Kejatuhan Soeharto: Usaha Amerika Serikat Mempertahankan Kuasa Modal di Indonesia?
Konsep Suharto dalam “tinggal landas” adalah menguasai seluruh aset negara, dibawah kendali Indonesia, Amerika Serikat nggak suka. Lalu Negara Amerika Serikat melemparkan ide Demokrasi Liberal untuk disusupi ke Indonesia, sebuah ide politik yang berlawanan dengan dasar sila ke 4 Pancasila : Musyawarah Mufakat,Demokrasi Liberal menafikan “Musyawarah Mufakat” menjadi “Suara Per Suara”.
Padahal sebelumnya di tahun 1966-1967 Amerika Serikat membantu Suharto membentuk Pemerintahan Junta Militer dibawah kendali Angkatan Darat, saat itu AS merasa dengan pembentukan Angkatan Darat sebagai penguasa militer maka di Indonesia akan terjadi kekacauan dengan perang saudara dan AS bisa masuk seperti masa mereka masuk ke Saigon lalu mengobarkan perang saudara, ternyata Suharto terlalu kuat. Suharto bisa mengendalikan semua lini kekuasaan dan menjadikan Indonesia sebagai negara yang bersatu, walaupun dituduh persatuan Suharto sebagai “Persatuan dibawah todongan bayonet”. Namun terbukti Suharto kuat mengendalikan NKRI bahkan berhasil menambah satu wilayah lagi yang saat itu tidak bertuan “Timor Timur”.
Di masa pemerintahan Suharto, BUMN-BUMN kita akan menjadi BUMN paling kuat di Asia bahkan dunia. Indosat diprediksi akan menjadi perusahaan telekomunikasi terkuat di Asia, Pabrik Pesawat Nurtanio akan memasok kebutuhan ribuan pesawat di dunia, Pabrik Baja Krakatau Steel akan dibuat Pak Harto jadi Pabrik Baja terbesar di dunia bahkan di masa itu RRC dan Jerman Barat sudah melakukan pendekatan untuk mengonsumsi baja Krakatau Steel. Banyak lagi BUMN kita kuat. Indonesia benar-benar jadi Macan Asia.
Dan Pak Harto sudah mulai jengah dengan dikte Amerika Serikat, pada tahun 1988 Pak Harto sudah perintahkan BJ Habibie mencari negara alternatif atas permodalan, waktu itu Jerman Barat sudah oke, tapi kesandung oleh runtuhnya Uni Sovjet, dan percaya atau tidak Pak Harto sudah mulai melakukan hubungan dengan Uni Sovjet melalui berbagai misi yang ia lakukan, Pak Harto berpandangan dua negara Kominis yang dulu ia musuhi seperti Cina dan Sovjet Uni harus dirangkul untuk jadi saingan AS, pada akhirnya hal ini sudah diketahui CIA dan mereka tidak suka. BJ Habibie dianggap bagian dari politik nasionalisasi ala Suharto, lalu BJ Habibie dikurung oleh kelompok militer. Habibie bermain cantik ia dekatin beberapa pemimpin politik yang dulu ditendang oleh Pak Harto, seperti Jenderal Purn. AH Nasution bahkan Habibie meminta Pak Harto bebasin Subandrio. Habibie juga gunakan kekuatan Islam untuk melakukan politik nasionalisasi aset jangka panjang.
Perusahaan-perusahaan besar di jaman Pak Harto menjadi incaran asing, dan intel asing paham, mereka sudah menanamkan investasi bahwa Suharto memiliki kejahatan kemanusiaan pada tragedi Gestapu 1965 dan penggulingan Sukarno di masa lalu, dari sinilah kemudian berkembang untuk menguasai Indonesia hancurkan Suharto lalu kuasai seluruh aset-aset nasional serta swasta nasional lewat menggugat dosa Suharto dimasa lalu, padahal Amerika Serikat dan dunia barat pada umumnya juga bertanggung jawab pada tragedi kemanusiaan 1965, bahkan Pramoedya Ananta Toer ditengarai gagal mendapatkan hadiah Nobel karena dekat dengan pihak lawan dunia barat.
Kemudian datanglah gelombang krisis moneter, IMF ambil peranan dan menawarkan bantuan, berkali-kali Pak Harto menolak, dia sampai puasa 7 hari untuk melihat masa depan bangsanya, berkali-kali pula Mahathir Mohammad menelpon Pak Harto untuk menolak tawaran IMF.
Tapi para pendendam Suharto sudah tidak sabar, ditambah para petualang-petualang politik serta para pengkhianat. Pak Harto bertahan untuk menolak IMF, akhirnya gelombang kerusuhan sosial tidak bisa bertahan, dan Suharto ditinggalkan para pengikut inti-nya, ia dikhianati.
Kini sebuah jaman berubah total, apa yang dinamakan demokrasi bukanlah demokrasi sesungguhnya, hanya kegaduhan suara disana sini, hanya orang rebutan kursi dan makelar proyek, demokrasi adalah nama lain untuk cari duit, bukan untuk politik partisipatif. Setiap hari TV-TV kita menyajikan perdebatan sosial dan politik yang tidak mendidik, sebuah jaman telah lewat, jaman Orde Baru yang dikutuki di masa lalu, justru dikenang banyak orang sebagai jaman normal. Kini Partai Politik hanyalah tempat cari proyek bukan tempat idealisme dan perjuangan.
Di satu sore menjelang kejatuhannya, Suharto duduk diam di teras rumahnya ditemani Menteri Sekretaris Kabinet Saadillah Mursyid “Tinggal kita sendiri ya?” Saadillah dengan wajah murung berkata “Ya, semuanya telah pergi” Pak Harto telah ditinggalkan banyak orang yang dibesarkan dan kemudian mengkhianatinya. Lalu jam 22.30 malam Pak Harto memanggil Saadillah lagi dan berkata “Segala usaha untuk menyelamatkan bangsa dan negara telah kita lakukan. Tetapi Tuhan rupanya berkehendak lain. Bentrokan antara mahasiswa dan ABRI tidak boleh sampai terjadi. Saya tidak mau terjadi pertumpahan darah. Oleh karena itu saya memutuskan untuk berhenti sebagai Presiden, menurut Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 “
Lalu Pak Harto meninggalkan Saadillah dan besoknya ia mengundurkan diri sebagai Presiden RI.
Kemunduran Pak Harto kemudian disambut pesta pora penguasaan modal oleh perusahaan asing. Kontrak-kontrak migas diperpanjang tidak ada lagi usaha nasionalisasi yang segera akan dilakukan Suharto, awalnya Suharto ingin menghentikan kontrak migas asing dan menyerahkan sepenuhnya pada perusahaan swasta nasional, namun pihak asing menghembuskan berita bahwa Suharto ingin menguasai Indonesia lewat kroninya. Bila Sukarno menyerahkan kedaulatan aset nasional pada Serikat Kerja, maka Suharto pada kroninya. Sementara Suharto keukeuh nasionalisasi harus jalan terus asal pemiliknya bangsa Indonesia.
Terbukti di masa Superliberal ini, hampir seluruh Bank-Bank Indonesia dikuasai modal asing, 95% lapangan migas dikuasai asing sementara di negara-negara lain 100% sudah milik nasional, sumber-sumber air kita dikuasai asing.
Menjadi pertanyaan besar disini, apakah penjatuhan Suharto adalah bagian dari usaha Amerika Serikat dan Para Kompradornya mempertahankan kuasa modal di Indonesia?
Hari ini, 15 tahun lalu Pak Harto jatuh…………
-Anton DH Nugrahanto-.
No comments:
Post a Comment