Pocut Baren; Srikandi Aceh dari Kuta Gunong Macang
Pocut juga sering melakukan penyerangan terhadap patroli Belanda yang hendak mencari lokasi persembunyian Pocut Baren.
Dia dibesarkan oleh asap mesiu, didendangkan tingkah dentuman suara meriam dan bedil. Semangatnya digelora oleh derunya gemerincingan pedang bergumul, fisik dan mentalnya dibina oleh gemuruhnya lagu-lagu jihad di jalan Allah.
Namanya Pocut Baren, lahir di tahun 1880. Ayahnya bernama Cut Ahmad seorang Uleebalang Tungkop. Sejak pecah Perang Sabil di Aceh, ayahnya turut memimpin rakyatnya dalam berbagai medan pertempuran. Di usia muda, antara umur 7 hingga 14 tahun, Pocut selalu mengikuti sang ayah di berbagai medan perang.
Setelah dewasa Pocut dipinang seorang keujrun yang menjadi Uleebalang Geume, sebuah wilayah yang berada di Rantau XII (Aceh Barat). Uleebalang Geume merupakan seorang panglima perang di kawasan Woyla.
Di usianya yang baru menginjak 18 tahun, Pocut Baren menjadi janda. Suaminya gugur di medan perang dalam pertempuran Woyla. Pocut mengambil alih kekuasaan suaminya sebagai panglima perang dan Uleebalang Nanggroe Geume. Dia memimpin perang melawan Belanda selama sepuluh tahun, antara tahun 1898 hingga 1906.
Untuk mengantisipasi serangan Belanda, dia membangun sebuah kuta (benteng) pertahanan yang tangguh di Gunong Macang. Benteng itu tidak berapa jauh dari Tanoh Mirah, pusat pemerintahan Nanggroe Geume.
Pocut baru mengetahui bahwa Gunong Macang terdapat sebuah gua besar. Gunong (gunung) tersebut juga dikelilingi hutan belantara yang lebat dan sangat cocok dijadikan benteng. Dari Gua Gunong Macang Pocut sering menyerang tangsi Belanda yang dibangun di Tanoh Mirah. Serangan mendadak ini menimbulkan korban cukup banyak di pihak Belanda. Pocut juga sering melakukan penyerangan terhadap patroli Belanda yang hendak mencari lokasi persembunyian Pocut Baren.
Setiap patroli yang dikirim untuk mencari Kuta Gunong Macang selalu pasukan patrol itu kembali ke posnya Tanoh Mirah dengan mayat serdadu yang mati konyol. Komandan Tangsi Tanoh Mirah, Letnan H. Scheurler menjadi amat bingung karena banyak pasukannya yang gugur akibat serangan Pocut Baren. Setelah mendapat bantuan dari Kuala Bee dan Meulaboh, Letnan H Scheurler memerintahkan pasukannya menembus hutan belantara dan mendaki Gunong Macang.
Saat pasukan Scheurler sedang mendaki, pasukan Pocut Baren menggulingkan ratusan batu besar. Serangan ini mengakibatkan serdadu Belanda banyak yang mati dan luka-luka. Penyerbuan itu gagal total.
Mendengar kabar tersebut, Komandan tentara Belanda di Meulaboh, Kapten P.H.A Heldens selaku Kepala Pemerintahan Sipil (Gezhaghebber) memerintahkan Scheurler mencari pintu gua di kaki gunung itu. Usaha ini tidak sia-sia berkat pertolongan seorang pengikut Pocut yang berkhianat. Dia menjadi lhoh (mata-mata) Belanda dan menunjukkan lokasi tersebut.
Guna merebut kuta tersebut, pasukan Belanda mengadakan persiapan yang matang. Dari jumlah pasukan hingga logistik perang diboyong dari Meulaboh dan Kuta Raja (Banda Aceh). Atas perintah Kapten P.H.A Heldens, Letnan H Scheuler lalu menyerbu Kuta Gunong Macang dengan memasuki empat pintu gua yang ada di kaki gunung secara serentak.
Serangan besar ini menemui kegagalan akibat pasukan Pocut Baren telah bersiaga di setiap pintu masuk. Belanda mundur ke Tangsi Tanoh Mirah membawa korban yang begitu banyak. Jengkel dengan kekalahan beruntun ini, Letnan H Scheuler meminta restu PHA Heldens untuk membakar setiap pintu gua yang ada di Gunung Macang. Permintaan ini disetujui oleh Kuta Raja dan Letnan Scheuler diberi modal berupa dua ribu liter minyak tanah.
Tak pelak, Gunong Macang berubah menjadi lautan api dan baru padam setelah nyaris sepekan. Pembakaran ini menyisakan mayat-mayat yang gosong di Gunong Macang termasuk mayat Teuku Cut Ahmad, ayah Pocut Baren.
Namanya Pocut Baren, lahir di tahun 1880. Ayahnya bernama Cut Ahmad seorang Uleebalang Tungkop. Sejak pecah Perang Sabil di Aceh, ayahnya turut memimpin rakyatnya dalam berbagai medan pertempuran. Di usia muda, antara umur 7 hingga 14 tahun, Pocut selalu mengikuti sang ayah di berbagai medan perang.
Setelah dewasa Pocut dipinang seorang keujrun yang menjadi Uleebalang Geume, sebuah wilayah yang berada di Rantau XII (Aceh Barat). Uleebalang Geume merupakan seorang panglima perang di kawasan Woyla.
Di usianya yang baru menginjak 18 tahun, Pocut Baren menjadi janda. Suaminya gugur di medan perang dalam pertempuran Woyla. Pocut mengambil alih kekuasaan suaminya sebagai panglima perang dan Uleebalang Nanggroe Geume. Dia memimpin perang melawan Belanda selama sepuluh tahun, antara tahun 1898 hingga 1906.
Untuk mengantisipasi serangan Belanda, dia membangun sebuah kuta (benteng) pertahanan yang tangguh di Gunong Macang. Benteng itu tidak berapa jauh dari Tanoh Mirah, pusat pemerintahan Nanggroe Geume.
Pocut baru mengetahui bahwa Gunong Macang terdapat sebuah gua besar. Gunong (gunung) tersebut juga dikelilingi hutan belantara yang lebat dan sangat cocok dijadikan benteng. Dari Gua Gunong Macang Pocut sering menyerang tangsi Belanda yang dibangun di Tanoh Mirah. Serangan mendadak ini menimbulkan korban cukup banyak di pihak Belanda. Pocut juga sering melakukan penyerangan terhadap patroli Belanda yang hendak mencari lokasi persembunyian Pocut Baren.
Setiap patroli yang dikirim untuk mencari Kuta Gunong Macang selalu pasukan patrol itu kembali ke posnya Tanoh Mirah dengan mayat serdadu yang mati konyol. Komandan Tangsi Tanoh Mirah, Letnan H. Scheurler menjadi amat bingung karena banyak pasukannya yang gugur akibat serangan Pocut Baren. Setelah mendapat bantuan dari Kuala Bee dan Meulaboh, Letnan H Scheurler memerintahkan pasukannya menembus hutan belantara dan mendaki Gunong Macang.
Saat pasukan Scheurler sedang mendaki, pasukan Pocut Baren menggulingkan ratusan batu besar. Serangan ini mengakibatkan serdadu Belanda banyak yang mati dan luka-luka. Penyerbuan itu gagal total.
Mendengar kabar tersebut, Komandan tentara Belanda di Meulaboh, Kapten P.H.A Heldens selaku Kepala Pemerintahan Sipil (Gezhaghebber) memerintahkan Scheurler mencari pintu gua di kaki gunung itu. Usaha ini tidak sia-sia berkat pertolongan seorang pengikut Pocut yang berkhianat. Dia menjadi lhoh (mata-mata) Belanda dan menunjukkan lokasi tersebut.
Guna merebut kuta tersebut, pasukan Belanda mengadakan persiapan yang matang. Dari jumlah pasukan hingga logistik perang diboyong dari Meulaboh dan Kuta Raja (Banda Aceh). Atas perintah Kapten P.H.A Heldens, Letnan H Scheuler lalu menyerbu Kuta Gunong Macang dengan memasuki empat pintu gua yang ada di kaki gunung secara serentak.
Serangan besar ini menemui kegagalan akibat pasukan Pocut Baren telah bersiaga di setiap pintu masuk. Belanda mundur ke Tangsi Tanoh Mirah membawa korban yang begitu banyak. Jengkel dengan kekalahan beruntun ini, Letnan H Scheuler meminta restu PHA Heldens untuk membakar setiap pintu gua yang ada di Gunung Macang. Permintaan ini disetujui oleh Kuta Raja dan Letnan Scheuler diberi modal berupa dua ribu liter minyak tanah.
Tak pelak, Gunong Macang berubah menjadi lautan api dan baru padam setelah nyaris sepekan. Pembakaran ini menyisakan mayat-mayat yang gosong di Gunong Macang termasuk mayat Teuku Cut Ahmad, ayah Pocut Baren.
No comments:
Post a Comment