Pocut Baren; Menjawab fitnah Nyak Kulam
Lhoh binaan Belanda ini kerap membuat laporan palsu agar bisa mendapatkan uang dari Belanda
TAHUN 1912 kubu-kubu pertahanan Belanda di pedalaman Meulaboh banyak yang ditutup. Hanya tinggal tangsi militer Belanda di Kuala Bee. Hal ini, mungkin pertimbangan penguasa Belanda bahwa situasi telah mulai membaik di kota-kota dan kampung-kampung, sekalipun di pedalaman yang jauh dan hutan belantara perang gerilya masih berkecamuk.
Komandan Tangsi Kuala Bee, Letnan J B De Kort menyelidiki kegiatan gerilya dengan mengangkat seorang mata-mata (lhoh) dari warga Aceh. Namanya Nyak Kulam. Lhoh binaan Belanda ini kerap membuat laporan palsu agar bisa mendapatkan uang dari Belanda. Tak jarang dia menjadi agen ganda untuk kaum gerilyawan agar mendapat uang tambahan.
Berdasarkan catatan Teuku Zainal Harusy, seorang juru tulis Komandan Militer Tangsi Belanda Kuala Bee yang dikutip H M Zainuddin dalam buku Srikandi Aceh menuliskan, pada suatu hari terjadilah peristiwa yang menghebohkan gara-gara laporan sang mata-mata Nyak Kulam kepada majikannya Letnan J B De Kort yang ceroboh. Kejadian tersebut berawal ketika seorang pembantu rumah tangga Pocut Baren yang bernama Afeulah berzina dengan seorang laki-laki.
Perbuatan itu diketahui oleh Pocut Baren yang kemudian memerintahkan bawahannya untuk menyelidiki kejadian tersebut. Setelah diketahui laporan itu benar, Pocut Baren mengambil tindakan tahrib yaitu menggunduli kepala Afeulah.
Hukum yang diterapkan Pocut Baren ini tentu membuat Nyak Kulam merasa terhina. Dia merasakan Pocut Baren telah mencemarkan nama baiknya dengan menghukum pembantunya tersebut. Sebagai mata-mata Belanda, Nyak Kulam melaporkan hal itu kepada Letnan J B De Kort.
Tanpa penyelidikan atas laporan itu, Letnan J B De Kort mengambil tindakan dengan gegabah. Dia memerintahkan ajudannya untuk memanggil Pocut Baren selaku Uleebalang Tungkop dan Geumee yang dipulihkan kekuasaannya setelah ditangkap Belanda tempo lalu. Pocut diperintahkan menghadap J B De Kort di Kuala Bee.
Sebagai seorang uleebalang yang tahu harga diri, Pocut menemui pimpinan Belanda tersebut. Setiba di Kuala Bee barulah Pocut mengetahui bahwa dirinya dipanggil untuk diperiksa tentang penggundulan kepala pembantu rumah tangga Nyak Kulam.
Mengetahui hal tersebut, Pocut menolak tegas pemeriksaan yang dilakukan J B De Kort. "Tuan tidak berhak memeriksa saya," katanya.
"Tuan memanggil saya untuk datang ke mari saja sudah melanggar adat kami, Uleebalang Aceh."
"Pocut toh tahu, saya ini adalah Komandan Tangsi Kuala Bee yang baru diangkat," tanya De Kort angkuh. "Dan karena itu saya berhak memanggil uleebalang mana pun."
"Tuan hanya seorang komandan militer," jawab Pocut dengan suara tinggi. "Tuan boleh mengurus urusan militer dan tidak berhak mencampuri urusan uleebalang."
"Apa saja saya bisa kerjakan," kata De Kort dengan sombong. "Saya perintahkan Pocut menjawab pertanyaan juru tulis!"
"Kaphee paleeh (kafir keparat)...!" jawab Pocut Baren dengan amarah bergelora, sambil berdiri dia menghunus rencong dan mengejar De Kort yang terkejut dan lari terbirit-birit. Pocut bersusah payah hendak menikam Belanda tersebut namun terjatuh karena kaki palsunya tanggal.
Letnan De Kort melaporkan kejadian tersebut kepada Kapten Th. J Veltman sebagai Penguasa Militer/Sipil di Meulaboh. Kapten Veltman mengimbau agar De Kort tidak mengambil tindakan apa-apa hingga kapten tersebut tiba di Kuala Bee.
Veltman akhirnya tiba ke Kuala Bee bersama seorang perwira, Letnan G. F. V Gosensons. Setelah menyelidiki laporan itu, Veltman mengetahui bahwa tindakan De Kort salah. Dia langsung memecat De Kort sebagai Komandan Militer Tangsi Kuala Bee dan menggantinya dengan Gosensons.
Setelah menyelesaikan permasalahan tersebut, Veltman menjumpai Pocut Baren di kediamannya di Tungkop. Dia memperkenalkan Komandan Tangsi Militer Kuala Bee baru kepada Pocut Baren yang masih marah tersebut.
Kendati kaki kanannya putus dalam peperangan terakhir menyerang Belanda, Pocut terus memimpin Tungkop dan Geumee sebagai uleebalang. Dia meninggal di tahun 1933 sebagai uleebalang yang dicintai rakyatnya dan disegani Belanda.[]
Wanita Aceh; Negarawan dan Panglima Perang karangan Ali Hasjmy
Komandan Tangsi Kuala Bee, Letnan J B De Kort menyelidiki kegiatan gerilya dengan mengangkat seorang mata-mata (lhoh) dari warga Aceh. Namanya Nyak Kulam. Lhoh binaan Belanda ini kerap membuat laporan palsu agar bisa mendapatkan uang dari Belanda. Tak jarang dia menjadi agen ganda untuk kaum gerilyawan agar mendapat uang tambahan.
Berdasarkan catatan Teuku Zainal Harusy, seorang juru tulis Komandan Militer Tangsi Belanda Kuala Bee yang dikutip H M Zainuddin dalam buku Srikandi Aceh menuliskan, pada suatu hari terjadilah peristiwa yang menghebohkan gara-gara laporan sang mata-mata Nyak Kulam kepada majikannya Letnan J B De Kort yang ceroboh. Kejadian tersebut berawal ketika seorang pembantu rumah tangga Pocut Baren yang bernama Afeulah berzina dengan seorang laki-laki.
Perbuatan itu diketahui oleh Pocut Baren yang kemudian memerintahkan bawahannya untuk menyelidiki kejadian tersebut. Setelah diketahui laporan itu benar, Pocut Baren mengambil tindakan tahrib yaitu menggunduli kepala Afeulah.
Hukum yang diterapkan Pocut Baren ini tentu membuat Nyak Kulam merasa terhina. Dia merasakan Pocut Baren telah mencemarkan nama baiknya dengan menghukum pembantunya tersebut. Sebagai mata-mata Belanda, Nyak Kulam melaporkan hal itu kepada Letnan J B De Kort.
Tanpa penyelidikan atas laporan itu, Letnan J B De Kort mengambil tindakan dengan gegabah. Dia memerintahkan ajudannya untuk memanggil Pocut Baren selaku Uleebalang Tungkop dan Geumee yang dipulihkan kekuasaannya setelah ditangkap Belanda tempo lalu. Pocut diperintahkan menghadap J B De Kort di Kuala Bee.
Sebagai seorang uleebalang yang tahu harga diri, Pocut menemui pimpinan Belanda tersebut. Setiba di Kuala Bee barulah Pocut mengetahui bahwa dirinya dipanggil untuk diperiksa tentang penggundulan kepala pembantu rumah tangga Nyak Kulam.
Mengetahui hal tersebut, Pocut menolak tegas pemeriksaan yang dilakukan J B De Kort. "Tuan tidak berhak memeriksa saya," katanya.
"Tuan memanggil saya untuk datang ke mari saja sudah melanggar adat kami, Uleebalang Aceh."
"Pocut toh tahu, saya ini adalah Komandan Tangsi Kuala Bee yang baru diangkat," tanya De Kort angkuh. "Dan karena itu saya berhak memanggil uleebalang mana pun."
"Tuan hanya seorang komandan militer," jawab Pocut dengan suara tinggi. "Tuan boleh mengurus urusan militer dan tidak berhak mencampuri urusan uleebalang."
"Apa saja saya bisa kerjakan," kata De Kort dengan sombong. "Saya perintahkan Pocut menjawab pertanyaan juru tulis!"
"Kaphee paleeh (kafir keparat)...!" jawab Pocut Baren dengan amarah bergelora, sambil berdiri dia menghunus rencong dan mengejar De Kort yang terkejut dan lari terbirit-birit. Pocut bersusah payah hendak menikam Belanda tersebut namun terjatuh karena kaki palsunya tanggal.
Letnan De Kort melaporkan kejadian tersebut kepada Kapten Th. J Veltman sebagai Penguasa Militer/Sipil di Meulaboh. Kapten Veltman mengimbau agar De Kort tidak mengambil tindakan apa-apa hingga kapten tersebut tiba di Kuala Bee.
Veltman akhirnya tiba ke Kuala Bee bersama seorang perwira, Letnan G. F. V Gosensons. Setelah menyelidiki laporan itu, Veltman mengetahui bahwa tindakan De Kort salah. Dia langsung memecat De Kort sebagai Komandan Militer Tangsi Kuala Bee dan menggantinya dengan Gosensons.
Setelah menyelesaikan permasalahan tersebut, Veltman menjumpai Pocut Baren di kediamannya di Tungkop. Dia memperkenalkan Komandan Tangsi Militer Kuala Bee baru kepada Pocut Baren yang masih marah tersebut.
Kendati kaki kanannya putus dalam peperangan terakhir menyerang Belanda, Pocut terus memimpin Tungkop dan Geumee sebagai uleebalang. Dia meninggal di tahun 1933 sebagai uleebalang yang dicintai rakyatnya dan disegani Belanda.[]
Wanita Aceh; Negarawan dan Panglima Perang karangan Ali Hasjmy
No comments:
Post a Comment