Kutukan Presiden Soekarno: Kita Akan Menjadi Bangsa Budak!!

KITA BANGSA KULI!!
Dalam sebuah buku  yang berisi pidato-pidato sang proklamator, dalam salah satu ucapanya  beliau berkata WE ARE COOLI NATIONS AND COOLI AMONG NATIONS. Kita akan menjadi bangsa kuli dan kuli diantara bangsa-bangsa. Sungguh ini kata-kata yang sangat pedas. Entah apa yang sedang ada di benak si Bung waktu itu. Apakah ini berkaitan dengan sikap mental beberapa orang di seklilingnya waktu itu. Apakah ini berhubungan dengan pandangan jauh kedepan mengenai kondisi bangsanya sendiri di masa yang akan datang. Nyatanya hari ini kita benar-benar menjumpai rakyat bangsa kita menjadi menjadi kuli di luar negri dan di negrinya sendiri. Dan Negara ini tidak mandiri dan terkesan lembek saat kedaulatanya di injak-injak bangsa asing.
Kekulian kita- kalau boleh di tulis begitu- yang terjadi dikalangan rakyat jelata dengan kehidupan ekonomi yang serba kekurangan alias melarat dan miskin ditandai dengan banyaknya mereka yang bekerja menjadi buruh yang di bayar dengan harga murah. Tenaganya di hargai dengan rupiah yang hanya pas-pasan untuk hidup anak dan istrinya. Tidak pernah bersisa uang di setiap ahkhir bulanya. Makananyapun jangan jangan kalah dengan makanan anjing para orang kaya yang bisa makan daging dan minum susu setiap paginya. Setiap hari sebagian rakyat ini hanya makan tempe dan ikan asin. Kalau tidak percaya sesekali menginaplah di tempat orang-orang miskin itu. Akan di temui rumah-rumah tanpa jendela dan ventilasi yang cukup, dengan dinding dari ‘Gedeg’(bilik bambu) ala kadarnya, lantai tanah serta kamar mandi dan kakus (wc cemplung) yang pasti akan merasa jijik kalau kaki ini menginjak di tempat itu. Setiap hari makan seadanya. Rumah-rumah bagus dan kehidupan mewah hanya ada di TV, dalam sinetron-sinetron, rumah para artis-selebritis dan para pejabat yang hidup serba kecukupan. Sungguh enak jadi pejabat dan anggota Dewan, mulai dari celana dalam, kompor gas, BBM, sampai jalan-jalan di biayai oleh Negara.
Kekulia kita-kalau boleh di tulis begitu- berikutnya adalah akibat jerat kemiskinan yang berkepanjangan di dalam negrinya sendiri. Akibat menjual tenaga terlalu murah dengan maksud menarik investor asing menjadikan kemiskinan semakin akrab dan melilit kuat kehidupan rakyat. Dengan mimpi dan harapan mengubah nasib sebagian mereka mencoba peruntungan menjadi KULI DI LUAR NEGRI. Kuli sebenar-benarnya kuli. Karena yang menjadi modal hanyalah otot bukan otak. Hanya tenaga belaka bukan ilmu dan keahlianya. Kuli di negri orang dengan bayaran yang lebih tinggi dari kuli di negrinya sendiri. Sudah cukup menyenangkan meskipun tenaganya tetap di hargai lebih murah dari buruh-buruh bangsa lain yang ada disitu sama pekerjaanya dengan dirinya. Di luar negripun mereka belum mejadi buruh tapi kuli.
Makin tahun makin banyaklah Negara ini MENG-EKSPOR BANGSANYA SENDIRI. Perusahaan PJTKI dengan para kakitanganya blusukan di lorong-lorong sempit sampai ujung-ujung desa. Merayu dan membujuk mereka yang miskin papa untuk bekerja menjadi BUDAK di negri tetangga. Julukan Indah yang di berikan kepada mereka adalah PAHLAWAN DEVISA, inilah julukan pahlawan paling istimewa dari  sebuah Negara yang  tidak mampu meraup devisa dari kekayaan alamnya yang luar biasa. Rakyat menjadi komoditi ekspor penghasil devisa sebagai kuli mancanegara.
Sebagian mereka ada yang berhasil, menjadi kaya. Rumah-rumah bagus ada beberapa bermunculan di desa-desa. Namun bayaran dan tebusanya luar biasa. Pengorbanan yang berbahaya. Ibu-ibu meninggalkan bayi dan anaknya. Istri-istri meninggalkan suminya. Anak-anak kehilangan kasih sayang. Para suami atau istri terpasung hasrat seksual dan birahinya. Anak terlantar dan rumah tangga berantakan. Lihatlah setelah para ibu menjadi kuli diluar negri, kenakalan remaja di kalangan keturunan mereka menjadi-jadi. Selingkuh dan pelacuran menjadi kebiasaan para suami atau istri. Anak nakal, suami atau istri liar menjadi sesuatu yang biasa dan wajar. Keluarga berantakan seberantak-berantaknya dan perceraian makin meningkat jumlahnya.
Cobalah Tanya pada para remaja yang tumbuh di tempat kumuh atau yang baru tamat sekolah, tanyakan tentang cita-cita mereka. Jangan berharap seperti dulu kala mereka berani berkata Aku ingin jadi sarjana, akun ingin jadi tentara atau unjukan sebuah cita-cita tinggi dalam mimpinya. Sekarang cobalah Tanya…diantara mereka akan berkata MAU KELUAR NERGI SAJA, menjadi kuli seperti tetangga atau ibu bapaknya.
Dibalik kemilau para kuli di luar negri ini selain secara sistemik merusak keutuhan sebuah keluarga dan rumah tangga, dan runtuhnya cita-cita generasi penerusnya sesungguhnya menyimpan CERITA SERIBU DUKA. Karena kuli-kuli ini sesungguhya semakna dengan BUDAK-BUDAK yang di perjual belikan pada zaman purba. Hanya saja sekarang di bungkus dengan hokum dan kata-kata yang membuat sejuk artinya. Penjualan gadis muda belia asal Indonesia, hukuman pancung dan hukuman mati lainya. Mereka yang hilang tak tentu rimbanya, yang disiksa, yang diperkosa, yang pulang bunting membawa janin dalam perutnya, yang terbunuh dan bunuh diri atau celaka di tempat kerja yang di kejar-kejar seperti binatang buruan dan penjahat adanya adalah bagian cerita nestapa, yang sering terdengar. Tapi pertolongan dan simpati tak pernah menyapa mereka. Andai saja ada seorang asing seperti dari  Amerika, inggris atau Negara lainya mati di tempat kita Indonesia, alangkah heboh dan sibuknya mereka(dan juga kita) mengusut sebab-sebab kematianya, mecari pelakunya dan menyingkapkan tabirnya. Tapi ketika bangsa sendiri teraniaya bahkan terbinasa sekalipun kita masih tenang-tenang saja seolah memang kita ini manusia kuli yang tiada berharga.
Di tataran berbangsa dan bernegara, perkataan Soekarno kiranya telah pula menjadi nyata. Setelah mangkatnya maka mati pulalah api gelora bela Negara dan junjung tinggi harga diri bangsa. Tidak ada lagi yang berani BERTERIAK seperti INGGRIS KITA LINGGIS-AMERIKA KITA SETRIKA-GO TO HELL WITH YOUR AID-GANYANG MALAYSIA saat merasa tersinggung dan harga diri di hina. Sebaliknya kita bahkan menjadi perpanjangan tangan  -perkataan lain dari budak dan kuli-  yang dengan setia dan patuh menjalankan agenda-agenda dunia dan Negara lain. Mudah di tekan, diatur dan di dikte. Takut saat diancam. Dan loyo bila berhadapan dengan yang lebih kuat. INI DADAKU begitu tantang Soekarno menghadapi ancaman dan tekanan, tidak lagi terdengar dan hanya menjadi kisah heroic di cerita-cerita perjuangan. Mirip dongeng-dongeng klasik.
Penampilan dari luar memang sekilas kondisi Negara menjadi lebih kaya, pembangunan ada dimana-mana. Negara ini menjadi kaya denga hutang-hutangnya. Hutang inilah seperti tali jerat yang selalu mengancam nyawa bila tak menuruti si pemberi hutangya. Inilah perbudakan halus oleh Negara Negara kaya dan berpengaruh di dunia.MEREKA BUKAN MEMPERBUDAK MANUSIA TAPI MEMPERBUDAK SEBUAH BANGSA DAN NEGARA. Mereka menjelma menjadi Negara-negara MAJIKAN yang harus di turuti kemauanya. Akibatnya banyak kebijakan yang harus sesuai keinginan mereka. Banyak pesanan. Banyak perintah. Banyak suruhan. Jika tidak menurut kita akan di pecut. Kalau tidak mengalah kita akan di salah. Ujungnya adalah rakyat yang akan menjadi penerima mata rantai derita pada akhirnya.
Apakah ini benar-benar kutukan yang menjadi nyata. Entahah. Tanyakan saja pada angina sejarah yang selalu bertiup sepanjang masa dari zaman ke zaman. Kutukan atau bukan itu tidak menjadi penting adanya. MENYALAKAN API LEBIH BERMAKNA DARIPADA MERUTUK KEGELAPAN YANG TENGAH MEMBUTA. Tentu Soekarno tidak pernah bermaksud mengutuk bangsanya sendiri. Kata-katanya bisa jadi adalah cambuk untuk melecut gairah rakyatnya untuk lebih maju. Jangan sampai menjadi kuli-kuli atau jongos atau  bangsa lain.
Untuk menolak kutukan hanya ada satu cara yaitu doa dan usaha. Doa dapat diartikan bahwa dalam mengurus bangsa para pejabatnya diliputi oleh kondisi spiritual yang prima. Takut berbuat salah dan dosa. Selalu berada di jalan lurus sesuai petunjuk tuhan dan aturan Negara. Berikutnya adalah usaha. Usaha-usaha untuk memakmurkan bangsa yang diawali dengan memiliki cinta terhadap rakyatnya seperti dia mencintai dirinya. Selanjutnya adalah kerja. Kerja-kerja-kerja dan kerja yang membawa perubahan nyata. Bukan hanya sibuk berkata-kata dan retorika. Omong kososng belaka. Apalagi bicara yang Cuma mengadu domba elemen-elemen bangsa. Kemudian semuanya itu harus dilaksanakan dalam satu kesatuan dan kebulatan tekad untuk saling bekerjasama dalam harmoni sebagai satu bangsa, yang meskipun berbeda-beda tapi tetap memiliki tujuan yang sama yaitu membuat bangsa ini berjaya.
MERDEKA!!!

Sunita Y

No comments: