Cheng Ho Ataukah Zheng He?

13921405091046049493
Pintu Gerbang Rumah Kelarga Ma Haji di Jinning Yunnan
Sekira pukul 12 Siang menjelang tahun baru 2014, pesawat China Southern yang kami tumpangi mendarat mulus di bandara Changshui kota Kunming provinsi Yunnan. Nama Yunnan berasal dari kata Yun dan Nan yang berarti awan dari selatan. Kota ini dikelilingi gunung-gunung tinggi menjulang dan merupakan pintu masuk jalur transportasi yang paling dekat ke arah Tibet selain melalui jalur kota Chengdu Provinsi Sichuan.
Bandar udara Changshui ini mungkin Bandara yang paling beda dan unik dibandingkan dengan bandara lainnya dari berbagai kota di 30 Provinsi di China. Di bandara ini kita bisa menemukan mushola (tempat sholat umat muslim), hal yang sangat langka ditemukan di berbagai bandara di ibukota provinsi lainnya. meski di kota Urumuqi sekalipun yang mayoritas beragama Islam penduduknya, di bandara-nya tidak akan kita temukan Mushola.
Telah lama impian menginjakkan kaki di tanah kelahiran Zheng He ini terpendam setelah sekian lama bermukim di daratan negeri Mao Zedong, kini kesempatan untuk menelusuri sang pengarung samudera tersebut terlaksana.
Berbekal cerita dari berbagai literatur, buku sejarah klasik, dan catatan serta penuturan folklore, kami melangkahkan kaki menyusun kembali rangkaian cerita kisah masa kecil dan asal usul sang petualang tersebut.
Siapakah Zheng He (yang dalam tulisan Mas Ardi Einstein ditulis Cheng Ho)? Nenek moyang Zheng He adalah bangsawan di Negara Bukhara ( Sekarang dikenal sebagai negara Uzbekistan), wilayah Barat dari China. Keluarga ini kemudian bermigrasi ke China untuk menghindari serbuan pasukan negara tetangganya pada tahun 1070 ketika China diperintah oleh kaisar Shenzong zaman Dinasti Song.
Kakek buyut Zheng He bernama Sayid Ajall Shams al-Din yang merupakan seorang politikus ternama dan cemerlang di era pemerintahan Dinasti Yuan dan pengawal pribadi Genghis Khan. Sayid kemudian dipromosikan menjadi Yanjingru (Kepala Pemerintahan) di wilayah Xianyang, dan kemudian menjadi Gubernur Provinsi Yunnan.
Masa kepemimpinannya di Yunnan sangat mengesankan dan dicintai rakyatnya, sehingga pada masa pemerintahan Kaisar Kublai Khan zaman Dinasti Yuan, Sayid dinobatkan sebagai Raja Xianyang untuk wilayah provinsi Yunnan.
Berikut silsilah dan pohon keluarga Zheng He:
Sayid Ajall Shams Al-Din (yang bergelar Raja Xianyang)
Sayid Ajall Nasir al-Din/ Ma Suhu , yang merupakan anak laki-laki ke-5 dari Sayid Ajall Shams al-Din
Sayid Ajall Bayam/ Ma Baiyan (bergelar sebagai Raja Huaian), yang merupakan anak laki-laki ke-1 dari Ma Suhu
Mi Dina (yang bergelar Bangsawan Dianyang), anak laki-laki ke-1 dari Ma Baiyan
Mi Lijin atau sering disebut juga Ma Haji (meneruskan gelar Bangsawan Dianyang), adalah anak laki-laki ke-1 dari Mi Dina. Ma Lijin ini adalah ayahnya Zheng He
Ma He/ Zheng He, anak ke-2 dari Ma Lijin.
13921407351427815162
Silsilah dan Pohon Keluarga Zheng He

Tahun 1371, segera setelah berdirinya Dinasti Ming, di wilayah Kunyang desa He Dai Provinsi Kunming yang sekarang desa tersebut dikenal dengan kota Jinning, waktu itu masih dikuasai para tentara yang masih setia dengan Dinasti Yuan, lahirlah Ma He di masa-masa penuh kekacauan. Ma Haji waktu itu member nama He yang berarti damai dengan harapan bayi laki laki ini kelak akan membawa kedamaian di bumi dan di berkati oleh Allah SWT. Keluarga Ma Haji memiliki 2 anak laki-laki dan 4 anak perempuan, dan Ma He adalah anak kedua.
Ma He memiliki kebiasaan memandang lautan dan selalu berangan angan bahwa diseberang lautan terdapat tempat yang menarik untuk bermain. Ma Haji mengetahui kebiasaan Ma He melamun di tepi laut, suatu ketika beliau bertanya kepada Ma He, “Nak, tahukan kamu kenapa ayahmu ini dipanggil Ma Haji?”, “Karena ayah pernah melaksanakan ibadah Haji ke tanah suci orang Islam di seberang lautan lepas itu!”, lebih lanjut ayahnya menjelaskan “ Bahwa setiap muslim bila mampu, maka wajib melaksanakan perjalanan Haji ke tanah suci!”. Sejak saat itu, Ma He bertekad ingin melakukan perjalanan ibadah Haji ke tanah suci seperti yang dilakukan oleh ayahnya.
Ayahnya mengatakan bukan hanya punya tekad dan keinginan bila ingin melaksanakan perjalanan ibadah haji, namun juga harus menguasai bahasa asing untuk berkomunikasi selama perjalanan dan setelah sampai di tempat tujuan. Semenjak itu, dengan rajin-nya Ma He belajar bahasa Arab, dan membaca Al-Quran serta ilmu-ilmu agama Islam lainnya.
Ketika Ma He menginjak remaja, di tahun 1384 Jenderal Fu Youde menyerang dan menaklukan Yunnan serta membawa para tawanan termasuk Ma He ke kota Nanjing. Bersama 400 tawanan lainnya, Ma He melakukan perjalanan puluhan ribu kilometer meninggalkan kampung halamannya menuju ibu kota Dinasti Ming tersebut.
Setibanya di Ibu kota Nanjing, para tawanan dilakukan pemeriksaan secara ketat untuk kemudian dipekerjakan sesuai dengan keahlian dan kemampuannya. Ma He selanjutnya dipekerjakan di lingkungan Istana sebagai tukang rawat bangunan istana, dan kuburan para pejabat.
Setelah beberapa tahun bekerja di lingkungan istana membuat Ma He kemudian memiliki kesempatan bergaul dengan berbagai kalangan hingga Ma He disukai oleh Zhu Di, anak tertua dari Jenderal Xuda yang beristrikan anak perempuan Pangeran Yan. Setelah kematian Jenderal Xuda, Ma He kemudian melanjutkan pengabdiannya kepada pangerang Yan dan hijrah ke Beiping (sekarang bernama Beijing) dan menjadi pembantu dekatnya pangeran Yan. Zhu Di menyukai Ma He karena kepintaran dan tata krama-nya yang santun dan dapat dipercaya.
Di Beiping, Ma He tinggal di komplek Istana Pangerang Yan yang memiliki koleksi buku yang luar biasa banyaknya. Tugasnya sebagai pembantu utama pangeran Yan, menjadikan Ma He memiliki banyak kesempatan membaca banyak buku dan memperluas wawasan serta pengetahuannya. Karena itulah pangeran Yan semakin mempercayai Ma He karena kepintarannya dan pengetahuannya yang luas. Selain itu ada peristiwa dalam sejarah hidup pangeran Yan yang menjadikan saat yang diingat serta rasa percayanya semakin bertambah besar kepada Ma He, peristiwa itu adalah ketika anak laki-laki pangeran Yan terjatuh ke dalam sungai ketika bermain, tak satupun dayang dan pembantu yang berani mengarungi derasnya air sungai kecuali Ma He yang terjun ke sungai berusaha menyelamatkan anak laki-laki pangeran Yan.
Tahun 1398, Kaisar Taizu mangkat, tampuk kekuasaan dipegang oleh cucu laki-laki tertuanya yaitu Zhu Yunwen yang bergelar Kaisar Jianwen. Untuk memperkuat kekuasaannya Kaisar Jianwen menghilangkan negara bawahan dan mencopot para pangeran yang memiliki pengaruh di pasukan kerajaan.
Keputusan kaisar tersebut ditentang oleh para pangeran dan raja negara bawahan, hingga pada tahun 1399 pecahlah perang saudara, Zhu Di memimpin pasukan bertempur melawan kaisar dan menyerang Ibu kota Nanjing yang terkenal dengan pertempuran Jingnan. Dalam pertempuran tersebut Ma He mendampingi Zhu Di dan memberikan nasehat strategi pertempuran kepadanya sehingga pertempuran Jingnan dapat dimenangkan pihak pasukan Zhu Di.
Pasukan Zhu Di dalam pertempuran terakhir bertemu berhadap-hadapan dengan pasukan Jenderal Li Jinglong kepercayaan kaisar Jianwen di Zheng Cun Ba (sekarang bernama desa Daxing dekat kota Beijing). Pertempuran tersebut sangat tidak masuk akal, karena pasukan Zhu Di hanya berjumlah 80.000 prajurit sementara pasukan Jenderal Li berjumlah 500.000 tentara.
Zhu Di sudah hampir memutuskan untuk mundur dari medan tempur karena kalah jumlah pasukan, namun kemudian Ma He mengajukan usul yaitu meminta 100 prajurit pasukan kuda untuk ikut bersamanya melakukan gerakan pemancing di pertempuran. Setelah kedua pasukan berhadapan, 100 pasukan kuda dibawah pimpinan Ma He menyerbu menerjang duluan yang disambut oleh hujanan anak panah dari pasukan Jenderal Li. Tanpa rasa takut, pasukan Ma He membagi diri menjadi 4 arah serbuan yang berlawanan sehingga pasukan infanteri jenderal Li panik. Disaat strategi perang menjadi kacau itulah Zhudi memimpin pasukan merangsek ke tengah pertempuran dan menghabisi Jenderal Li.
Tahun 1402, bala tentara Zhu Di menaklukan ibu kota Nanjing dan menggulingkan kaisar Jianwen. Zhu Di naik tahta dan bergelar Kaisar Chengzu.
Kaisar Chengzu kemudian menganugerahkan gelar pahlawan kepada Ma He dan menulis sendiri kaligrafi kata ZHENG , dengan bersabda:” Aku anugerahkan kepada Ma He marga ZHENG karena dia adalah pahlawan dalam pertempuran Zheng Cun Ba. Semenjak itu nama Ma He berubah menjadi Zheng He.
1392140849310957574
Rumah Peninggalan Keluarga Ma Haji yang masih dihuni dan dirawat oleh Kerabatnya hingga hari ini

Memandang Pintu gerbang rumah Ma Haji dan rumah tempat dilahirkan Zheng He di Jinning Provinsi Yunnan, serasa memperoleh gambaran betapa alam yang asri mirip kota Bogor tersebut adalah kawah candradimuka Zheng He kecil menempa diri menjadi seorang pemuda pemberani dan cerdas. Banyak barang pribadi peninggalan keluarga Ma Haji bisa disaksikan di rumah tersebut. Selain itu kita bisa menyaksikan peta dunia yang ditulis dan digambar oleh tangan yang menunjukkan jalur petualangan Zheng He ke berbagai belahan dunia termasuk perjalanannya ke Nusantara.
1392140977896947344
Komplek Kuburan Keluarga Ma Haji

Di belakang rumah Ma Haji, terdapat kuburan keluarga Zheng He yang masih bisa disaksikan berupa prasasti bertuliskan nama-nama anggota keluarga.
139214111841641543
Prasasti Kru Kapal Laksamana Zheng He

Agak jauh memutar dari kompleks makam, kita bisa menyaksikan aula besar yang dikelilingi batu-batu prasasti berupa pujian dan pesan indah terukir dalam puisi dan sajak yang menggambarkan kepahlawanan kru pasukan Zheng He selama dalam perjalanannya berlayar ke Nusantara. Di bagian timur sudut sebelah kanan ada prasasti dinamai Shuimeine (Air tenang yang Indah), prasasti ini khusus bercerita sebuah pulau yang merujuk ke pulau Madura. Mungkin nama tempat shuimeine itu sekarang adalah Sumenep Madura.
139214121750684151
Prasisti kisah Zheng He sampai ke tanah Shuimeine (Sumenep Madura)
Jielun H

No comments: