Bertemunya Musa dengan Hamba Allah yang Saleh
Dalam Surah Alkahfi (18), setidaknya terdapat tiga buah kisah yang menjadi pelajaran bagi umat manusia. Ketiga cerita yang terdapat dalam surah tersebut adalah kisah tujuh orang pemuda penghuni gua yang beriman kepada Allah, kisah Zulkarnain, serta kisah Nabi Musa AS yang bertemu dengan hamba Allah yang saleh.
Dalam beberapa keterangan, para ulama menyepakati bahwa yang dimaksud hamba Allah yang saleh dalam Surah Alkahfi tersebut adalah Nabi Khidir AS. Selengkapnya, kisah tersebut terdapat pada ayat 60-82.
Satu hal yang menarik dalam kisah tersebut adalah Nabi Musa AS belajar kepada Nabi Khidir tentang kesabaran. Dalam tulisan ini, tempat keduanya bertemu adalah di pertemuan dua laut (majma'a al-bahrayni). Di manakah letak pertemuan dua laut tersebut?
Asbab al-Nuzul
Asbab al-Nuzul (sebab-sebab turunnya) ayat tersebut adalah sebagaimana disebutkan Ibnu Abbas RA yang diriwayatkan dari Ubay bin Ka'ab. Beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda:
''Sesungguhnya, pada suatu hari, Nabi Musa berdiri di khalayak Bani Israil, lalu beliau ditanya, ''Siapakah orang yang paling berilmu?'' Jawab Nabi Musa, ''Aku.'' Ketika ditanya, ''Adakah orang yang lebih berilmu dari Anda?'' Nabi Musa menjawab, ''Tidak ada.'' Lalu, Allah menegur Nabi Musa dengan firman-Nya, ''Sesungguhnya, di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.''
Lantas, Nabi Musa pun bertanya, ''Ya Allah, di manakah aku dapat menemuinya?'' Allah pun berfirman, ''Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan dalam keranjang. Sekiranya ikan itu hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu.''
Sesungguhnya, teguran Allah itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa untuk menemui hamba yang saleh itu. Di samping itu, Nabi Musa juga ingin sekali mempelajari ilmu dari hamba Allah tersebut.
Nabi Musa kemudian bermaksud menunaikan perintah Allah itu dengan
membawa ikan dalam wadah dan berangkat bersama-sama muridnya, Yusya
bin Nun.
Berangkatlah keduanya hingga akhirnya mereka tiba di sebuah batu (shakhrah) dan memutuskan beristirahat sejenak karena telah menempuh perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa dalam wadah itu tiba-tiba melompat ke dalam air. Sang murid (Yusya' bin Nun) tertegun memerhatikan kebesaran Allah itu.
Selepas menyaksikan peristiwa tersebut, Yusya' tertidur. Ketika terjaga, ia lupa untuk menceritakannya kepada Nabi Musa. Mereka berdua lalu meneruskan perjalanan hingga Nabi Musa berkata kepada Yusya', ''Bawalah ke mari makanan kita. Sesungguhnya, kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.'' (Surah Alkahfi: 62).
Menurut Ibn Abbas, ''Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih untuk melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah supaya menemui hamba-Nya yang lebih berilmu itu.'' Yusya' berkata kepada Nabi Musa, ''Tahukah kamu, tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (menceritakan) ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk menceritakannya, kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.'' (Surah Alkahfi: 63).
Nabi Musa segera teringat sesuatu bahwa mereka sebenarnya sudah menemukan tempat pertemuan dengan hamba Allah yang sedang dicarinya itu. Lalu, keduanya segera kembali menuju tempat hilangnya ikan tersebut. Musa berkata, ''Itulah tempat yang kita cari.'' Lalu, keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula (Surah Alkahfi: 64).
Setibanya di tempat hilangnya ikan tadi, Nabi Musa melihat seorang hamba Allah yang sedang duduk bersimpuh. Lalu, terjadilah perbincangan di antara Musa dan Khidir. Setelah memberi salam, Musa pun memperkenalkan diri. ''Aku Musa,'' paparnya.
Khidir bertanya, "Musa pemimpin Bani Israil?"
Musa menjawab, "Ya. Aku datang kepadamu supaya engkau mengajarkanku apa yang engkau ketahui."
Khidir menjawab, ''Sesungguhnya, kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku." (Alkahfi: 67).
"Hai, Musa, aku mempunyai ilmu yang diberikan dari ilmu Allah. Dia mengajariku hal-hal yang tidak engkau ketahui. Engkau pun mempunyai ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadamu yang tidak kumiliki."
Maka, Musa berkata, "Insya Allah, kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun." (Alkahfi: 69).
Maka, Khidir berkata kepada Musa, "Janganlah kamu bertanya kepadaku tentang sesuatu apa pun sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu." (Alkahfi: 70).
Selanjutnya, Musa pun akhirnya mengikuti Nabi Khidir. Namun, dari beberapa perbuatan yang dilakukan Nabi Khidir, ternyata Musa tidak bisa berlaku sabar. Misalnya, saat melubangi perahu, membunuh anak kecil, dan membangun dinding rumah tanpa upah. Musa selalu bertanya atas perbuatan Khidir. Hingga, Khidir menyatakan tibalah saatnya perpisahan antara keduanya.
''Inilah perpisahan antara aku dan kamu. Kelak, akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.'' (Alkahfi: 78).
Kemudian, khidir menjelaskan alasan-alasan di balik perbuatannya. Saat ia melubangi perahu, tujuannya agar perahu itu tidak dirampas oleh penguasa setempat karena rajanya hanya akan merampas perahu-perahu yang bagus. Mengenai anak kecil yang dibunuhnya: apabila dewasa nanti, anak tersebut akan membuat kedua orang tuanya menjadi durhaka kepada Allah.
Mengenai dinding rumah yang diperbaikinya, rumah tersebut adalah milik anak yatim piatu yang kedua orang tuanya adalah orang yang taat beribadah. Sementara itu, di bawah dinding rumah yang mau roboh tersebut, terdapat harta peninggalan kedua orang tuanya.
Pertemuan dua laut
Ada beberapa pendapat mengenai tempat pertemuan Nabi Musa dengan Nabi Khidir As atau yang disebut dengan Majma'a al-Bahrayni. Yang pasti, keterangan Alquran hanya menyebutkan tempat bertemunya dua laut.
Selain itu, Alquran juga tidak menyebutkan kapan peristiwa itu terjadi. Apakah itu terjadi ketika Musa masih berada di Mesir sebelum eksodus bersama Bani Israil atau setelah eksodusnya dari Mesir? Kapan waktunya setelah eksodus? Sebelum membawa mereka ke Tanah Suci (Ardlul Muqaddasah) atau setelah membawanya ke Tanah Suci?
Ada yang mengatakan bahwa tempat tersebut adalah pertemuan Laut Romawi dengan Persia, yaitu tempat bertemunya Laut Merah dengan Samudra Hindia. Pendapat yang lain mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di tempat pertemuan antara Laut Roma dan Lautan Atlantik.
Di samping itu, ada juga yang mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di sebuah tempat yang bernama Ras Muhammad, yaitu antara Teluk Suez dan Teluk Aqabah di Laut Merah.
Berangkatlah keduanya hingga akhirnya mereka tiba di sebuah batu (shakhrah) dan memutuskan beristirahat sejenak karena telah menempuh perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa dalam wadah itu tiba-tiba melompat ke dalam air. Sang murid (Yusya' bin Nun) tertegun memerhatikan kebesaran Allah itu.
Selepas menyaksikan peristiwa tersebut, Yusya' tertidur. Ketika terjaga, ia lupa untuk menceritakannya kepada Nabi Musa. Mereka berdua lalu meneruskan perjalanan hingga Nabi Musa berkata kepada Yusya', ''Bawalah ke mari makanan kita. Sesungguhnya, kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.'' (Surah Alkahfi: 62).
Menurut Ibn Abbas, ''Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih untuk melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah supaya menemui hamba-Nya yang lebih berilmu itu.'' Yusya' berkata kepada Nabi Musa, ''Tahukah kamu, tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (menceritakan) ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk menceritakannya, kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.'' (Surah Alkahfi: 63).
Nabi Musa segera teringat sesuatu bahwa mereka sebenarnya sudah menemukan tempat pertemuan dengan hamba Allah yang sedang dicarinya itu. Lalu, keduanya segera kembali menuju tempat hilangnya ikan tersebut. Musa berkata, ''Itulah tempat yang kita cari.'' Lalu, keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula (Surah Alkahfi: 64).
Setibanya di tempat hilangnya ikan tadi, Nabi Musa melihat seorang hamba Allah yang sedang duduk bersimpuh. Lalu, terjadilah perbincangan di antara Musa dan Khidir. Setelah memberi salam, Musa pun memperkenalkan diri. ''Aku Musa,'' paparnya.
Khidir bertanya, "Musa pemimpin Bani Israil?"
Musa menjawab, "Ya. Aku datang kepadamu supaya engkau mengajarkanku apa yang engkau ketahui."
Khidir menjawab, ''Sesungguhnya, kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku." (Alkahfi: 67).
"Hai, Musa, aku mempunyai ilmu yang diberikan dari ilmu Allah. Dia mengajariku hal-hal yang tidak engkau ketahui. Engkau pun mempunyai ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadamu yang tidak kumiliki."
Maka, Musa berkata, "Insya Allah, kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun." (Alkahfi: 69).
Maka, Khidir berkata kepada Musa, "Janganlah kamu bertanya kepadaku tentang sesuatu apa pun sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu." (Alkahfi: 70).
Selanjutnya, Musa pun akhirnya mengikuti Nabi Khidir. Namun, dari beberapa perbuatan yang dilakukan Nabi Khidir, ternyata Musa tidak bisa berlaku sabar. Misalnya, saat melubangi perahu, membunuh anak kecil, dan membangun dinding rumah tanpa upah. Musa selalu bertanya atas perbuatan Khidir. Hingga, Khidir menyatakan tibalah saatnya perpisahan antara keduanya.
''Inilah perpisahan antara aku dan kamu. Kelak, akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.'' (Alkahfi: 78).
Kemudian, khidir menjelaskan alasan-alasan di balik perbuatannya. Saat ia melubangi perahu, tujuannya agar perahu itu tidak dirampas oleh penguasa setempat karena rajanya hanya akan merampas perahu-perahu yang bagus. Mengenai anak kecil yang dibunuhnya: apabila dewasa nanti, anak tersebut akan membuat kedua orang tuanya menjadi durhaka kepada Allah.
Mengenai dinding rumah yang diperbaikinya, rumah tersebut adalah milik anak yatim piatu yang kedua orang tuanya adalah orang yang taat beribadah. Sementara itu, di bawah dinding rumah yang mau roboh tersebut, terdapat harta peninggalan kedua orang tuanya.
Pertemuan dua laut
Ada beberapa pendapat mengenai tempat pertemuan Nabi Musa dengan Nabi Khidir As atau yang disebut dengan Majma'a al-Bahrayni. Yang pasti, keterangan Alquran hanya menyebutkan tempat bertemunya dua laut.
Selain itu, Alquran juga tidak menyebutkan kapan peristiwa itu terjadi. Apakah itu terjadi ketika Musa masih berada di Mesir sebelum eksodus bersama Bani Israil atau setelah eksodusnya dari Mesir? Kapan waktunya setelah eksodus? Sebelum membawa mereka ke Tanah Suci (Ardlul Muqaddasah) atau setelah membawanya ke Tanah Suci?
Ada yang mengatakan bahwa tempat tersebut adalah pertemuan Laut Romawi dengan Persia, yaitu tempat bertemunya Laut Merah dengan Samudra Hindia. Pendapat yang lain mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di tempat pertemuan antara Laut Roma dan Lautan Atlantik.
Di samping itu, ada juga yang mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di sebuah tempat yang bernama Ras Muhammad, yaitu antara Teluk Suez dan Teluk Aqabah di Laut Merah.
Menurut Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zhilal al-Qur'an (Di
bawah Naungan Alquran), jilid 7, hlm 329 (Gema Insani, cet ketiga,
April 2008), pendapat yang paling kuat tentang dua laut itu adalah Laut
Rum dan Laut Qalzum (Yordania) atau Laut Putih dan Laut Merah.
Tempat bertemu keduanya adalah Laut Murrah (pahit) dan Danau Timsah (buaya) atau di tempat bertemu dua Teluk Aqabah dan Terusan Suez di Laut Merah. Daerah ini merupakan panggung sejarah Bani Israil setelah eksodus (keluar) dari Mesir.
Sementara itu, Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengungkapkan pendapat yang diriwayatkan oleh Qatadah dan ulama lain yang berpandangan bahwa bertemunya dua laut itu adalah Laut Faris (Persia) yang condong ke timur dan Laut Rum yang condong ke barat. Sedangkan, Muhammad bin Ka'ab al-Kurzhiy berkata, ''Pertemuan dua laut itu terletak di Laut Thanjah (Tangier), yaitu laut yang paling jauh di bagian barat.''
Namun demikian, kedua pendapat ini ditolak oleh Sayyid Quthb. ''Kami berpendapat bahwa dua pendapat ini sangat jauh dari kebenaran,'' jelasnya.
Sementara itu, Sami bin Abdullah al-Maghluts dalam bukunya Atlas Sejarah Nabi dan Rasul menyatakan, pendapat yang paling kuat mengenai lokasi dua lautan tempat pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir adalah di Teluk Aqabah dan Terusan Suez di Laut Merah. Sedangkan, pendapat yang menyatakan peristiwa itu berada di Laut Tangier (Thanjah) dan Spanyol sangat lemah.
Jalaluddin as-Suyuthi dalam tafsir ad-Dur al-Mantsur menukil hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas yang menyatakan bahwa pertemuan dua laut itu berdasarkan riwayat yang dibawa oleh Ibn Babawayh dan al-Qummi. Di situ, disebutkan bahwa tempat itu berada di sekitar wilayah Suriah dan Palestina. Hal ini mengingat alur cerita berkaitan dengan orang-orang yang tinggal di Nazaret. Riwayat lain yang dibawa as-Suyuthi menyebutkan bahwa pertemuan dua laut itu berada di Lembah Kura Aras, wilayah dekat Azerbaijan. Wa Allahu A'lam.
Syahruddin El-FikriTempat bertemu keduanya adalah Laut Murrah (pahit) dan Danau Timsah (buaya) atau di tempat bertemu dua Teluk Aqabah dan Terusan Suez di Laut Merah. Daerah ini merupakan panggung sejarah Bani Israil setelah eksodus (keluar) dari Mesir.
Sementara itu, Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengungkapkan pendapat yang diriwayatkan oleh Qatadah dan ulama lain yang berpandangan bahwa bertemunya dua laut itu adalah Laut Faris (Persia) yang condong ke timur dan Laut Rum yang condong ke barat. Sedangkan, Muhammad bin Ka'ab al-Kurzhiy berkata, ''Pertemuan dua laut itu terletak di Laut Thanjah (Tangier), yaitu laut yang paling jauh di bagian barat.''
Namun demikian, kedua pendapat ini ditolak oleh Sayyid Quthb. ''Kami berpendapat bahwa dua pendapat ini sangat jauh dari kebenaran,'' jelasnya.
Sementara itu, Sami bin Abdullah al-Maghluts dalam bukunya Atlas Sejarah Nabi dan Rasul menyatakan, pendapat yang paling kuat mengenai lokasi dua lautan tempat pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir adalah di Teluk Aqabah dan Terusan Suez di Laut Merah. Sedangkan, pendapat yang menyatakan peristiwa itu berada di Laut Tangier (Thanjah) dan Spanyol sangat lemah.
Jalaluddin as-Suyuthi dalam tafsir ad-Dur al-Mantsur menukil hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas yang menyatakan bahwa pertemuan dua laut itu berdasarkan riwayat yang dibawa oleh Ibn Babawayh dan al-Qummi. Di situ, disebutkan bahwa tempat itu berada di sekitar wilayah Suriah dan Palestina. Hal ini mengingat alur cerita berkaitan dengan orang-orang yang tinggal di Nazaret. Riwayat lain yang dibawa as-Suyuthi menyebutkan bahwa pertemuan dua laut itu berada di Lembah Kura Aras, wilayah dekat Azerbaijan. Wa Allahu A'lam.
No comments:
Post a Comment