Menggali Lobang (ala PKI)
Menjelang 30
September 1965, di setiap sekolah, SD, SMP atau SMA, hampir semua guru
dan murid sibuk gotong royong menggali lobang, tidak tahu untuk apa
gunanya. Hal yang sama juga terjadi di SD di mana kami belajar.
SD kami berada di kaki bukit, dua
gedung berhadap-hadapan, di antara dua gedung terdapat halaman cukup
luas. Di belakang satu gedung masih ada tanah yang datar cukup luas
sebelum bukit, sedang di belakang gedung yang satu lagi sudah langsung rumah-rumah
penduduk. Beberapa lobang yang digali berada di belakang satu gedung di
antara gedung dengan bukit di atasnya. Ada beberapa lobang yang digali
dan dibuat sangat baik menyerupai huruf tertentu. Ada huruf S, T, W atau
Z. Ketika seorang murid bertanya pada seorang guru, untuk apa
lobang-lobang tersebut digali, guru yang ditanya ini hanya bilang:
“Ikuti saja perintah”. Perintah siapa tidak ada yang tahu.
Namanya saja murid
SD, ketika jam istirahat kadang sejumlah murid bermain-main di seputar
lobang-lobang tersebut. Kalau ada guru yang melihatnya, murid-murid
dimarahin: “Jangan bermain di situ. Nanti rusak lobangnya”, kata Pak
guru.
Hari berganti hari, minggu berganti
minggu, dan bulan berganti bulan, kemudian meletus Gerakan Tigapuluh
September PKI, yang kemudian diikuti Gerakan Satu Oktober atau Gestok
membasmi pemberontak PKI. Setelah peritiwa yang sangat memperihatinkan
itu, karena banyak warga Indonesia yang mati sia-sia waktu itu, baru
terdengar berita bahwa lobang-lobang itu dimaksudkan untuk mengubur guru
dan murid yang tidak sepaham dengan PKI apabila PKI menang melawan
pemerintah pada waktu itu. Mengetahui hal itu, semua guru dan murid
bersyukur bahwa PKI dapat ditumpas kala itu.
Johnson Dongoran
No comments:
Post a Comment