Asal-usul Nama Indonesia

Nama Indonesia tidak muncul tiba-tiba. Indonesia adalah bangsa yang muncul dan terbentuk melalui dialog. Identitas baru, bukan pelanjut kisah kerajaan-kerajaan di masa lalu. Sebelum 1900, bangsa yang bernama Indonesia nyaris tidak ada. Memang, kekuatan mereka terpecah-belah. Perang berlansung selama ratusan tahun.

Agar terlepas dari kerancuan dengan banyaknya “Hindia-Hindia” yang lain. Earl mengusulkan atau Malayunesia. Seorang yang lain James Richardson Logan memilih “Indunesia”. Dalam literatur kuno bangsa-bangsa Eropa, dalam buku Geographike Hyphegesis karya Claudius Ptolomeus yang terbit pada 2 masehi, mencatat tempat bernama Argryre Chora (Negeri Perak), Chryse Chore (Negeri Emas), Chryse Chersonesos (Semenanjung Emas). Muncul pula istilah labadiou (laba = yawa, dan iou = dvipa = pulau). Istilah iaba amat mirip dengan istilah yawa yang ditemukan pada prasasti Cangal di Jawa tengah.

Literatur kuno Hindu menggunakan istilah Dvipantara – dvipa (pulau) dan antara (seberang) untuk menamai wilayah yang kelak bernama Indonesia. Saat pengaruh Indonesia demikian besar di Jawa, Dvipantara diterjemahkan menjadi Nusantara. Istilah Nusantara cukup populer. Kitab Sejarah Malaya misalnya, menyebut kawasan ini dengan Nusa Tamara. Sementara Manuel Elgodinho de Eredia, kartografer terkemuka Portugis, menggunakan nama Nusantara dalam peta dunia yang diterbitkan tahun 1601. Indonesia menjadi pilihan intelektual sejak Profesor Adolf Bastian dari Universitas Berlin mempopulerkan nama itu dalam “Indonesien oder die Inseln des Malayichen Archipels” (1884).

Pada tahun 1908 Indischen Vereeniging mengklaim sebagai organisasi pertama yang menggunakan kata Indonesia dalam pengertian politik. Perlahan, nama Indonesia dipakai oleh organisasi pelajar atau mahasiswa Indonesia, peranakan Tionghoa, Indo-Belanda yang belajar di Belanda, Indonesisch Verbond van Studerenden. Pemakaian Indonesia sebagai pengganti Hindia Belanda diformulasikan secara tegas oleh Soerjadi Soerjaningrat pada peringatan ke-10 Boedi Oetomo di Amsterdam, Mei 1918.

Sejak itu pemakaian Indonesia menjadi penanda sebuah bangsa tak bisa dibendung lagi. Pada 1926, Mohammad Hatta selaku Ketua Perhimpunan Indonesia, memimpin delegasi ke Kongres Demokrasi Internasional untuk perdamaian di Bierville, Prancis. Tujuannya, antara lain, memperkenalkan nama Indonesia. Tanpa pertentangan, nama Indonesia pun diterima.

“Ketika kami merasakan perlunya menggabungkan pulau-pulau kami menjadi satu kesatuan yang besar, kami berpegang teguh pada nama ini dan mengisinya dengan pengertian-pengertian politik hingga ia pun menjadi pembimbing dari kepribadian nasional kami. Bila mendengar anak-anak tertawa, aku mendengar Indonesia. Manakala aku menghirup harum bunga-bunga, aku menghirup Indonesia. Inilah “arti tanah airku” (Soekarno).

Sumber : Buku “Duta Bangsa” Istana Merdeka Istana Negara, penulis Asti Kleinsteuber dan Drs. Ahmad Rusdi, Jakarta, AS Production Indonesia, 2008.


Diodhora

No comments: