin
Rosullullah. Padahal, kisah hidupnya pasca wafatnya Rosullullah pun tak
kalah mempesona dan menggetarkan hati. Berikut kisah sahabat Bilal bin
Rabah, sebagaimana saya nukil dari buku “Karakteristik dan Perihidup 60
Sahabat Nabi”
Bila disebut nama Abu Bakar, maka Umar akan berkata: “Abu Bakar adalah pemimpin kita, yang telah memerdekakan pemimpin kita”. Maksudnya ialah Bilal ….
Seorang yang diberi gelar oleh Umar “pemimpin kita”, tentulah suatu pribadi besar yang layak memperoleh kehormatan seperti itu! Tetapi setiap menerima pujian yang ditujukan kepada dirinya, maka laki-laki yang berkulit hitam, kurus kerempeng, tinggi jangkung, berambut lebat dan bercambang tipis — sebagai dilukiskan oleh ahli-ahli riwayat — akan menundukkan kepala dan memejamkan mata, serta dengan air mata mengalir membasahi pipinya, akan berkata: “Saya ini hanyalah seorang Habsyi, dan kemarin saya seorang budak belian!”
Nah, siapakah kiranya orang Habsyi yang kemarin masih jadi budak belian ini … ? Itulah dia Bilal. bin Rabah, muaddzin Islam dan penggoncang berhala yang dipuja Quraisy sebagai tuhan! la merupakan salah satu keajaiban iman dan kebenaran! Salah satu mujizat Islam yang maka besar!
Dari tiap sepuluh orang, semenjak munculnya Agama itu sampai sekarang, bahkan sampai kapan saja dikehendaki Allah, kita akan menemukan sedikitnya tujuh orang yang kenal terhadap Bilal. Artinya dalam lintasan kurun dan generasi, terdapat jutaan manusia yang mengenal Bilal; hafal akan namanya dan tahu riwayatnya secara lengkap, sebagaimana mereka kenal akan dua Khalifah terbesar dalam Islam (Abu Bakar dan Umar).
Anda akan dapat menanyakan kepada setiap anak yang masih merangkak pada tahun-tahun pelajaran dasarnya; baik di Mesir, Pakistan, Indonesia atau Cina . . . di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa dan Asia … di Irak, Syria, Turki, Iran dan Sudan . . . di Tunisia, Aljazair, dan Maroko … pendeknya di seluruh permukaan bumi yang didiami oleh Kaum Muslimin …. anda akan dapat menanyakan kepada setiap remaja Islam: “Siapakah Bilal itu, wahai buyung?” Tentulah akan keluar jawabannya yang lancar: “Ia adalah muaddzin Rasul. Asalnya seorang budak, yang disiksa oleh tuannya dengan batu pangs, agar ia meninggalkan Islam, tetapi jawabnya: “. . . Ahad … Ahad . . Allah Yang Maha Tunggal … Allah Yang Maha Tunggal … ! “
Dan setelah anda lihat keabadian yang telah dianugerahkan Islam kepada Bilal . . . , bahwa sebelum Islam, Bilal ini tidak lebih dari seorang budak belian; yang menggembalakan unta milik tuannya dengan imbalan dua genggam kurma! Tanpa Islam, pastilah ia takkan luput dari kenistaan perbudakan — sampai maut datang merenggutnya — setelah itu orang melupakannya….
Tetapi kebenaran iman dan keagungan Agama yang diyakini-nya telah meluangkan baginya dalam kehidupan dan riwayat hidup, suatu kedudukan tinggi pada deretan tokoh-tokoh Islam dan orang-orang sucinya . . .! Banyak di antara orang-orang terkemuka — golongan berpengaruh dan mempunyai harta —yang tidak berhasil mendapatkan agak sepersepuluh dari keharuman nama yang diperoleh Bilal si Budak Habsyi ini . . . ! ‘Bahkan tidak sedikit tokoh-tokoh sejarah yang tidak mencapai separoh kemasyhuran yang dicapai oleh Bilal!
Kehitaman warna kulit; kerendahan kasta dan bangsa, serta kehinaan dirinya di antara manusia selama itu sebagai budak belian, sekali-kali tidaklah menutup pintu baginya untuk menempati kedudukan tinggi yang dirintis oleh kebenaran, keyakinan, kesucian dan kesungguhannya setelah ia memasuki Agama Islam.
Semua itu adalah karena dalam neraca penilaian dan penghormatan yang diberikan kepadanya, tak ada perhitungan lain kecuali kekaguman; yakni ketika dijumpai kebesaran yang tidak terduga. Orang menyangka bahwa seorang hamba seperti Bilal, biasanya asal-usulnya tidak menentu; tidak berdaya dan tidak mempunyai keluarga, serta tidak memiliki suatu hak pun dari hidupnya. Dirinya adalah milik tuannya yang telah membeli dengan hartanya, dan kerjanya berada di tengah hewan ternak, pulang balik di antara unta dan domba tuannya. Menurut dugaan mereka, makhluq seperti ini takkan mampu melakukan sesuatu, atau menjadi sesuatu yang berarti!
Kiranya ia berbeda dengan spa yang disangka dan diper-kirakan itu. Karena ia mampu mencapai derajat keimanan yang tidak mungkin dicapai oleh lainnya …. lalu menjadi muaddzin pertama bagi Rasulullah dan Islam; suatu aural yang menjadi inceran bagi setiap pemimpin dan pembesar Quraisy yang telah masuk Islam dan menjadi pengikut Rasul.
Benar . . . , Bilal bin Rabah!
Corak kepahlawanan apakah, dan bentuk kebesaran manakah yang ditonjolkan oleh ketiga kata-kata ini, “Bilal bin Rabah .. .?” Ia seorang Habsyi dari golongan orang berkulit hitam. Taqdir telah membawa nasibnya menjadi budak dari Bani Jumah di kota Mekah, karena ibunya salah seorang hamba sahaya mereka.
Kehidupannya tidak berbeda dengan budak biasa. Hariharinya berlalu secara rutin tapi gersang, tidak memiliki sesuatu pada hari itu, tidak pula menaruh harapan pada hari esok. Dan berita-berita mengenai Muhammad saw. telah mulai sampai ke telinganya, yakni ketika orang-orang di Mekah menyampaikan-nya dari mulut ke mulut. Juga ketika mendengar obrolan majikannya bersama tetamunya; terutama majikannya Umayah bin khdaf, salah seorang pemuka Bani Jumah, yaitu kabilah yang menjadi majikan yang dipertuan oleh Bilal.
Lamalah sudah didengarnya Umayah ketika membicarakan Rasulullah, baik dengan kawan-kawannya maupun sesama warga sukunya; mengeluarkan kata-kata berbisa; penuh dengan rasa amarah, tuduhan dan kebencian. Di antara apa yang dapat ditangkap oleh Bilal dari ucapan kemarahan yang tidak berujung pangkal itu, ialah sifat-sifat yang melukiskan Agama baru baginya. Dan menurut hematnya, sifat-sifat itu merupakan hal-hal baru dipandang dari sudut lingkungan di mana ia tinggal. Sebagaimana juga di antara ucapan-ucapan yang keras penuh ancaman itu, tapi pula kedengaran olehnya pengakuan mereka akan kemuliaan Muhammad saw., tentang kejujuran dan keterpercayaannya …
Benar, didengarnya mereka ta’jub dan keheranan terhadap ajaran yang dibawa oleh Muhammad saw.! Sebagian mereka mengatakan kepada yang lain: “Tidak pernah Muhammad saw. berdusta atau menjadi tukang sihir . . . tidak pula sinting atau berubah akal . . . , walau kita terpaksa menuduhnya demikian, demi untuk membendung orang-orang yang berlomba-lomba memasuki Agamanya!”
Didengarnya mereka mempercakapkan kesetiaannya menjaga amanat . . . , tentang kejujuran dan ketulusannya – . . , tentang akhlaq dan kepribadiannya …. Didengarnya pula mereka berbisik-bisik mengenai sebab yang mendorong mereka menentang dan memusuhinya, yaitu: pertama kesetiaan mereka terhadap kepercayaan yang diwariskan nenek moyangnya; dan kedua kekhawatiran merosotnya kemuliaan Quraisy, kemuliaan yang mereka peroleh sebagai imbalan kedudukan mereka menjadi markas keagamaan, sebagai pusat ibadat dan upacara haji di serata jazirah Arab . . . , kemudian kedengkian terhadap Bani Hasyim, kenapa munculnya Nabi dan Rasul itu dari golongan ini dan bukan dari fihak mereka ..
Pada suatu hari, Bilal bin Rabah melihat Nur Ilahi dan mendengar imbauannya dalam lubuk hatinya yang suci murni. Maka ia mendapatkan Rasulullah saw. dan menyatakan keislamannya. Dan tidak lama antaranya, berita rahasia keislaman Bilal terungkaplah …. dan beredar di antara kepala tuan-tuannya dari Bani Jumah, yakni kepala-kepala yang selama ini ditiup oleh kesombongan dan ditindih oleh kecongkakan . . . ! Maka setan-setan di muka bumi tampillah bermunculan dan bersarang dalam dada Umayah bin Khalaf, yang menganggap keislaman seorang hambanya sebagai tamparan pahit yang menghina dan menjatuhkan kehormatan mereka semua ….
Apa . . . ? Budak mereka orang Habsyi itu masuk Islam dan menjadi pengikut Muhammad . . . ? Walaupun demikian, tidak apa! kata Umayah dalam hatinya. “Matahari yang terbit hari ini takkan tenggelam dengan Islamnya budak durhaka itu … ! ” Memang, bukan saja sang surya itu tidak tenggelam dengan Islamnya Bilal, tetapi pada suatu hari kelak matahari akan tenggelam dengan membawa semua patung-patung dan pembela pembela berhala itu … !
Mengenai Bilal, tidak saja ia beroleh kedudukan yang merupakan kehormatan bagi Agama Islam semata — walau Islam memang lebih berhak untuk itu — tetapi juga merupakan kehormatan bagi perikemanusiaan umumnya … ! la telah menjadi sasaran berbagai macam siksaan sebagai dialami oleh tokoh-tokoh utama lainnya.
Seolah-olah Allah telah menjadikannya sebagai tamsil perbandingan bagi ummat manusia, bahwa hitamnya warna kulit dan perbudakan, sekali-kali tidak menjadi penghalang untuk mencapai kebesaran jiwa, asal saja ia beriman dan taat kepada Tuhannya serta memegang teguh haq-haqnya ….
Bilal telah memberikan pelajaran kepada orang-orang yang semasa dengannya, juga bagi orang-orang di segala masa; bagi orang-orang yang seagama dengannya, bahkan bagi pengikut pengikut agama lain; suatu pelajaran berharga yang menjelaskan bahwa kemerdekaan jiwa dan kebebasan nurani, tak dapat dibeli dengan emas separuh bumi, atau dengan siksaan bagaimanapun dahsyatnya … !
PE
Bila disebut nama Abu Bakar, maka Umar akan berkata: “Abu Bakar adalah pemimpin kita, yang telah memerdekakan pemimpin kita”. Maksudnya ialah Bilal ….
Seorang yang diberi gelar oleh Umar “pemimpin kita”, tentulah suatu pribadi besar yang layak memperoleh kehormatan seperti itu! Tetapi setiap menerima pujian yang ditujukan kepada dirinya, maka laki-laki yang berkulit hitam, kurus kerempeng, tinggi jangkung, berambut lebat dan bercambang tipis — sebagai dilukiskan oleh ahli-ahli riwayat — akan menundukkan kepala dan memejamkan mata, serta dengan air mata mengalir membasahi pipinya, akan berkata: “Saya ini hanyalah seorang Habsyi, dan kemarin saya seorang budak belian!”
Nah, siapakah kiranya orang Habsyi yang kemarin masih jadi budak belian ini … ? Itulah dia Bilal. bin Rabah, muaddzin Islam dan penggoncang berhala yang dipuja Quraisy sebagai tuhan! la merupakan salah satu keajaiban iman dan kebenaran! Salah satu mujizat Islam yang maka besar!
Dari tiap sepuluh orang, semenjak munculnya Agama itu sampai sekarang, bahkan sampai kapan saja dikehendaki Allah, kita akan menemukan sedikitnya tujuh orang yang kenal terhadap Bilal. Artinya dalam lintasan kurun dan generasi, terdapat jutaan manusia yang mengenal Bilal; hafal akan namanya dan tahu riwayatnya secara lengkap, sebagaimana mereka kenal akan dua Khalifah terbesar dalam Islam (Abu Bakar dan Umar).
Anda akan dapat menanyakan kepada setiap anak yang masih merangkak pada tahun-tahun pelajaran dasarnya; baik di Mesir, Pakistan, Indonesia atau Cina . . . di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa dan Asia … di Irak, Syria, Turki, Iran dan Sudan . . . di Tunisia, Aljazair, dan Maroko … pendeknya di seluruh permukaan bumi yang didiami oleh Kaum Muslimin …. anda akan dapat menanyakan kepada setiap remaja Islam: “Siapakah Bilal itu, wahai buyung?” Tentulah akan keluar jawabannya yang lancar: “Ia adalah muaddzin Rasul. Asalnya seorang budak, yang disiksa oleh tuannya dengan batu pangs, agar ia meninggalkan Islam, tetapi jawabnya: “. . . Ahad … Ahad . . Allah Yang Maha Tunggal … Allah Yang Maha Tunggal … ! “
Dan setelah anda lihat keabadian yang telah dianugerahkan Islam kepada Bilal . . . , bahwa sebelum Islam, Bilal ini tidak lebih dari seorang budak belian; yang menggembalakan unta milik tuannya dengan imbalan dua genggam kurma! Tanpa Islam, pastilah ia takkan luput dari kenistaan perbudakan — sampai maut datang merenggutnya — setelah itu orang melupakannya….
Tetapi kebenaran iman dan keagungan Agama yang diyakini-nya telah meluangkan baginya dalam kehidupan dan riwayat hidup, suatu kedudukan tinggi pada deretan tokoh-tokoh Islam dan orang-orang sucinya . . .! Banyak di antara orang-orang terkemuka — golongan berpengaruh dan mempunyai harta —yang tidak berhasil mendapatkan agak sepersepuluh dari keharuman nama yang diperoleh Bilal si Budak Habsyi ini . . . ! ‘Bahkan tidak sedikit tokoh-tokoh sejarah yang tidak mencapai separoh kemasyhuran yang dicapai oleh Bilal!
Kehitaman warna kulit; kerendahan kasta dan bangsa, serta kehinaan dirinya di antara manusia selama itu sebagai budak belian, sekali-kali tidaklah menutup pintu baginya untuk menempati kedudukan tinggi yang dirintis oleh kebenaran, keyakinan, kesucian dan kesungguhannya setelah ia memasuki Agama Islam.
Semua itu adalah karena dalam neraca penilaian dan penghormatan yang diberikan kepadanya, tak ada perhitungan lain kecuali kekaguman; yakni ketika dijumpai kebesaran yang tidak terduga. Orang menyangka bahwa seorang hamba seperti Bilal, biasanya asal-usulnya tidak menentu; tidak berdaya dan tidak mempunyai keluarga, serta tidak memiliki suatu hak pun dari hidupnya. Dirinya adalah milik tuannya yang telah membeli dengan hartanya, dan kerjanya berada di tengah hewan ternak, pulang balik di antara unta dan domba tuannya. Menurut dugaan mereka, makhluq seperti ini takkan mampu melakukan sesuatu, atau menjadi sesuatu yang berarti!
Kiranya ia berbeda dengan spa yang disangka dan diper-kirakan itu. Karena ia mampu mencapai derajat keimanan yang tidak mungkin dicapai oleh lainnya …. lalu menjadi muaddzin pertama bagi Rasulullah dan Islam; suatu aural yang menjadi inceran bagi setiap pemimpin dan pembesar Quraisy yang telah masuk Islam dan menjadi pengikut Rasul.
Benar . . . , Bilal bin Rabah!
Corak kepahlawanan apakah, dan bentuk kebesaran manakah yang ditonjolkan oleh ketiga kata-kata ini, “Bilal bin Rabah .. .?” Ia seorang Habsyi dari golongan orang berkulit hitam. Taqdir telah membawa nasibnya menjadi budak dari Bani Jumah di kota Mekah, karena ibunya salah seorang hamba sahaya mereka.
Kehidupannya tidak berbeda dengan budak biasa. Hariharinya berlalu secara rutin tapi gersang, tidak memiliki sesuatu pada hari itu, tidak pula menaruh harapan pada hari esok. Dan berita-berita mengenai Muhammad saw. telah mulai sampai ke telinganya, yakni ketika orang-orang di Mekah menyampaikan-nya dari mulut ke mulut. Juga ketika mendengar obrolan majikannya bersama tetamunya; terutama majikannya Umayah bin khdaf, salah seorang pemuka Bani Jumah, yaitu kabilah yang menjadi majikan yang dipertuan oleh Bilal.
Lamalah sudah didengarnya Umayah ketika membicarakan Rasulullah, baik dengan kawan-kawannya maupun sesama warga sukunya; mengeluarkan kata-kata berbisa; penuh dengan rasa amarah, tuduhan dan kebencian. Di antara apa yang dapat ditangkap oleh Bilal dari ucapan kemarahan yang tidak berujung pangkal itu, ialah sifat-sifat yang melukiskan Agama baru baginya. Dan menurut hematnya, sifat-sifat itu merupakan hal-hal baru dipandang dari sudut lingkungan di mana ia tinggal. Sebagaimana juga di antara ucapan-ucapan yang keras penuh ancaman itu, tapi pula kedengaran olehnya pengakuan mereka akan kemuliaan Muhammad saw., tentang kejujuran dan keterpercayaannya …
Benar, didengarnya mereka ta’jub dan keheranan terhadap ajaran yang dibawa oleh Muhammad saw.! Sebagian mereka mengatakan kepada yang lain: “Tidak pernah Muhammad saw. berdusta atau menjadi tukang sihir . . . tidak pula sinting atau berubah akal . . . , walau kita terpaksa menuduhnya demikian, demi untuk membendung orang-orang yang berlomba-lomba memasuki Agamanya!”
Didengarnya mereka mempercakapkan kesetiaannya menjaga amanat . . . , tentang kejujuran dan ketulusannya – . . , tentang akhlaq dan kepribadiannya …. Didengarnya pula mereka berbisik-bisik mengenai sebab yang mendorong mereka menentang dan memusuhinya, yaitu: pertama kesetiaan mereka terhadap kepercayaan yang diwariskan nenek moyangnya; dan kedua kekhawatiran merosotnya kemuliaan Quraisy, kemuliaan yang mereka peroleh sebagai imbalan kedudukan mereka menjadi markas keagamaan, sebagai pusat ibadat dan upacara haji di serata jazirah Arab . . . , kemudian kedengkian terhadap Bani Hasyim, kenapa munculnya Nabi dan Rasul itu dari golongan ini dan bukan dari fihak mereka ..
Pada suatu hari, Bilal bin Rabah melihat Nur Ilahi dan mendengar imbauannya dalam lubuk hatinya yang suci murni. Maka ia mendapatkan Rasulullah saw. dan menyatakan keislamannya. Dan tidak lama antaranya, berita rahasia keislaman Bilal terungkaplah …. dan beredar di antara kepala tuan-tuannya dari Bani Jumah, yakni kepala-kepala yang selama ini ditiup oleh kesombongan dan ditindih oleh kecongkakan . . . ! Maka setan-setan di muka bumi tampillah bermunculan dan bersarang dalam dada Umayah bin Khalaf, yang menganggap keislaman seorang hambanya sebagai tamparan pahit yang menghina dan menjatuhkan kehormatan mereka semua ….
Apa . . . ? Budak mereka orang Habsyi itu masuk Islam dan menjadi pengikut Muhammad . . . ? Walaupun demikian, tidak apa! kata Umayah dalam hatinya. “Matahari yang terbit hari ini takkan tenggelam dengan Islamnya budak durhaka itu … ! ” Memang, bukan saja sang surya itu tidak tenggelam dengan Islamnya Bilal, tetapi pada suatu hari kelak matahari akan tenggelam dengan membawa semua patung-patung dan pembela pembela berhala itu … !
Mengenai Bilal, tidak saja ia beroleh kedudukan yang merupakan kehormatan bagi Agama Islam semata — walau Islam memang lebih berhak untuk itu — tetapi juga merupakan kehormatan bagi perikemanusiaan umumnya … ! la telah menjadi sasaran berbagai macam siksaan sebagai dialami oleh tokoh-tokoh utama lainnya.
Seolah-olah Allah telah menjadikannya sebagai tamsil perbandingan bagi ummat manusia, bahwa hitamnya warna kulit dan perbudakan, sekali-kali tidak menjadi penghalang untuk mencapai kebesaran jiwa, asal saja ia beriman dan taat kepada Tuhannya serta memegang teguh haq-haqnya ….
Bilal telah memberikan pelajaran kepada orang-orang yang semasa dengannya, juga bagi orang-orang di segala masa; bagi orang-orang yang seagama dengannya, bahkan bagi pengikut pengikut agama lain; suatu pelajaran berharga yang menjelaskan bahwa kemerdekaan jiwa dan kebebasan nurani, tak dapat dibeli dengan emas separuh bumi, atau dengan siksaan bagaimanapun dahsyatnya … !
PE
No comments:
Post a Comment