Pasai dalam kenangan Ma Huan

Pasai dalam kenangan Ma Huan
Ilustrasi kerajaan aceh

MA Huan seorang Muslim dan ahli bahasa-bahasa asing telah membuat catatan yang rapi tentang kesan-kesan perjalanannya ke Pasai saat menyertai lawatan Cheng Ho ke Aceh. Tulisan tersebut berjudul: Ying Yai Sheng-Lan dan telah diterbitkan pada 1416 M.
Tulisan ini menyebutkan kesan-kesan perjalanan Ma Huan ke 19 negeri dari 1405 hingga 1407. Berikut kesan Ma Huan saat lawatannya ke Pasai:
"Negeri ini terletak di perlintasan yang lebar dari perdagangan menuju ka Barat. Jika kapal bertolak dari Malaka mengambil arah ke barat dan berlayar dengan angin timur yang sedap, sesudah lima hari lima malam akan tiba di suatu kampung, di tepi pantai. Namanya Ta-luman. Berlabuh di sini dan pergi lagi ke tenggara kira-kira tiga mil maka sampailah ke tempat tersebut.
Negeri ini bukan satu kota bertembok. Ada lapangan luas menuju laut, dimana ada air surut dan naiknya setiap hari. Ombak-ombak di muara amat tinggi dan kapal terus-terusan ditemui di sini. Di sebelah selatan dari tempat ini, kira-kira 100 li (sekitar 30 mil) dijumpai bukit tinggi yang berhutan. Ke utara adalah laut, ke timur juga bukit-bukit tinggi dan jika terus dijalani akan ditemui negeri Aru. Sementara ke arah barat sebelah pantai terdapat dua negeri, yaitu negeri Nakur dan yang kedua adalah negeri Litai.
Hawa udara di negeri ini tidak sama sepanjang tahun. Jika siang panasnya terik, jika malam sejuk seperti musim rontok. Di bulan ke 5 dan 7 penanggalan adalah musim penyakit malaria. Bukit-bukitnya menghasilkan belerang yang banyak dan dapat ditemui di gua-gua. Di bukit ini tidak ada tumbuhan hidup, kering. Tanah tidak terlalu subur meski begitu mereka mananam padi di tanah terbuka. Panen sering dilakukan dua kali setahun.
Di negeri ini tidak terdapat gandum atau kedelai. Namun lada tumbuh didekat-dekat bukit. Pak tani menanamnya di sekitar tempat mereka tinggal. Bunga-bunganya menguning dan memutih. Lada adalah suatu tanaman. Selagi muda warnanya menghijau, sesudah masak menjadi merah. Jika setengah masak sudah diambil, maka iapun dikeringkan dan dijemur sebelum bisa dijual. Lada yang terdapat dimana-mana itu adalah berasal dari negeri ini. Setiap 100 kati menurut timbangan resmi telah dijual dengan harga 80 uang emas atau serupa dengan nilai 1 tahil parak.

Bermacam-macam buah-buahan dijumpai seperti pisang, tebu, manggis, nangka dan sebagainya. Ada semacam buah-buahan lagi yang disebut olah penduduk: durian. Buah ini memiliki panjang 8 hingga 9 inci dan memiliki banyak duri di kulitnya. Kalau durian ini sudah matang, ia menjadi berkotak-kotak sampai menjadi lima atau enam bagian, dan jika sudah dibuka baunya seperti daging busuk. Di dalam terbungkus 14 hingga 15 biji yang rasanya manis dan enak.

Jeruk tumbuh sepanjang tahun. Buah ini bisa disimpan lama dan tidak busuk. Selain itu juga ada bermacam sayuran dan hewan ternak seperti sapi, kambing, ayam, bebek dan binatang lainnya. Sama halnya seperti di Tiongkok.

Demikian pula tentang partukangan dan kerajinan hampir serupa dengan negeri kita meski mereka tidak menenun sutera. Adat istiadatnya menyerupai orang-orang di Malaka. Baik cara-cara mengadakan keramaian maupun tata tertib penyelenggaraan kemalangan.

Bahasa yang dipakai juga mirip dengan orang-orang di Malaka. Rumah-rumah penduduk tinggi dari tanah dan tidak bertingkat. Atapnya dibuat dari daun nipah dan rumbia yang disusun dan disimpul dengan rotan. Di negeri ini juga ada pembuat tikar rotan dan pandan.

Negeri ini banyak sekali disinggahi oleh kapal-kapal Melayu antar pulau dan perdagangan antara sesama mereka amatlah ramai dan penting. Ketika itu (jadi tahun 1405) sudah dipergunakan duit emas dan timah. Uang emas disebut dinar, takarannya 7:10 dengan emas murni. Beratnya 2 fan 3 li, kira-kira lebih sedikit 9/10 gram. Dalam pasar sehari-hari, mereka umumnya mempergunakan duit timah." [] Sumber: Aceh Sepanjang Abad karya Mohammad Said

No comments: