Rindu Berat sama Umar!

Semua karakter “laki” disandangnya, dari mulai juara gulat dijamannya sampai pertarungan hidup mati dengan tangan kosong sampai pedang terhunuspun akan diladeni.
Syahdan… saking kesalnya akan kelahiran anak perempuan yang pasti tidak mewariskan darah “laki” nya, sang putri tanpa dosa itupun dikubur hidup-hidup ditengah tatapan nanar sang istri yang takut dan mencekam bersuamikan penghulunya preman.
Dibalik badan tegap menjulang, rambut cepak cenderung botak dan guratan wajah seram berselimutkan sadis tersimpan kesetian pada ajaran nenek moyang yang absolut dipegangnya erat. Tersiarlah kabar seorang lembut dan terpuji terutus mensyiarkan ajaran baru. Mukanya merah padam ditengah marah yang tak terbendung bergumamlah ia “Kubunuh siapapun dia, yang telah menghina dan meragukan ajaran nenek moyangku”.
Langkah tegap dengan pedang terhunus menuju sang perusak ajaran nenek moyangnya.  Langkahnya terhenti ketika tersiar kabar adik perempuannya telah tersihir ajaran baru, beloklah ia kerumah adiknya yang sedang mansyuk mengkaji kitab suci penyihir jiwa, terkesiaplah dia mendengar kebenaran sejati dari adik perempuannya itu. Duniapun terhenti, do’a Muhammad SAW sang pembawa ajaran terkabul, seorang Umar dengan penuh kesadaran, tersirap, tercuci ayat suci. Langkah tegap dengan pedang terhunus itu berubah menjadi wajah tunduk dan linangan air mata bahagia, kiranya “tiada lagi nikmat Tuhan yang sehebat dan sedahsyat hari ini”
Ketika Muhammad SAW sang pembawa ajaran dan pengikut setianya terengah-engah dalam sepi dan sembunyi-sembunyi eksodus ke kota nun jauh disana, Umar dengan jiwa lakinya dan pedang terhunus berteriak lantang “siapa yang ingin istri kehilangan suaminya, anak kehilangan bapaknya, paman kehilangan ponakannya, hadapilah aku….disini !!!” krik krik krik sepi…tak ada satupun laki yang menampakkan wajah apatah lagi pedang nya, mereka tahu itu tantangan bukan gertakan, kematian bergelayutan dipelupuk mata mereka…”Umar memang kau Laki sejati”.
Ketika amanah datang, tak ada satupun yang mampu mengemban selain Umar. Sejarah mencatat dengan tinta emasnya, Umar tak pernah tidur, tak pernah diam, berkeliling sampai angin menidurkannya dibawah pohon disiang terik tanpa alas apatah lagi pengawal.
Dalam sebuah polemik politik,  seorang sahabatnya mengeluh ada ucapan dan tindakan dari salah satu “oknum” sahabat yang tak mampu mengendalikan mulut dan egonya, nasihat dengan lembut dan kasih sayang sudah mereka sampaikan tapi sang “oknum” tak bergeming. Dan Umar pun datang, tanpa kata dan senyum…Plak…plak..plak, ditamparnya muka sang “oknum” sambil berkata “Kau, telah diingatkan dengan kata lembut oleh sahabatmu tidak bergeming dan sekarang aku ingatkan kau dengan ini”. Sang “oknum” pun terdiam dalam sadar bahwa dia telah khilaf, aaah andaikan tak ada “nasihat” umar entah jadi apalah sang “oknum” itu, memang keimanan kadang-kadang harus ditegakkan dengan…Plak…plak…plak.
Wahai Umar jungjunanku, dijamanku ini sang “oknum” bertebaran dimana-mana, nasihat kasih sayang sudah dilayangkan tapi mereka tak bergeming, aku ingin ikuti jalanmu…Plak…plak…plak, tapi aku tak mampu karena aku belum jadi “Laki” sepertimu.
Dalam diam, cemas dan harap akupun bergumam aku “Rindu Berat Sama Umar!!!”
Kang Japar @MJaparSidik

No comments: