Interaksi Simbolik Suku Dayak Iban yang Dianggap Suku Penuh Magic
Dayak Iban bukanlah suku yang asing bagi masyarakat Kalimantan, meskipun data komputer BPS Kalimantan Barat
yang diterbitkan tahun 2003 tidak menginventarisir subsuku ini sebagai
bagian dari suku Dayak di Kalimantan Barat. Bahkan subsuku Dayak Iban
juga menyebar di dua negara sekaligus, yaitu Indonesia dan Malaysia.
Di Indonesia, khususnya Kalimantan Barat, subsuku Iban setidaknya menyebar di enam kabupaten, yaitu Kabupaten Kapuas Hulu, Bengkayang, Sambas, Sintang, Melawi, dan Sanggau.
Memang
suatu hal yang aneh bilamana sebuah buku atau bahan publikasi mengenai
suku-suku di Kalimantan Barat secara menyeluruh, tetapi melewatkan suku
Iban. Dayak Iban, atau biasa juga dikenal dengan istilah orang Batang Rejang
atau orang Majang, terkenal sebagai suku yang handal dalam berperang
terutama dalam perang antarsuku Dayak yang pernah bergejolak di Bumi
Kalimantan sebelum tahun 189410. Tidak sedikit yang ditaklukkan dan
wilayahnya dikuasai laksana “agresor”.
Suku
Iban pada masa lampau juga terkesan tanpa kompromi dengan pihak lawan,
meskipun lawannya banyak memperlihatkan kesamaan budaya dan bahasa
seperti suku Kantu’, Ketungau, dan lain-lain. Namun demikian dalam sejarah perkembangannya, suku Dayak Iban memiliki andil besar kepada Republik Indonesia.
Tidak
mengherankan jika karakter subsuku ini dikenal baik oleh para pasukan
TNI yang beroperasi di Perbatasan Indonesia-Malaysia di wilayah
Kabupaten Sintang dan Kapuas Hulu. orang Iban banyak membantu TNI yang
tidak tahu banyak medan di dua kawasan tersebut. Mereka menjadi penunjuk
jalan untuk menumpas kantong-kantong persembunyian PGRS/PARAKU.
Nothofer,
James T. Collins, A. B. Hudson, dan Paul Kroeger berasumsi bahwa bahasa
Dayak Iban merupakan bahasa kelompok besar yang menganggotai beberapa
bahasa subsuku Dayak yang lain, seperti bahasa suku Dayak Kantu’,
Ketungau, Mualang, dan Desa. Oleh karena itu, para ahli lingusitik di atas menggunakan istilah Ibanik.
Dari
penelitian ini, beberapa bahasa di Kalimantan Barat yang dapat
dikategorikan dalam kelompok Ibanik ini tidak hanya keempat subsuku
tersebut di atas. Masih banyak lagi yang dapat dikelompokkan dalam
kelompok Ibanik ini. Di Kabupaten Kapuas Hulu saja setidaknya terdapat
lima bahasa subsuku Dayak yang dapat digolongkan ke dalam kelompok
Ibanik ini, seperti bahasa Dayak Kantu’, Sebaru’, Sekapat, Rembay, dan Desa.
Dayak
Iban jika dilihat dari wilayah penyebarannya di Kabupaten Kapuas Hulu,
hampir meliputi seluruh wilayah Kabupaten Kapuas Hulu bagian utara.
Kelompok ini tersebar di enam kecamatan, yaitu Kecamatan Putussibau,
Embaloh Hulu, Batang Lupar, Badau, Empanang, dan sebagian kecil juga
terdapat di Kecamatan Embau.
Dayak
Iban pada masa lampau selain dikenal sebagai pengayau yang ulung, dan
memiliki kebiasaan membuat tato ditubuh, juga memiliki perangai yang
lembut dan baik hati. Sikap gotong-royong yang terlihat pada tradisi
perladangan yang cenderung membuka lokasi perladangan dalam satu
hamparan yang luas, atau pada saat upacara-upacara ritual masih
terpelihara dengan baik. Mereka juga masih mempertahankan pola pemukiman
hidup di rumah adat betang panjang. Dalam istilah bahasa Iban rumah
betang itu disebut rumah panyay. Rumah panjang tersebut merupakan tempat
memelihara kekayaan bu-daya mereka, meskipun kini mereka hidup di alam
modern.
Orang
Dayak Iban juga terdapat di Kabupaten Sambas dan Bengkayang. Dayak Iban
di Kabupaten Bengkayang jumlahnya sangat sedikit. Mereka hanyalah
pendatang dari wilayah Iban di kawasan Ngkilili, Lubuk Antu, dan Sri
Aman di Sarawak. Suku Iban ada di Kecamatan Jagoi Babang dan Seluas.
Mereka berpindah dari Sarawak ke Jagoi Babang dan Seluas pada masa
pendudukan Jepang di Sarawak tahun 1942. Pada waktu itu, kawasan Sarawak
dijadikan Jepang sebagai kem tahanan. Kem tersebut merupakan kem
konsentrasi untuk pekerja paksa, tempat penyiksaan, dan kerja rodi.
Karena tidak tahan terhadap perilaku orang-orang Jepang yang kejam maka
sekelompok orang Iban mengadakan perpindahan secara diam-diam. Mereka
kemudian menetap di Kampung Pareh yang terletak di tepi Sungai Sekumba.
Sekitar tahun 1975, beberapa keluarga Iban di Kampung Pareh kemudian
berpindah ke Kampung Pasir Putih di Seluas dengan alasan agar mudah
mencapai tempat untuk sekolah, puskesmas, pasar, dan dapat mengakses
sarana transportasi untuk menjangkau daerah-daerah yang jauh.
Pada
sensus tahun 1986 jumlah orang Iban di Kampung Pareh sekitar 235 jiwa.
Pada tahun 2002 jumlahn mereka menjadi sekitar 500-an orang. Dalam kurun
waktu selama 15 tahun jumlah ini melonjak dua kali lipat. Hal ini
dikarenakan terjadinya perkawinan campur serta pembauran dengan subsuku
Dayak yang lain.
Bahasa
yang dituturkan oleh orang Iban di Pareh dan Pasir Putih masih
merupakan bahasa Iban. Orang-orang Iban terkenal dengan kesetiaan
terhadap bahasa yang mereka miliki walaupun mereka berada dalam kelompok
kecil di luar lingkungan tanah asal-usul.
Sementara
itu, di sebuah kampung di tepi Sungai Ketungau bagian hulu, di
Kecamatan Ketungau Hulu, Kabupaten Sintang, terdapat sekelompok orang
yang mengaku sebagai orang Iban. Kampung itu adalah Kampung Riam
Sejawak. Mereka bertutur menggunakan bahasa Iban yang ciri-ciri utamanya
adalah bunyi [ai] pada akhir kata-kata tertentu. Bahasa mereka ini
biasa disebut sebagai bahasa benadai.
Di
tengah kampung tersebut terdapat sebuah lapangan terbang yang biasa
digunakan Misi Kristen. Keramaian kampung tersebut semakin bertambah
manakala para investor mengincar Bukit Sejawak yang terdapat berbagai
kandungan tambang.
Orang
Iban menyebar pula ke Kabupaten Sanggau. Kelompok masyarakat yang
bermukim di bagian timur Kecamatan Sekayam, tepatnya orang Dayak yang
bermukim di Perbatasan Sarawak, Malaysia dan Kabupaten Sintang menyebut
dirinya orang Dayak Iban. Masyarakat umum menyebutnya sebagai Iban
Sebaro’. Mereka bermukim di Kampung Perimpah, Tapang Peluntan, Guna’
Banir, Sungai Tekam, Sungai Beruang, Tapang Sebeluh, Sungai Daun,
Engkabang, Miru’, Malenggang, dan Sungai Sepan. Sedangkan kelompok
masyarakat yang umumnya bermukim di Sungai Sekayam lebih mengenal
kelompok masyarakat ini sebagai subsuku Dayak Kedeh. Hal ini dikarenakan
mereka bermukim di Sungai Kedeh ketika pertama kali berimigrasi di
wilayah Kabupaten Sanggau.
Dilihat
dari aspek bahasa yang dituturkan hakikatnya kelompok masyarakat ini
sangat dekat dengan penutur bahasa Iban. Dalam hal ini bahasa yang
dituturkan adalah bahasa Iban yang memiliki hubungan yang sangat erat
dengan bahasa Melayu. Berdasarkan data penduduk Kecamatan Sekayam
diperkirakan mereka berjumlah 4.106 jiwa.
Nur Elda
No comments:
Post a Comment