Buya Hamka Memegang Teguh Prinsip Hidup
Buya Hamka ditempa dengan berbagai cobaan dan penderitaan, yang kemudian membentuknya menjadi pribadi yang kuat dan sabar. Banyak pula filosofi yang menjadi prinsip dan pegangan hidupnya.
Paling utama, ia tidak akan pernah mau berkompromi dalam masalah akidah. Masalah agama, kewajiban untuk selalu shalat dan ingat pada Allah, tidak boleh dilupakan dalam keadaan apa pun.
Berbagai cobaan dan selalu dicemooh karena kekurangannya, salah satunya karena tak punya ijazah diploma, membakar semangatnya untuk mengejar ketertinggalannya dengan cara belajar sendiri.
Dalam buku Ayah yang ditulis oleh Irfan Hamka, dituliskan apa saja yang menjadi prinsip hidup ayahnya. Buya Hamka menghayati sebuah pantun yang digubah oleh Datuk Panduko Alam yang tertulis dalam buku Rancak di Labuh. Pantunnya seperti ini:
Putuslah tali layang
Robek kertasnya dekat bingkai
Hidup nan jangan mengepalang
Tidak punya berani pakai
Irfan menjelaskan, pegangan hidup utama Buya Hamka ada tiga hal. Niat karena Allah, nasi sabungkuih, dan tinju gadang ciek. Maksudnya pertama adalah niat melakukan segala hal adalah karena Allah.
Niat ini harus selalu diyakini dan tidak boleh terombang ambing karena niat yang lain. “Yang kedua, kegiatan apa pun yang akan dilakukan jangan pernah melupakan kesiapan logistik, sekecil apa pun, meski hanya sebungkus nasi,” katanya.
Ketiga, ibarat sebuah tinju yang besar, sebagai manusia kita jangan pernah merasa takut, gentar, dan mudah menyerah. Setiap bertindak harus tegas dan tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan serta selalu berpikir jernih.
Sebagai ulama, Buya Hamka selalu mengingatkan bahwa kita telah menjual diri kita kepada Allah semata. Ulama yang telah menjual diri kepada Allah tidak bisa dijual lagi kepada pihak manapun.
Irfan Hamka mengatakan, melihat kondisi bangsa yang karut marut ini, prinsip-prinsip hidup Buya Hamka ini masih relevan untuk dijadikan pedoman.
“Semua orang harus meluruskan niat, menjalankan kehidupan semata karena Allah,” katanya. Tak terkecuali bagi para pejabat dan pemimpin agar tidak menyimpang ketika kekuasaan telah diamanahkan oleh rakyat.
Indonesia sangat merindukan hadirnya tokoh dan ulama seperti Buya Hamka yang mau berjuang tulus demi keadilan dan kesejahteraan umat.
Rosita Budi Suryaningsih
No comments:
Post a Comment