Asas Pemerintahan yang Baik A’la Belanda
Belanda merupakan negara yang telah menjajah Indonesia. Berdasarkan catatan sejrahwan Indonesia mengatakan bahwa lebih dari 350 tahun Indonesia dijajahnya, oleh sebab itu wajar saja jika terjadi kemiripan atau bahkan sama dengan negara penjajah. Salah satunya adalah sumber hukum Indonesia yang hingga saat ini belum diperbaiki. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau Wetboek van Strafrecht (WvS), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) atau Burgerlijk Wetboek voor Indonesie, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel voor Indonesie merupakan produk peninggalan Negara Belanda yang masih digunakan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ada satu hal yang unik mengenai inovasi Negara Belanda dalam bidang hukum, yaitu mengenai Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik atau dalam Bahasa Belandanya Algemene bginselen Van Beboorlijk. Istilah ini merupakan hasil penelitian dari Komisi de Monchy (Belanda) pada tahun 1950 yang berusaha memberikan perlindungan hukum bagi penduduk Belanda yang dilakukan dengan jalan meneliti yurisprudensi. Dimana hasil penelitian ini kemudian dituangkan dalam sebuah laporan yang berisi pokok-pokok peningkatan perlindungan hukum bagi penduduk Belanda, yaitu dengan ditemukannya asas-asas yang dinamakan Algemene bginselen Van Beboorlijk (Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik).
Bachan Mustafa(1979;107) menyatakakan bahwa perbuatan pemerintah yang baik atau layak adalah perbuatan pemerintah yang sesuai dengan tujuan pemberian kekuasaan kepadanya oleh undang-undang. Sedangkan tujuan dari pemberian kekuasaan itu adalah agar badan-badan administrasi negeri ini dapat melakukan tugas mereka yang khusus yaitu menyelenggarakan kesejahteraan umum (bestuurzorg) yang khusus diberikan kepada administrasi negara.
Negara Belanda memandang bahwa Asas-asas umum pemerintahan yang baik (ABBB) adalah norma hukum tidak tertulis, namun harus ditaati oleh pemerintah. Diatur dalam Wet AROB (Administrative Rechtspraak Overheidsbeschikkingen) yaitu Ketetapan-ketetapan Pemerintahan dalam Hukum Administrasi oleh Kekuasaan Kehakiman “Tidak bertentangan dengan apa dalam kesadaran hukum umum merupakan asas-asas yang berlaku (hidup) tentang pemerintahan yang baik”. Hal itu dimaksudkan bahwa asas-asas itu sebagai asas-asas yang hidup, digali dan dikembangkan oleh hakim.
Sebagai hukum tidak tertulis, arti yang tepat untuk Algemene bginselen Van Beboorlijk bagi tiap keadaan tersendiri, tidak selalu dapat dijabarkan dengan teliti. Paling sedikit ada 7 Algemene bginselen Van Beboorlijk yang sudah memiliki tempat yang jelas di Belanda. Ketujuh asas tersebut adalah Asas persamaan, asas kepercayaan, asas kepastian hukum, asas kecermatan, asas pemberian alasan, larangan ‘detournement de pouvoir’, dan larangan bertindak sewenang-wenang.
Berikut adalah penjelasan dari ketujuh asas tersebut:
- Asas persamaan: Hal-hal yg sama harus diperlakukan sama.
- Asas kepercayaan: legal expectation, harapan-harapan yag ditimbulkan (janji-janji, keterangan, aturan-aturan kebijaksanaan dan rencana-rencana) sedapat mungkin harus dipenuhi.
- Asas kepastian hukum: secara materiil menghalangi badan pemerintahan, menarik kembali suatu ketetapan dan mengubahnya yang menyebabkan kerugian yang berkepentingan (kecuali karena 4 hal: dipaksa oleh keadaan, didasarkan kekeliruan, berdasarkan keterangan yang tidak benar, syaranya tidak ditaati); secara formil ketetapan yang memberatkan dan menguntungkan harus disusun dengan kata-kata yang jelas.
- Asas kecermatan: suatu ketetapan harus diambil dan disusun dengan cermat.
- Asas pemberian alasan: ketetapan harus memberikan alasan, harus ada dasar fakta yang teguh dan alasannya harus mendukung.
- larangan penyalahgunaan wewenang: tidak boleh menggunakan wewenang untuk tujuan yg lain.
- larangan willekeur: wenang, kurang memperhatikan kepentingan umum, dan secara kongkret merugikan
Raharjo. 2010. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Laboratorium Press Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta.
Asep Rudi Casmana
No comments:
Post a Comment