Pocut Baren; Setelah Srikandi Kuta Macang itu ditawan
Di Tanoh Mirah peperangan terus berkecamuk oleh sisa pasukan Pocut. Mereka dipimpin salah satu saudara Pocut, Teuku Teungoh
POCUT Baren yang telah menjadi orang tawanan dikirim ke Meulaboh dan dilanjutkan dengan kapal laut ke Kuta Raja (Banda Aceh). Kakinya tertembak dalam pertempuran merebut Tangsi Tanoh Mirah dan terpaksa diamputasi karena tulang utamanya telah hancur.
Ali Hasjmy dalam buku Wanita Aceh; Negarawan dan Panglima Perang menukilkan setelah keluar Rumah Sakit Militer Belanda, Pocut yang cacat menjadi tawanan di Kuta Raja dan mendapat pengawalan ketat dari Belanda. Rumah bekas tempat tinggal sementara Sultan Muhammad Daud menjelang dibuang ke Ambon menjadi tempat penahanan Pocut Baren.
Sementara itu, di Tanoh Mirah peperangan terus berkecamuk oleh sisa pasukan Pocut. Mereka dipimpin salah satu saudara Pocut, Teuku Teungoh.
Saat itu pemimpin Belanda di Aceh Jenderal van Heutsz diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Posisinya diganti oleh van Dallen yang terkenal kejam. Dia membunuh semua warga Aceh yang mempertahankan kedaulatan kemerdekaannya. Tidak terkecuali anak-anak dan wanita. Setiap perkampungan dibumihanguskan dan harta kekayaan dirampok baik emas maupun ternak piaraan.
Tindakan van Dallen yang kejam sama sekali tidak melemahkan perjuangan rakyat Aceh. Daerah Tanoh Mirah dan sekitarnya terus bergolak, penyerangan terhadap Tangsi Tanoh Mirah dan Kuala Bee terus dilakukan siang malam.
Di samping membunuh dan membakar, van Dallen juga menangkap siapa saja yang dianggap ikut memimpin peperangan dan membuang ke luar Aceh. Baik ke Jawa Tengah, Ternate, Ambon, Manado dan daerah lainnya.
Di saat Jenderal van Dallen hendak membuang Pocut Baren ke Jawa, tindakannya ditentang oleh seorang perwira penghubung bernama Kapten Veltman. Dia memberikan advis kepada Pocut Baren untuk dikembalikan ke daerah kelahirannya. Menurut Veltman, tindakan pembuangan Pocut ke Jawa akan menjadi martir perjuangan rakyat Aceh.
Kebijakan sekaligus tentangan dari Veltman ini cukup beralasan. Dia sendiri telah fasih berbahasa Aceh dan telah mempelajari adat istiadat Aceh. Veltman mempelajari tipikal keluarga pemimpin Aceh yang dibuang ke luar daerahnya, yang kemudian bangkit berperang di jalan Allah karena tindakan-tindakan tersebut. Dia menasehati van Dallen untuk tidak menambah deretan nama orang buangan terutama Pocut Baren yang merugikan politik kolonialisme Belanda di Aceh.
Jenderal van Dallen menerima nasehat Veltman. Namun hal itu mendapat reaksi negatif dari kalangan orang Belanda yang ada di negaranya maupun di tanah Jawa. Bahkan sejumlah perwira bawahannya merasa jijik dengan kebijakan van Dallen yang mengikuti nasehat Veltman.
Pocut Baren dikembalikan ke daerahnya. Namun dia tidak mau disentuh oleh Belanda untuk memanggulnya ke Tanoh Mirah. Berdasarkan catatan Ali Hasjmy dalam bukunya Wanita Aceh; Negarawan dan Panglima Perang menuliskan Pocut dinikahkan dengan Rasyid yang ditugaskan memanggul Pocut ke tanah kelahirannya. Setelah menikah dengan Pocut Baren, Rasyid dianugerahkan gelar Teuku Muda Rasyid.[]
Ali Hasjmy dalam bukunya Wanita Aceh; Negarawan dan Panglima Perang
Ali Hasjmy dalam buku Wanita Aceh; Negarawan dan Panglima Perang menukilkan setelah keluar Rumah Sakit Militer Belanda, Pocut yang cacat menjadi tawanan di Kuta Raja dan mendapat pengawalan ketat dari Belanda. Rumah bekas tempat tinggal sementara Sultan Muhammad Daud menjelang dibuang ke Ambon menjadi tempat penahanan Pocut Baren.
Sementara itu, di Tanoh Mirah peperangan terus berkecamuk oleh sisa pasukan Pocut. Mereka dipimpin salah satu saudara Pocut, Teuku Teungoh.
Saat itu pemimpin Belanda di Aceh Jenderal van Heutsz diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Posisinya diganti oleh van Dallen yang terkenal kejam. Dia membunuh semua warga Aceh yang mempertahankan kedaulatan kemerdekaannya. Tidak terkecuali anak-anak dan wanita. Setiap perkampungan dibumihanguskan dan harta kekayaan dirampok baik emas maupun ternak piaraan.
Tindakan van Dallen yang kejam sama sekali tidak melemahkan perjuangan rakyat Aceh. Daerah Tanoh Mirah dan sekitarnya terus bergolak, penyerangan terhadap Tangsi Tanoh Mirah dan Kuala Bee terus dilakukan siang malam.
Di samping membunuh dan membakar, van Dallen juga menangkap siapa saja yang dianggap ikut memimpin peperangan dan membuang ke luar Aceh. Baik ke Jawa Tengah, Ternate, Ambon, Manado dan daerah lainnya.
Di saat Jenderal van Dallen hendak membuang Pocut Baren ke Jawa, tindakannya ditentang oleh seorang perwira penghubung bernama Kapten Veltman. Dia memberikan advis kepada Pocut Baren untuk dikembalikan ke daerah kelahirannya. Menurut Veltman, tindakan pembuangan Pocut ke Jawa akan menjadi martir perjuangan rakyat Aceh.
Kebijakan sekaligus tentangan dari Veltman ini cukup beralasan. Dia sendiri telah fasih berbahasa Aceh dan telah mempelajari adat istiadat Aceh. Veltman mempelajari tipikal keluarga pemimpin Aceh yang dibuang ke luar daerahnya, yang kemudian bangkit berperang di jalan Allah karena tindakan-tindakan tersebut. Dia menasehati van Dallen untuk tidak menambah deretan nama orang buangan terutama Pocut Baren yang merugikan politik kolonialisme Belanda di Aceh.
Jenderal van Dallen menerima nasehat Veltman. Namun hal itu mendapat reaksi negatif dari kalangan orang Belanda yang ada di negaranya maupun di tanah Jawa. Bahkan sejumlah perwira bawahannya merasa jijik dengan kebijakan van Dallen yang mengikuti nasehat Veltman.
Pocut Baren dikembalikan ke daerahnya. Namun dia tidak mau disentuh oleh Belanda untuk memanggulnya ke Tanoh Mirah. Berdasarkan catatan Ali Hasjmy dalam bukunya Wanita Aceh; Negarawan dan Panglima Perang menuliskan Pocut dinikahkan dengan Rasyid yang ditugaskan memanggul Pocut ke tanah kelahirannya. Setelah menikah dengan Pocut Baren, Rasyid dianugerahkan gelar Teuku Muda Rasyid.[]
Ali Hasjmy dalam bukunya Wanita Aceh; Negarawan dan Panglima Perang
No comments:
Post a Comment