Bagaimana Menyikapi Kelompok dengan Shalat 50 Waktu?


Assalamualaikum, Bagaimana menyikapi adanya kelompok di masyarakat yang melakukan shalat sehari semalam 50 kali dan tidak mengenal adanya aqiqah dan ibadah qurban. Mohon bisa dijelaskan dengan rinci.

Ruhudini Nurhayati

Wa’alaikumsalam warohmatullahi wabarakatuh.
Shalat lima waktu adalah adalah shalat wajib yang dilaksanakan lima kali sehari. Hukum shalat lima waktu adalah fardhu ain, yakni wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang telah menginjak usia baligh, kecuali berhalangan karena sebab tertentu.
Islam tidak mengenal ajaran shalat hingga 50 waktu dalam sehari semalam. Karena Allah memutuskan untuk menurunkan perintah shalat lima waktu ketika peristiwa Isra’ Mi’raj.
Memang Allah sebelumnya memerintahkan shalat 50 waktu. Namun Allah Maha Tahu kemampuan umat-Nya. Allah kemudian menurunkan perintah Shalat hanya 5 kali saja. Inilah bentuk kasih sayang Allah kepada umat Nabi Muhammad.
Sehingga dengan keringanan ini, umat Islam diharapkan jangan sampai melewati kewajiban ini. Di sisi lain, umat Islam juga tidak perlu memaksakan diri untuk melawan ketetapan Allah dengan mendirikan shalat 50 waktu.
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu/wajib yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. [QS. An Nisa’ (4) : 103]
Demikian halnya dengan Aqiqah dan Qurban. Aqiqah adalah sembelihan hewan kurban untuk anak yang baru lahir dan dilakukan pada hari ketujuh kelahirannya. Hukum pelaksanaan aqiqah ini adalah sunnah muakkadah, sebagaimana diriwayatkan dari Samurah bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ”Setiap anak yang dilahirkan itu terpelihara dengan aqiqahnya dan disembelihkan hewan untuknya pada hari ketujuh, dicukur dan diberikan nama untuknya.” (HR. Imam yang lima, Ahmad dan Ashabush Sunan dan dishohihkan oleh Tirmidzi)
Berqurban merupakan bagian dari Syariat Islam. Qurban merupakan ibadah yang dibebankan kepada mereka yang mukallaf yaitu berakal, baligh, dan memiliki kesanggupan sebagaimana umumnya suatu ibadah.
Hukum qurban menurut jumhur ulama adalah sunnah muaqqadah sedang menurut madzhab Abu Hanifah adalah wajib. Allah subhanahu wa taala berfirman: “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah” (QS Al-Kautsaar 2).
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
من كان له سعة ولم يضح فلا يقربن مصلانا
“Siapa yang memiliki kelapangan dan tidak berqurban, maka jangan dekati tempat shalat kami” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Tentu, para alim ulama sangat berperan untuk menjelaskan masalah ini kepada kelompok tersebut agar mereka tidak terperosok dalam kesalahan lebih besar. Mereka bisa diajak dialog untuk menjelaskan apa hujjah-hujjah yang mereka pegang. Kekeliruan mereka harus diluruskan dengan para ulama dengan cara yang baik.
Jika kelompok ini sudah mengakar di tengah-tengah masyarakat, dari pengalaman penulis, MUI setempat bisa diajak kerjasama untuk menangkal virus aliran sesat. Sebab MUI sudah mengeluarkan 10 kriteria aliran sesat di antaranya:
1. Mengingkari salah satu dari rukun iman yang enam.
2. Meyakini dan atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengan Al Qur’an dan sunnah.
3. Meyakini turunnya wahyu setelah Al Qur’an.
4. Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Al Qur’an.
5. Melakukan penafsiran Alqur’an yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir.
6. Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam.
7. Menghina, melecehkan dan atau merendahkan para Nabi dan Rasul.
8. Mengingkari Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir.
9. Mengubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syariah, seperti haji tidak ke baitullah, salat wajib tidak 5 waktu.
10. Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i seperti mengkafirkan muslim hanya karena bukan kelompoknya.
Wallahu’alam. []

No comments: