Mengapa Amerika “Kehilangan” Cina?

Selama bertahun-tahun, ada kesepakatan diantara warga Amerika, dalam hal yang belum pasti dan kabur, yang memendam kekecewaan bahwa Perang Dunia II merupakan “perang yang keliru melawan musuh yang keliru.” Komunisme, dalam paham mereka, seharusnya merupakan satu-satunya musuh dalam sejarah agenda kebijakan Amerika. Mengapa Hitler tidak dibiarkan saja? Dengan demikian Nazi akan menguasai Eropa Timur dan menghapus revolusi Bolshevik (1917) di Rusia secara menyeleruh dari muka bumi? Yang terjadi hanya nestapa Hitler yang kemudian berubah menjadi megalomania dan ingin menguasai Barat juga.
Tetapi perang sudah selesai. Orang Amerika kini menyadari bahwa mereka berada dalam  tiap sudut dunia. Tinta Jepang belumlah kering saat menandatangani perjanjian damai dengan Amerika saat para prajurit Jepang yang masih berada di Cina berkolaborasi dengan pasukan Amerika untuk menentang komunisme di Cina. Di Filipina dan Yunani, sebagaimana akan nampak dalam waktu berikutnya, Amerika tidak perlu menunggu perang berakhir sebelum mengendalikan pertempuran dengan Jepang dan Jerman untuk mencegah komunisme.
Komunisme di Cina telah menjalin kerja erat dengan militer Amerika selama perang, menyediakan informasi intelijen penting mengenai agresi Jepang. Tetapi hal itu bukanlah masalah. Jenderal Chiang Kai-shek telah diberdayakan sebagai agen Washington. Dia mengendalikan pemerintahan di Cina. Para pejabat Office of Strategic Service (cikal bakal CIA) memperkirakan kekuatan militer yang besar di bawah Chiang  telah diarahkan untuk menentang komunisme dibandingkan melawan Jepang. Dia juga sudah melakukan upaya terbaik dalam aliansi antara Tentara Merah dan Pasukan Amerika. Sekarang pasukan Chiang mencakup unit tentara Jepang dan ia telah memegang pemerintahan sebagai pemerintahan boneka. Jenderal Chiang juga sosok antikomunis. Bahkan, ia terlahir sebagai warganegara Amerika. Dia adalah sosok tangguh dalam bersaing dengan kekuatan Mao Tse-tung dan Chou En-lai. Presiden Truman sendiri dengan tegas mengakui penggunaan pasukan Jepang untuk mengendalikan komunisme. “Sudah menjadi hal yang terang benderang bagi kita bahwa jika kita katakana kepada Jepang untuk membiarkan prajurit mereka segera dan mengusai seluruh negeri, negara ini akan dikuasai oleh kalangan komunisme. Kita kemudian mengambil langkah tidak biasa mengenai pengendalian musuh sebagai pasukan pertahanan sampai kita dapat memastikan pasukan Chiang ke Cina Selatan dan mengirim Angkatan Laut untuk menjamin keamanan laut kawasan tersebut,” demikian disampaikan oleh Truman.
Penyebaran Angkatan Laut Amerika berubah cepat dan menghasilkan hasil yang begitu dramatis. Dua minggu setelah berakhirnya perang, Peking dikuasai oleh kalangan Komunis. Hanya terjadi sebelum pasukan Angkatan Laut itu mendarat guna mencegah pengambilalihan wilayah itu dari Tentara Merah.  Dan ketika tentara Mao mendarat di Sanghai, pesawat militer Amerika menerjunkan pasukan Chiang untuk mencoba menguasai kota tersebut. Di dalam pertempuranuntuk merebut kota-kota kunci dan pelabuhan sebelum dikuasai komunis, Amerika telah mengirimkan 400 ribu-500 ribu pasukan nasionalis dengan kapal dan pesawat udara di seluruh Cina dan Mansuria, namun mereka tidak pernah bisa menduduki tempat-tempat tersebut.
Saat perang sipil meletus, sebanyak 50.000 marinir dikirim oleh Presiden Truman guna mengamankan lintasan kereta api, pertambangan, pelabuhan, jembatan, dan tempat-tempat strategis yang lain. Sayangnya, mariner itu justru terlibat dalam perang dan menewaskan hampir separuh personel. Pasukan Amerika kemudian menyerang kawasan yang dikendalikan Tentara Merah, melakukan pembakaran, menangkap pejabat militer, dan menawan para tentara lainnya. Amerika melakukan peledakan di desa-desa kecil Cina , “tanpa mengetahui berapa jumlah penduduk tak bersalah yang menjadi korban.”
Sampai dengan tahun 1946, sebanyak 100 ribu personel militer Amerika masih berada di Cina, masih mendukung Jenderal Chiang. Penjelasan resmi mengatakan bahwa kehadiran personel itu untuk mengembalikan pasukan Jepang. Para personel itu kemudian mengajukan protes dan menuntut kepulangan mereka ke Amerika.
Anehnya, Amerika kemudian menjadi mediator dalam penyelesaian perang sipil itu dan secara aktif menjalankan fungsi itu. Pada Januari 1946, Presiden Truman nampaknya melakukan kompromi dengan kalangan komunis dan membiarkan seluruh Cina dikuasai oleh mereka. Jenderal George Marshall dikirim untuk melakukan genjatan senjata dan penjajagan dengan pemerintahan koalisi. Di samping aspek keberhasilan lainnya, upaya membentuk pemerintah koalisi gagal , karena yang terjadi semacam mengawinkan antara pemerintahan Tsar dengan kaum Boshelvik.
Tidak sampai akhir 1947, Pemerintah Amerika menarik pasukannya, sekalipun bantuan dan dukungan untuk pemerintahan Chiang berlanjut dalam bentuk lain dalam masa-masa selanjutnya. Pada tahun 1949, Amerika membantu kalangan Nasionalis hampir US$ 2 juta dalam bentuk tunai dan perlengkapan militer senilai US$ 1 juta,dan sebanyak 39 divisi pasukan nasionalis memperoleh pelatihan dan perlengkapan. Namun kekuasaan Chiang kemudian jatuh. Tidak hanya tekanan kalangan komunis, akan tetapi juga kekecewaan rakyat Cina akan watak Chinag yang memerintah dengan kejam, berwatak tiran, dan menyebabkan meluasnya korupsi di lingkungan birokrasi pemerintahan. Sebaliknya, wilayah-wilayah lain yang dikuasai oleh kalangan komunis dianggap mencerminkan pemerintahan yang jujur, progresif, dan adil. Pasukan Chiang kemudian dikalahkan oleh kekuatan kalangan komunis. Politisi dan pejabat militer Amerika sungguh tidak menyangka dengan kualitas pemerintahan Chiang. Pasukan nasionalis, kata Jenderal David Barr, yang memimpin misi militer Amerika di Cina, merupakan “bentuk kepemimpinan yang terburuk di dunia.”
Jenderal Chiang kemudian bersama pengikut dan pasukannya mengungsi ke Taiwan (Formosa). Mereka menghabiskan waktu selama 2 tahun untuk menguasai wilayah itu dengan melakukan pembunuhan massal terhadap 28.000 orang.  Sebelum Jenderal Chiang melarikan diri ke pulau tersebut, pemerintah Amerika tidak ragu untuk mengatakan bahwa Taiwan merupakan bagian dari Cina. Sesudah itu, ketidak pastian mulai menjalar di kalangan pejabat Washington. Krisis itu dipecahkan dengan cara yang sederhana: Amerika mendukung Chiang mengingat situasi yang dihadapinya bahwa Taiwan bukan merupakan wilayah Cina, tetapi Taiwan adalah Cina.
Dari rangkaian kejadian itu menjadi sangat mengherankan mengapa Amerika tidak pernah sungguh-sungguh mendukung Jenderal Chiang saat mengendalikan Cina. Bahkan saat Chiang mengungsi ke Taiwan, Amerika justru mengizinkan kampanye permusuhan untuk menentang pemerintahan komunis, dengan mengabaikan permintaan bantuan Chou En-lai dan sekutunya. Dalam pandangan kalangan komunis, dalam masalah ini sama sekali tidak menyentuh wilayah ideologi praktis. Bahkan, kelak terbukti bahwa Amerika mencoba membuat konspirasi untuk melenyapkan Chou En-lai dalam beberapa kali percobaan pembunuhan.
Bagaimanakah dengan faktor Uni Soviet saat itu? Pada tahun 1947, Jenderal Marshall membuat pernyataan bahwa sejauh yang dia ketahui, tak ada bukti bahwa kalangan komunis Cina didukung oleh Uni Soviet. Suatu bukti lain barangkali mengarah kepada konspirasi internasional. Sejak Stalin mengucapkan mantra “satu negara yang berpaham sosialisme”, dalam konferensi internasional di tahun 1920-an, pemimpin Rusia lebih banyak berdekatan dengan Chiang dibandingkan dengan Mao. Mereka juga mengirimkan surat lebih dari sekali untuk membujuk Mao supaya membubarkan pasukannya dan bergabung dengan kekuatan Chiang.  Setelah Perang Dunia II, ketika Soviet sendiri tengah menghadapi usaha rekonstruksi domestik, maka tak masuk nalar ketika Soviet membantu Cina yang kala itu penduduknya sudah  mencapai jumlah terbesar di dunia. Tetapi di kalangan Amerika sendiri tidak pernah terbukti mengapa sampai terjadi mereka “kehilangan Cina”: apakah intervensi Soviet, tindakan Departemen Luar Negeri yang pro komunisme, sikap pengecut Gedung Putih, misi diplomatik dan militer yang tolol, tipu daya kalangan komunis, atau apa?

Mas Ishar

No comments: