Diplomacy Kapal Perang Amerika di Kuala Batee 6 Februari 1832
Hubungan antara Kerajaan Aceh dengan Amerika telah terjalin hampir setengah abad. Hal itu rusak akibat ketidaksenangan Belanda. -
Ilustrasi penyerangan Kuala Batee. @wikipedia
SEBANYAK 260 personil marinir Amerika di bawah pimpinan Shurbick mendarat di Kuala Batee. Ratusan marinir Paman Sam tersebut bergerak secara teratur mengepung benteng-benteng yang ada di sana. Subuh belum menampakkan wujudnya hari itu, 6 Februari 1832.
Aksi marinir ini diketahui oleh penjaga benteng. Dengan serta merta seluruh penjaga mengadakan perlawanan yang berhasil dipatahkan oleh marinir. Mereka membunuh semua penghuni benteng, termasuk wanita dan anak-anak serta merampas segala sesuatu yang berharga.
Setelah selesai mengadakan pembantaian yang kejam, marinir Amerika mengundurkan diri dengan dua korban terbunuh dan sembilan luka-luka. Sebagai tindak lanjut serangan tersebut Komodor John Downes, selaku kapten Potomac memerintahkan menembaki kota pelabuhan Kuala Batee. Potomac segera memuntahkan peluru meriam-meriamnya ke arah Kuala Batee hingga seluruhnya menjadi abu.
Penyerangan yang dilakukan oleh kapal perang Amerika Serikat ini merupakan aksi pembalasan terhadap percobaan merampok kapal Friendship di Kuala Batee, 7 Februari 1831. Saat itu, kapal Friendship milik Silsbee, Pickman, dan Stone berlabuh di Kuala Batee. Namun tidak disangka saat awak kapal mendarat, beberapa warga setempat mencoba membajak kapal berbendera Amerika Serikat ini. Kapal yang dinahkodai oleh Charles Moore Endicot menderita kerugian sebesar $ 50.000,00 dan tiga awak kapalnya terbunuh.
Kapal Friendship berhasil diselamatkan oleh kapal-kapal Amerika yang kebetulan saat itu berada di perairan Kuala. Insiden ini menimbulkan ketegangan politik antara Amerika Serikat dengan Kerajaan Aceh yang telah membina hubungan baik selama setengah abad.
Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan pihak Kerajaan Aceh, pembajakan kapal warga Amerika Serikat ini dilakukan oleh kaki tangan Belanda. Negeri Kincir Angin tersebut merasa iri terhadap Amerika yang berhasil menguasai sebagian besar perdagangan lada di daerah Aceh Barat dan Aceh Selatan. Belanda juga ingin merusak nama baik Kerajaan Aceh di mata dunia internasional, yaitu dengan tuduhan bahwa perairan Aceh penuh dengan bajak laut dan Kerajaan Aceh tidak mampu melindungi kapal-kapal dagang asing yang berlayar di wilayah perairannya.
Untuk maksud jahat ini, Belanda mempersenjatai sebuah kapal Aceh yang dirampasnya dan memerintahkan kepada salah seorang sewaannya yang bernama Lahuda Langkap untuk mengemudikan kapal tersebut. Lahuda Langkap juga diperintahkan untuk mengibarkan bendera Aceh kemudian merampok kapal Friendship yang berlabuh di perairan Kuala Batee.
Hasil penyelidikan tersebut tidak diterima begitu saja oleh Amerika. Apalagi desas-desus mengenai pembajakan kapal Friendship yang telah tersiar luas di Amerika Serikat menjadi jelas ketika kapal tersebut tiba kembali di pelabuhan Salem, 16 Juli 1831. Senator Nathanian Silsbee, salah seorang pemilik kapal Friendship dari Partai Whip (Partai Republiken) yang beroposisi terhadap pemerintahan Presiden Jackson, sekaligus seorang politikus yang sangat berpengaruh pada masa itu, langsung menyurati Presiden Jackson pada 20 Juli 1831. Dia meminta agar Pemerintah Amerika menuntut ganti rugi atas pelanggaran yang dilakukan oleh penduduk Kuala Batee terhadap kapal Friendship.
Keesokan harinya, Silsbee menyampaikan sebuah petisi yang ditandatangani oleh seluruh pedagang Salem kepada Pemerintah Amerika Serikat. Isinya, meminta agar dikirimkan sebuah atau lebih kapal perang ke perairan Aceh untuk menuntut ganti rugi dari penguasa yang bertanggung jawab atas kota pelabuhan Kuala Batee. Di samping itu, salah seorang pemilik kapal Friendship yang lain, Robert Stones, bersama dengan Andrew Dunlop dan salah seorang sahabatnya yang dekat dengan Presiden Jackson, meminta kepada Menteri Angkatan Laut, Levy Woodbury, agar mendesak Presiden Jackson mengirim kapal perang ke Kuala Batee.
Silsbee sendiri secara pribadi menulis surat kepada Woodbury dan menggambarkan betapa besar keresahan yang ditimbulkan oleh peristiwa Kuala Batee di kalangan pedagang-pedagang Salem khususnya dan masyarakat Amerika umumnya. Sebenarnya, Pemerintah Amerika sebelum menerima imbauan dari Senator Silsbee telah memutuskan akan mengambil tindakan terhadap pelanggaran atas kapal Friendship di Kuala Batee itu.
Setelah membaca peristiwa pembajakan kapal di surat-surat kabar, Woodbury segera memerintahkan agar menyiapkan segala keperluan untuk menuntut ganti rugi atas pelanggaran tersebut. Sebelum menerima surat dari Silsbee, dia telah mengadakan konsultasi dengan Presiden Jackson pada 21 Juli 1831. Tujuannya untuk mendapatkan persetujuan Presiden atas surat yang akan dikirim kepada Silsbee. Isi surat itu meminta informasi mengenai peristiwa Kuala Batee.
Selain itu, juga dalam rangka memberi tahu Presiden Jackson bahwa dia sedang mempersiapkan eskader Pasifik untuk melaksanakan suatu tugas di Sumatera. Ketika Presiden Jackson menerima imbauan Silsbee, tanpa ragu-ragu segera mendukung dengan membubuhi disposisi singkat dalam surat tersebut.
Seperti biasanya, isinya adalah sebagai berikut: "Untuk mendapat perhatian, dan apabila dianggap perlu, perintah harus dikeluarkan oleh Menteri Angkatan Laut kepada kapten Potomac".
Kapal perang Potomac—yang di dalam jajaran armada Amerika Serikat merupakan kapal frigat terbaik—sebenarnya sedang dalam persiapan membawa Menteri Luar Negeri van Buren ke Inggris. Akan tetapi, atas perintah Presiden Jackson kapal itu dialihtugaskan untuk segera berangkat ke Aceh. Informasi lengkap mengenai Aceh serta laporan tentang segala sesuatu yang dilaksanakan dan dialami oleh kapten kapal Friendship selama melawat ke Aceh diperoleh dari Senator Silsbee.
Pada 9 Agustus 1831, Komodor John Downes, selaku kapten Potomac diberi instruksi yang lengkap mengenai segala tindakan yang harus dilakukan sesampainya di Kuala Batee. Pertama-tama dia mengirimkan informan lebih dulu mengenai insiden di Kuala Batee. Apabila informasi yang diperoleh sesuai dengan keterangan kapten kapal Friendship di Washington, maka dia harus menuntut ganti rugi. Kalau tuntutan itu tidak dipenuhi, dia harus menangkap pelaku-pelaku kejahatan tersebut dan membawa mereka ke Amerika Serikat untuk diadili sebagai bajak laut. Selain itu, benteng-benteng dan kota Kuala Batee sendiri harus dimusnahkan.
Namun mereka juga diperintahkan untuk mengumpulkan informasi dari penduduk setempat. Apabila laporan kapten kapal Friendship tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya, maka mereka hanya akan menuntut ganti rugi serta menghukum pelaku-pelakunya saja. Terlebih jika penduduk Kuala Batee turut mengecam tindakan para perompak tersebut.
Frigat Potomac berangkat dari New York pada 29 Agustus 1831 dengan membawa 260 orang marinir setelah mendapat pemeriksaan dari Menteri Angkatan Laut bahwa segala persiapan berada di dalam keadaan sempurna.
Beberapa waktu sebelum sampai ke Kuala Batee, Downes memutuskan untuk menyimpang dari instruksi Menteri. Rupanya dia terpengaruh oleh cerita yang didengarnya dari kapten kapal Friendship, Endicot, dan orang-orang Inggris yang dijumpainya di Tanjung Harapan dalam pelayarannya ke Kuala Batee. Informasi yang diterima sepihak ini mengisyaratkan bahwa harapan untuk mendapat ganti rugi dari penguasa Kuala Batee tidak mungkin terpenuhi.
Downes mengambil tindakan langsung terhadap penguasa dan penduduk Kuala Batee. Masalah ganti rugi adalah urusan selanjutnya. Downes berpendapat tidak mungkin secara terbuka mendarat di Kuala Batee tetapi harus dengan cara menyamar sebagai seorang kapten kapal dagang Denmark, agar orang tidak curiga bahwa kapal yang dibawanya adalah kapal perang.
Setelah menyamarkan frigatnya sebagai kapal dagang, dia mengirim Letnan Marinir Shubrick untuk mengamat-amati keadaan di darat. Namun penyamaran Downes berhasil dicium oleh penduduk Kuala Batee dan mendapat informasi bahwa kapal tersebut hendak menghancurkan pelabuhan.
Mereka lalu berkumpul di pantai untuk menghadapi sesuatu kemungkinan. Mendengar laporan yang demikian dari Shubrick, Downes memerintahkan untuk mendarat dengan kekuatan seluruh anak buah Potomac. Mereka berhasil mengepung benteng-benteng yang berada di pantai Kuala Batee serta menangkap pemimpin-pemimpinnya.
Ali Hasjmy dalam bukunya Aceh Selayang Pandang menuliskan ada beberapa penyebab insiden tersebut bisa terjadi. Menurut analisanya, peristiwa itu merupakan kejadian yang biasa terjadi dalam masyarakat yang tidak beradab.
Ali Hasjmy menulis, “mereka (Amerika) menuduh orang Aceh tidak beradab. Sekiranya pendapat ini benar, tentu orang akan bertanya mengapa selama setengah abad orang Amerika berhubungan dengan orang Aceh tidak pernah terjadi peristiwa seperti itu? Dan bukankah di dalam masyarakat yang beradab seperti Amerika sendiri tidak jarang terjadi kejahatan yang diorganisir seperti perampokan bank dan sebagainya?”
Berdasarkan beberapa sumber menyebutkan apa yang terjadi di Kuala Batee merupakan puncak dari frustasi yang telah menumpuk sejak beberapa tahun terakhir terhadap pedagang-pedagang Amerika. Dalam jual-beli lada, orang Aceh selalu dikecoh oleh pedagang-pedagang Amerika dalam hal penimbangan.
“Misalnya timbangan menunjukkan berat lada yang dibeli dari orang Aceh ada 3.986 pikul. Akan tetapi, tatkala dijual oleh orang Amerika ternyata beratnya menjadi 4.538 pikul,” tulisnya Ali Hasjmy.
Jadi, tulisnya, orang Aceh dikecoh sebanyak 552 pikul atau 15 persen dari berat yang sebenarnya dengan total harga 552 x $ 4.06 = $ 2.241,12. Pemalsuan timbangan bagi orang Amerika merupakan perbuatan yang paling mudah dan terjadi sejak puluhan tahun. Caranya, melalui sebuah sekrup yang dapat dibuka di dasar timbangan yang berbobot 56 lbs., diisi 10 atau 15 pon timah sehingga dalam satu pikul lada orang Aceh dikecoh sebanyak ± 30 kati.
Faktor lainnya yang menyebabkan pembajakan kapal Friendship karena timbulnya depresi bagi sebagian penduduk, terutama pengisap-pengisap madat. Sehingga mereka melakukan kejahatan seperti yang terjadi di Kuala Batee.
“Keempat, peristiwa Kuala Batee terjadi akibat provokasi Belanda,” tulisnya lagi.
Persaingan perdagangan lada semakin ketat. Sejak tahun 1829, harga lada di pasaran internasional merosot. Jumlah kapal Amerika yang datang ke pelabuhan Aceh mulai menurun kecuali kapal Friendship milik Silsbee, Pickman, dan Stone di bawah pimpinan nakhoda Charles Moore Endicot.
Penyerangan yang dilakukan kapal Potomac di Kuala Batee mendapat kecaman dunia internasional dan warga Amerika Serikat sendiri. Namun setelah mengadakan diskusi panjang dan mendapatkan laporan-laporan, Presiden Jackson sama sekali tidak mencoba memperbaiki hubungan dengan Kerajaan Aceh. Kecaman-kecaman yang datang dari penduduk Amerika sama sekali tidak digubrisnya. Tindakan Amerika tersebut menjadi pegangan bagi Belanda untuk memperbesar pengaruhnya di Sumatera.
“Kalau Amerika dalam menyelesaikan persoalannya dengan Aceh dapat mempergunakan kekerasan senjata, mengapa Belanda tidak,” tulis Hasjmy. Gun Boat Diplomacy yang dipraktekkan Amerika untuk menyelesaikan masalah kemudian menjadi pegangan bagi Belanda untuk menyerang perairan Aceh Besar, Maret 1873. Di sinilah berakhirnya hubungan diplomasi antara Kerajaan Aceh dengan Amerika Serikat yang telah berjalan sejak 1789.
Tidak ada lagi pedagang Amerika dari kota-kota pelabuhan seperti Salem, Boston, New York, Beverly, Philadelphia, Marlblehead, New Bedford, Baltimore, Gloucester, Newburyport, Fall River, dan Pepperelborough, mendarat di Aceh. Padahal sebelumnya mereka selalu mengunjungi Tapak Tuan, Sama Dua, Teluk Pauh, Meukek, Labuhan Haji, Manggeng, Susoh, Kuala Batu, Seunagan, Meulaboh, Bubon, Woyla, Panga, Sawang, Rigaih, Lageuen, Babah Weh, Onga, dan Daya tiap tahunnya.Aceh Selayang Pandang karya Ali Hasjmy.
SEBANYAK 260 personil marinir Amerika di bawah pimpinan Shurbick mendarat di Kuala Batee. Ratusan marinir Paman Sam tersebut bergerak secara teratur mengepung benteng-benteng yang ada di sana. Subuh belum menampakkan wujudnya hari itu, 6 Februari 1832.
Aksi marinir ini diketahui oleh penjaga benteng. Dengan serta merta seluruh penjaga mengadakan perlawanan yang berhasil dipatahkan oleh marinir. Mereka membunuh semua penghuni benteng, termasuk wanita dan anak-anak serta merampas segala sesuatu yang berharga.
Setelah selesai mengadakan pembantaian yang kejam, marinir Amerika mengundurkan diri dengan dua korban terbunuh dan sembilan luka-luka. Sebagai tindak lanjut serangan tersebut Komodor John Downes, selaku kapten Potomac memerintahkan menembaki kota pelabuhan Kuala Batee. Potomac segera memuntahkan peluru meriam-meriamnya ke arah Kuala Batee hingga seluruhnya menjadi abu.
Penyerangan yang dilakukan oleh kapal perang Amerika Serikat ini merupakan aksi pembalasan terhadap percobaan merampok kapal Friendship di Kuala Batee, 7 Februari 1831. Saat itu, kapal Friendship milik Silsbee, Pickman, dan Stone berlabuh di Kuala Batee. Namun tidak disangka saat awak kapal mendarat, beberapa warga setempat mencoba membajak kapal berbendera Amerika Serikat ini. Kapal yang dinahkodai oleh Charles Moore Endicot menderita kerugian sebesar $ 50.000,00 dan tiga awak kapalnya terbunuh.
Kapal Friendship berhasil diselamatkan oleh kapal-kapal Amerika yang kebetulan saat itu berada di perairan Kuala. Insiden ini menimbulkan ketegangan politik antara Amerika Serikat dengan Kerajaan Aceh yang telah membina hubungan baik selama setengah abad.
Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan pihak Kerajaan Aceh, pembajakan kapal warga Amerika Serikat ini dilakukan oleh kaki tangan Belanda. Negeri Kincir Angin tersebut merasa iri terhadap Amerika yang berhasil menguasai sebagian besar perdagangan lada di daerah Aceh Barat dan Aceh Selatan. Belanda juga ingin merusak nama baik Kerajaan Aceh di mata dunia internasional, yaitu dengan tuduhan bahwa perairan Aceh penuh dengan bajak laut dan Kerajaan Aceh tidak mampu melindungi kapal-kapal dagang asing yang berlayar di wilayah perairannya.
Untuk maksud jahat ini, Belanda mempersenjatai sebuah kapal Aceh yang dirampasnya dan memerintahkan kepada salah seorang sewaannya yang bernama Lahuda Langkap untuk mengemudikan kapal tersebut. Lahuda Langkap juga diperintahkan untuk mengibarkan bendera Aceh kemudian merampok kapal Friendship yang berlabuh di perairan Kuala Batee.
Hasil penyelidikan tersebut tidak diterima begitu saja oleh Amerika. Apalagi desas-desus mengenai pembajakan kapal Friendship yang telah tersiar luas di Amerika Serikat menjadi jelas ketika kapal tersebut tiba kembali di pelabuhan Salem, 16 Juli 1831. Senator Nathanian Silsbee, salah seorang pemilik kapal Friendship dari Partai Whip (Partai Republiken) yang beroposisi terhadap pemerintahan Presiden Jackson, sekaligus seorang politikus yang sangat berpengaruh pada masa itu, langsung menyurati Presiden Jackson pada 20 Juli 1831. Dia meminta agar Pemerintah Amerika menuntut ganti rugi atas pelanggaran yang dilakukan oleh penduduk Kuala Batee terhadap kapal Friendship.
Keesokan harinya, Silsbee menyampaikan sebuah petisi yang ditandatangani oleh seluruh pedagang Salem kepada Pemerintah Amerika Serikat. Isinya, meminta agar dikirimkan sebuah atau lebih kapal perang ke perairan Aceh untuk menuntut ganti rugi dari penguasa yang bertanggung jawab atas kota pelabuhan Kuala Batee. Di samping itu, salah seorang pemilik kapal Friendship yang lain, Robert Stones, bersama dengan Andrew Dunlop dan salah seorang sahabatnya yang dekat dengan Presiden Jackson, meminta kepada Menteri Angkatan Laut, Levy Woodbury, agar mendesak Presiden Jackson mengirim kapal perang ke Kuala Batee.
Silsbee sendiri secara pribadi menulis surat kepada Woodbury dan menggambarkan betapa besar keresahan yang ditimbulkan oleh peristiwa Kuala Batee di kalangan pedagang-pedagang Salem khususnya dan masyarakat Amerika umumnya. Sebenarnya, Pemerintah Amerika sebelum menerima imbauan dari Senator Silsbee telah memutuskan akan mengambil tindakan terhadap pelanggaran atas kapal Friendship di Kuala Batee itu.
Setelah membaca peristiwa pembajakan kapal di surat-surat kabar, Woodbury segera memerintahkan agar menyiapkan segala keperluan untuk menuntut ganti rugi atas pelanggaran tersebut. Sebelum menerima surat dari Silsbee, dia telah mengadakan konsultasi dengan Presiden Jackson pada 21 Juli 1831. Tujuannya untuk mendapatkan persetujuan Presiden atas surat yang akan dikirim kepada Silsbee. Isi surat itu meminta informasi mengenai peristiwa Kuala Batee.
Selain itu, juga dalam rangka memberi tahu Presiden Jackson bahwa dia sedang mempersiapkan eskader Pasifik untuk melaksanakan suatu tugas di Sumatera. Ketika Presiden Jackson menerima imbauan Silsbee, tanpa ragu-ragu segera mendukung dengan membubuhi disposisi singkat dalam surat tersebut.
Seperti biasanya, isinya adalah sebagai berikut: "Untuk mendapat perhatian, dan apabila dianggap perlu, perintah harus dikeluarkan oleh Menteri Angkatan Laut kepada kapten Potomac".
Kapal perang Potomac—yang di dalam jajaran armada Amerika Serikat merupakan kapal frigat terbaik—sebenarnya sedang dalam persiapan membawa Menteri Luar Negeri van Buren ke Inggris. Akan tetapi, atas perintah Presiden Jackson kapal itu dialihtugaskan untuk segera berangkat ke Aceh. Informasi lengkap mengenai Aceh serta laporan tentang segala sesuatu yang dilaksanakan dan dialami oleh kapten kapal Friendship selama melawat ke Aceh diperoleh dari Senator Silsbee.
Pada 9 Agustus 1831, Komodor John Downes, selaku kapten Potomac diberi instruksi yang lengkap mengenai segala tindakan yang harus dilakukan sesampainya di Kuala Batee. Pertama-tama dia mengirimkan informan lebih dulu mengenai insiden di Kuala Batee. Apabila informasi yang diperoleh sesuai dengan keterangan kapten kapal Friendship di Washington, maka dia harus menuntut ganti rugi. Kalau tuntutan itu tidak dipenuhi, dia harus menangkap pelaku-pelaku kejahatan tersebut dan membawa mereka ke Amerika Serikat untuk diadili sebagai bajak laut. Selain itu, benteng-benteng dan kota Kuala Batee sendiri harus dimusnahkan.
Namun mereka juga diperintahkan untuk mengumpulkan informasi dari penduduk setempat. Apabila laporan kapten kapal Friendship tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya, maka mereka hanya akan menuntut ganti rugi serta menghukum pelaku-pelakunya saja. Terlebih jika penduduk Kuala Batee turut mengecam tindakan para perompak tersebut.
Frigat Potomac berangkat dari New York pada 29 Agustus 1831 dengan membawa 260 orang marinir setelah mendapat pemeriksaan dari Menteri Angkatan Laut bahwa segala persiapan berada di dalam keadaan sempurna.
Beberapa waktu sebelum sampai ke Kuala Batee, Downes memutuskan untuk menyimpang dari instruksi Menteri. Rupanya dia terpengaruh oleh cerita yang didengarnya dari kapten kapal Friendship, Endicot, dan orang-orang Inggris yang dijumpainya di Tanjung Harapan dalam pelayarannya ke Kuala Batee. Informasi yang diterima sepihak ini mengisyaratkan bahwa harapan untuk mendapat ganti rugi dari penguasa Kuala Batee tidak mungkin terpenuhi.
Downes mengambil tindakan langsung terhadap penguasa dan penduduk Kuala Batee. Masalah ganti rugi adalah urusan selanjutnya. Downes berpendapat tidak mungkin secara terbuka mendarat di Kuala Batee tetapi harus dengan cara menyamar sebagai seorang kapten kapal dagang Denmark, agar orang tidak curiga bahwa kapal yang dibawanya adalah kapal perang.
Setelah menyamarkan frigatnya sebagai kapal dagang, dia mengirim Letnan Marinir Shubrick untuk mengamat-amati keadaan di darat. Namun penyamaran Downes berhasil dicium oleh penduduk Kuala Batee dan mendapat informasi bahwa kapal tersebut hendak menghancurkan pelabuhan.
Mereka lalu berkumpul di pantai untuk menghadapi sesuatu kemungkinan. Mendengar laporan yang demikian dari Shubrick, Downes memerintahkan untuk mendarat dengan kekuatan seluruh anak buah Potomac. Mereka berhasil mengepung benteng-benteng yang berada di pantai Kuala Batee serta menangkap pemimpin-pemimpinnya.
Ali Hasjmy dalam bukunya Aceh Selayang Pandang menuliskan ada beberapa penyebab insiden tersebut bisa terjadi. Menurut analisanya, peristiwa itu merupakan kejadian yang biasa terjadi dalam masyarakat yang tidak beradab.
Ali Hasjmy menulis, “mereka (Amerika) menuduh orang Aceh tidak beradab. Sekiranya pendapat ini benar, tentu orang akan bertanya mengapa selama setengah abad orang Amerika berhubungan dengan orang Aceh tidak pernah terjadi peristiwa seperti itu? Dan bukankah di dalam masyarakat yang beradab seperti Amerika sendiri tidak jarang terjadi kejahatan yang diorganisir seperti perampokan bank dan sebagainya?”
Berdasarkan beberapa sumber menyebutkan apa yang terjadi di Kuala Batee merupakan puncak dari frustasi yang telah menumpuk sejak beberapa tahun terakhir terhadap pedagang-pedagang Amerika. Dalam jual-beli lada, orang Aceh selalu dikecoh oleh pedagang-pedagang Amerika dalam hal penimbangan.
“Misalnya timbangan menunjukkan berat lada yang dibeli dari orang Aceh ada 3.986 pikul. Akan tetapi, tatkala dijual oleh orang Amerika ternyata beratnya menjadi 4.538 pikul,” tulisnya Ali Hasjmy.
Jadi, tulisnya, orang Aceh dikecoh sebanyak 552 pikul atau 15 persen dari berat yang sebenarnya dengan total harga 552 x $ 4.06 = $ 2.241,12. Pemalsuan timbangan bagi orang Amerika merupakan perbuatan yang paling mudah dan terjadi sejak puluhan tahun. Caranya, melalui sebuah sekrup yang dapat dibuka di dasar timbangan yang berbobot 56 lbs., diisi 10 atau 15 pon timah sehingga dalam satu pikul lada orang Aceh dikecoh sebanyak ± 30 kati.
Faktor lainnya yang menyebabkan pembajakan kapal Friendship karena timbulnya depresi bagi sebagian penduduk, terutama pengisap-pengisap madat. Sehingga mereka melakukan kejahatan seperti yang terjadi di Kuala Batee.
“Keempat, peristiwa Kuala Batee terjadi akibat provokasi Belanda,” tulisnya lagi.
Persaingan perdagangan lada semakin ketat. Sejak tahun 1829, harga lada di pasaran internasional merosot. Jumlah kapal Amerika yang datang ke pelabuhan Aceh mulai menurun kecuali kapal Friendship milik Silsbee, Pickman, dan Stone di bawah pimpinan nakhoda Charles Moore Endicot.
Penyerangan yang dilakukan kapal Potomac di Kuala Batee mendapat kecaman dunia internasional dan warga Amerika Serikat sendiri. Namun setelah mengadakan diskusi panjang dan mendapatkan laporan-laporan, Presiden Jackson sama sekali tidak mencoba memperbaiki hubungan dengan Kerajaan Aceh. Kecaman-kecaman yang datang dari penduduk Amerika sama sekali tidak digubrisnya. Tindakan Amerika tersebut menjadi pegangan bagi Belanda untuk memperbesar pengaruhnya di Sumatera.
“Kalau Amerika dalam menyelesaikan persoalannya dengan Aceh dapat mempergunakan kekerasan senjata, mengapa Belanda tidak,” tulis Hasjmy. Gun Boat Diplomacy yang dipraktekkan Amerika untuk menyelesaikan masalah kemudian menjadi pegangan bagi Belanda untuk menyerang perairan Aceh Besar, Maret 1873. Di sinilah berakhirnya hubungan diplomasi antara Kerajaan Aceh dengan Amerika Serikat yang telah berjalan sejak 1789.
Tidak ada lagi pedagang Amerika dari kota-kota pelabuhan seperti Salem, Boston, New York, Beverly, Philadelphia, Marlblehead, New Bedford, Baltimore, Gloucester, Newburyport, Fall River, dan Pepperelborough, mendarat di Aceh. Padahal sebelumnya mereka selalu mengunjungi Tapak Tuan, Sama Dua, Teluk Pauh, Meukek, Labuhan Haji, Manggeng, Susoh, Kuala Batu, Seunagan, Meulaboh, Bubon, Woyla, Panga, Sawang, Rigaih, Lageuen, Babah Weh, Onga, dan Daya tiap tahunnya.Aceh Selayang Pandang karya Ali Hasjmy.
No comments:
Post a Comment