Peperangan Ali Bin Abi Talib dengan Aisyah Radhiallahu Anha dalam Insiden Unta
Ketika terbunuhnya Usman bin
Affan akibat ulah pemberontak di Basrah dan Kufah yang menyerang Madinah
Ali bin Abi Talib-lah yang begitu keras membela Usman bin Affan, saat
rumah beliau dikepung oleh pemberontak sementara persediaan air terbatas
maka Ali-lah yang membawakan air dengan rintangan kaum pemberontak yang
membayanginya. Begitupun saat terbunuhnya Usman, jenazahnya dihalang
untuk dimakamkan, Ali-lah yang bernegosiasi dengan kaum pemberontak,
namun upayanya sepertinya gagal, hingga Jenazah Amirul Mukminin Usman
bin Affan dikebumikan tengah malam yang gelap, tidak lebih dari 10 orang
pelayat, pemberontak masih berusaha melempari jenazah Usman namun dapat
dihalau oleh Ali. Singkat cerita Ali-lah yang dipilih menjadi Khalifah
keempat pengganti Usman.
DI MEKAH: saat
terbunuhnya Usman bertepatan dengan bulan suci, dan Aisyah umul mukminin
sedang memimpin jamaah haji dari Madinah, saat ingin bertolak kembali
ke Madinah setelah melakukan Ibadah Haji terdengar tentang kematian
Usman dan terpilihnya Ali, Aisyah sangat marah besar akibat terbunuhnya
Usman. Iapun kembali ke Mekah menghindari fitnah yang menyebar.
Di Masjidilharam orang ramai sedang berkumpul
mendengar Aisyah sedang berbicara dibalik tirai, mengungkapkan
kemarahannya terhadap Pembunuh Usman, dampak pidatonya tersebut besar
sekali melihat kedudukan Aisyah sebagai Istri Rasulullah dan Anak dari
Khalifah pertama Abu Bakar Ash-Shiddiq, Aisyah memang sudah lama tidak
menyukai Ali mengingat saat tersebar “berita bohong” yang menimpa
Aisyah.
(berita bohong: saat Rasulullah dan kaum
muslimin juga Aisyah sedang pulang dari suatu tempat, tiba-tiba Aisyah
tertinggal karena ketiduran, dan prajurit-prajurit yang ditugaskan
membawa Aisyah lupa mengecek bahwa didalam kencana tersebut tidak ada
Aisyah, hingga seorang kafilah menemukannya sedang tertidur dan
membawanya dengan memberikannya unta sedang kafilah tersebut berjalan
kaki, mereka berdua tiba di Madinah, berita bohongpun muncul menuding
Aisyah bersama lelaki bukan Muhrimnya, dan Ali dengan tegas berkata pada
Rasullulah didepan Aisyah saat kembali ke Madinah berkata “masih banyak
perempuan lain yang lebih baik” hingga Aisyah sngat terpukul mendengar
kata-kata Ali dan datanglah wahyu yang membebaskan Aisyah dari fitnah
tersebut)
Selain karena berita bohong Aisyah juga tidak
menyukai Ali menikah dengan Asma’ al-Khasyamiyah yaitu Istri Abu Bakar
setelah Abu Bakar wafat. Juga ibu Muhamad bin Abu Bakar yang membunuh
Usman (saat itu pembunuh Usman masih simpangsiur siapa pelakunya, hingga
kinipun masih ada versi cerita yang berbeda)
Aisyahpun berangkat menuju Basrah atas usul
Talhah dan Jubair, beserta rombongan Aisyah menuju Basrah, pada mulanya
Aisyah menolak untuk berperang, tapi mereka mengatakan Aisyah menuju
Basrah untuk mengajak orang-orang menuntut pembunuh Usman (sedikit
ganjil, bukankah pemberontak yang membunuh Usman datangnya dari Basrah
dan Kufah? Tapi kita lihat cerita selanjutnya)
PERJALANAN AISYAH DAN ROMBONAN KE BASRAH:
Sementara dalam perjalanan ke Basrah
(sebenarnya Penduduk Basrah sudah membaiat Ali) tiba-tiba datang Mugirah
bin Syu’bah berkata:
“saudara-saudara, perjalanan
kalian bersama ibu kalian, lebih baik bawa kembalilah, kalau kalian
marah kepada Usman, pemimpin-pemimpin kalian yang membbunuh Usman, kalau
kalian merasa ada hal yang kalian benci kepada Ali, jelaskan apa yang
membuat kalian membencinya, demi Allah saya besumpah dalam satu tahun
ini ada dua fitnah besar” dan iapun pergi sementara rombongan tetap melanjutkan perjalanan.
Saat sampai disebuah mata air mereka
mendengar ada beberapa anjing menggonggong, Aisyah bertanya tentang
tempat mata air itu dan diberitahu bahwa ini adalah Hau’ab. Aisyah
terkejut kaget, tersentak gelisa, dengan dahi yang bertambah keriput, “Kembalikan saya, Kembalikan saya!” katanya, “Saya
mendengar Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam berkata, ketika itu
istri-istrinya berada di Hau’ab, siapa diantara kalian yang disalak oleh
anjing Hau’ab maka kembalilah”
Namun Abdullah bin Zubair membwa 50 orang bani Amir bersumpah tempat itu bukan Hau’ab.
DI BASRAH:
Di Basrah Aisyah mendapat perlawanan dari
Gubernur Basrah yang tidak mengiinkannya masuk, sementara rombongannya
semakin bertambah oleh orang yang setuju menuntut pembunuh Usman, adu
mulut terjadi antara pihak Gubernur dan pihak Aisyah yang diwakili
Talhah dan Zubair (dua orang ini telah membaiat Ali terlebih dahulu
namun berbalik menentangnya)
Di Iraq Imam Ali mendapat perlawanan dari
Muawiyah gubernur Syam yang tak mau membaiatnya dengan alasan sebelum
menangkap pembunuh Usman ia (Muawiyah) tak akan membaiatnya, namun di
Basrah perang saudara hampir meledak maka Imam Ali menunda berangkat
menuju Muawiyah di Syam (suriah) dan pergi ke Basrah. Sebelum sampai di
Basrah saat Aisyah Umulmukminin sedang berpidato meledaklah perang yang
bermula dari perang mulut antara kubu Aisyah dengan kubu Basrah yang
berujung perang fisik. Inilah kengerikan pertumpahan darah antara sesama
muslim. Hingga Kubu Aisyah akhirnya dibolehkan tinggal di Basrah dan
keadaan kembali stabil, namun gencatan senjata tidak berlangsung lama
sebelum datangnya Ali bin Abi Talib tiba-tiba datang suara tidak jelas
dari mana sumbernya berkata: “kalau kita menunggu sampai Ali datang, ia akan menghukum kita!”
pertempuranpun tak dapat direlakan, dan makin banyak korban kedua belah
pihak yang berjatuhan, gubernur basrah terdesak dan tertangkap, Hakim
bin Jabalah dan pengikut-pengikutnya terbunuh dan akhirnya Basrah
dikuasai kubu Aisyah.
Dan Imam Alipun segera menuju Basrah dengan
banyak pasukan untuk menengankan penduduk Basrah dan berdamai dengan
Aisyah, Imam Ali berkata pada pengikutnya bahwa disana kita tidak boleh
berperang, jika mereka tidak mau mengikuti kita maka sebaiknya kita
pulang agar tak terjadi pertumpahan darah.
INSIDEN UNTA (WAQ’AT AL-JAMAL):
Sesampai di Basrah Ali meyakini Talhah dan Zubair dengan berkata
“bukankah kalian sudah mebaiat saya?’
“kami membaiat anda terpaksa, untuk itu anda tidak berhak pada kami!”
Ali seperti tak sadarkan diri mendengar perkataan mereka, dan Ali tetap sabar dan berkata
“bukankah saya saudara kalian
seagama, darah saya haram bagi kalian dan darah kalian haram bagi saya?
Adakah hal lain yang mebuat darahku menjadi halal?”
“yang sedang menantikan darah usman” kata Talhah.
Mendengar itu Ali tertusuk, hatinya pilu dan
sangat sedih, diluar dugaan inikah Talhah yang sebenarnya, orang yang
begitu keras menentang Usman, dia yang keras mengerahkan orang membunuh
Usman sekarang dia yang membela mati-matian dengan segala cara. Ali
tetap sabar meskipun Airmata dihatinya telah mengalir begitu deras,
sedih dan terpukul namun ia tetap berusa menyadarkan mereka, iapun
berkata pada Zubair
“ingatkah Anda ketika Rasulullah berkata kepada anda bahwa engkau akan memerangi aku dengan cara yang tidak adil terhadap aku?”
mendengar hadist tersebut Zubair tersentak kaget dan haru, tampak
matanya berkaca-kaca menahan sedih dan penyesalan yang telah diperbuat,
bagaimana mungkin ia harus memerangi Ali yang telah tua renta dan
menjadi kesayangan Rasulullah. Zubairpun menemui Aisyah dan berkata
“siapa kelompok yang zalim itu?” hati Zubair masih bergetar mengingat
Hadist Rasulullah yang diucap Ali tadi, dan berkata pada Aisyah bahwa ia
ingin menjauhkan diri tapi nasipya memang menyedihkan tak lama setelah
penyesalannya ia terbunuh di Wadi Suba’ tanpa diketahui siapa
pembunuhnya. Ali mendatangi tempat terbunuhnya Zubair dengan airmata
kesedihan yang mendalam, mengambil pedang Zubair dan berkata “pedang yang selalu menjauhkan bencana dari Rasulullah”
Setelah itu perangpun pecah yang tidaklain
Talhah mengerahkan pasukan dan terus menerus melawan pasukan Ali, wajah
Talhah terluka terkena bidikan panah Marwan bin Hakam teman
seperjuangannya dulu yang kini menjadi musuhnya. Talhahpun terbunuh
setelah dihujani panah waktu meninggalkan medan pertempuran,Ali berusaha
menolongnya namun gagal, saat pengikut Aisyah sudah meletakan senjata
Ali berkata jangan membidik panah, jangan menyerang, hingga pasukan Ali
bertahan, namun terus dihujani panah pasukan Aisyah, satu,dua hingga
tiga pasukan Ali roboh terkena panah, Ali memanggil anak muda menyuruh
mengangkat Mushaf Quran petanda berhentinya peperangan, namun sayang
anak muda yang mengangkat Mushaf Quran itupun dipanah hingga tewas.
Melihat kondisi demikian Muhammad bin abu
Bakar menyuruh Amirulmukmnin untuk balas menyerang karena tak sanggup
lagi menghalau panah lawan, Ali dengan pasrah menyerahkan panji pada
anaknya, Muhammad bin al-Hanafiah karena serba salah melihat pasukannya
yang berjatuhan terkena panah, dan perangpun tak terelakan, mayat-mayat
berjatuhan bagiakan daun kering yang jatuh dari pohonnya, darah
bersimbah ditanah bagiakan hujan mengalir, hingga pasukan Aisyah
berhasil dikalahkan dan Ali segera menghentikan peperangan.
Tetapi terjadi perkembangan, diluar dugaan
tiba-tiba kubu Aisyah yang dipimpin Abdulallah bin Zubair mengeluarkan
Aisyah ditempat tinggalnya dalam masjid dan mengusung kesebuah pelamping
berlapis besi yang ada diatas seekor unta yang berlapis pakaian kulit
harimau, disana ia membawa Aisyah Umulmukminin ke medan perang, pasukan
Aisyah bertambah semangat melihat Aisyah yang keluar kemedang perang,
mereka semakin merasa dekat dengan keluarga Nabi, Ali yang melihat
pertarungan semakin keras demi tidak terjadi korban yang lebih besar
memerintahkan kaki belakang unta tersebut ditebas namun hati-hati jangan
sampai mencelakai Aisyah dan perintahpun dilaksanakan maka unta
tersebut roboh ditengah medan perang, dengan berhati-hati Muhammad bin
Abu Bakar dan Ammar bin Yasir membawa pelangkin yang memuat Aisyah
ketepi.
Setelah itu Ali datang memberi salam pada
Aisyah dengan menahan marahnya, dan berbicara sebentar mendoakan ampunan
untuk Aisyah, yang dijawab oleh Aisyah dengan mendoakan Ali. Dengan
penuh rasa hormat Aisyah dikeluarkan dari dalam pelangkin dan diutuslah
Muhammad bin Abu Bakar untuk membawa kakanya tersebut (Aisyah) ke salah
satu rumah di Basrah sebelum kembali ke Madinah hingga pertempuranpun
selesai.
Sungguh sejarah yang sangat memilukan melihat
keluarga Rasulullah berperang, keterlibatan Aisyah dan Ali dalam
peristiwa tersebut membawa malapetaka bagi umat, namun terkadang
perdamaian terjadi setelah melalui peperangan. Disini kita harus
mengambil hikmah dari peristiwa diatas, kini Ali merasa sedikit tenang
namun tugas terberatnya pada pembangkangan Muawiyah baru menjadi
permulaan dalam kisah, pertarungan dengan Muawiyah yang berujung Tahkim
(perundingan) dan berakhir dengan kekalahan Ali dan tamatlah riwayat
Kulafaur Rusyiddin akan terjadi hingga munculah Syiah dan Khwarij.
Hormat saya Satria mengutip sedikit dari kisah Ali bin Abi Talib dalam
buku karya Ali Audah dan buku Usman bin Affan karya Haekal. Doakan saya
ya.. wasallam………
SR
No comments:
Post a Comment