Islam Rahmatan Lil-alamin Wa Rahmatan Lil-Indunisiyyin


Dalam sebuah masyarakat yang majemuk, rasa untuk saling menghargai dan menghormati serta menjunjung tinggi hak masing-masing merupakan tanggung jawab yang begitu kompleknya. Begitupun dengan apa yang terjadi di Indonesia. Negeri yang terdiri dari beragam agama, ras, etnis dengan kultur yang berbeda-beda ini sangat rentan melahirkan konflik. Cita-cita persatuan Indonesia memang seharusnya sudah mencapai fase terakhirnya pasca kemerdekaan, sehingga posibilitas untuk munculnya konflik sangat tidak logis karena bangsa Indonesia sudah melalui penderitaan dan persamaan nasib lantaran kolonialisme selama tiga ratus lima puluh tahun lamanya yang merupakan pengalaman sekaligus pelajaran berharga bagi bangsa ini mengenai akan pentingnya persatuan. Lantaran cita-cita sila ketiga tersebut belum terealisasi dengan optimal, oleh sebab itu bangsa Indonesia masih juga disibukkan oleh wacana-wacana perpecahan yang dihembuskan oleh sebagian kalangan yang menghendaki untuk keluar dari barisan NKRI semisal ancaman separatisme dari gerakan papua merdeka dan republik Maluku selatan ditambah lagi dengan kekerasan-kekerasan yang kadang kala terjadi di kalangan antar umat beragama. Dari deretan kompleksitas problema yang ada ini lama-kelamaan apabila tidak disikapi secara serius dapat meledak layaknya sebuah bom waktu, dimana bangsa Indonesia akhirnya terpecah belah seperti apa-apa yang telah dialami oleh Negara adidaya Uni Soviet. Dengan demikian peningkatan intensitas rasa toleransi dengan cara sosialisai betapa pentingnya multikulturalisme dan saling mengedepankan proses dialog secara berkala sangat diperlukan dalam sebuah bangsa yang bhineka. Minimnya dialog antar kalangan baik itu suku, agama dan etnis pada akhirnya dapat menyebabkan kesalahpahaman yang berujung pada munculnya kekerasan itu sendiri.
Posisi Islam Dalam Menjaga Keutuhan NKRI
Sebagai agama yang “rahmatan lil-alamin”, rahmat bagi semesta alam, dimanakah letak nilai-nilai ajaran islam dalam rangka mengayomi umatnya agar tidak terprovokasi untuk melakukan hal-hal yang intoleran dalam pengertian yang negatif? Dalam Al-Qur’an surat Al-Mumtahanah ayat 8, Allah berfirman yang artinya: “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. Dari ayat tersebut, sudah jelas bahwa islam menghendaki umatnya agar berlaku adil kepada siapapun walaupun berlainan agama. Karena hakikatnya, ketika kita berbicara tentang toleransi, maka ketika itu pula kita menjunjung tinggi asas nilai keadilan bersama. Karena toleransi yang kita anut bukanlah toleransi intern agama saja, melainkan toleransi lintas agama pun sebetulnya merupakan kunci dari pengertian toleransi dalam arti yang seluas-luasnya. Hanya saja penggalian makna “islam sebagai rahmatan lil-alamin”, oleh sebagian pemeluknya masih dianggap tabu dan sulit untuk diinterpretasikan secara universal, sehingga yang terjadi saat ini adalah kemandegan pemikiran yang berimplikasi pada fatalitas terhadap sesuatu yang berlainan. Gerakan radikalisme yang muncul akhir-akhir ini adalah permisalan dari ketimpangan pemahaman bahwa islam cinta perdamaian. Perbedaan penafsiran tentang suatu ayat sudah tentu adanya, sebab proses berpikir dan tingkat pencernaan penalaran manusia yang satu tidak sama dengan yang lainnya. Tetapi apabila hal tersebut berujung pada perilaku kekerasan dan pengrusakan, maka dimanakah letak pemahaman mereka bahwa islam “rahmatan lil-alamin”. Allahu allam-
Ahmad N

No comments: