Kamus Enam Bahasa Sultan al-Afdhal

Rasulid Hexaglot.
Rasulid Hexaglot.

Kamus itu harus dilihat bukan hanya sebagai hasil karya intelektual seorang raja, tetapi juga produk dari sebuah lingkungan yang sangat internasional.

Apa yang dilakukan seorang raja di waktu luangnya? Sultan al-Afdhal al-Abbas yang memerintah Yaman sejak 1363 sampai kematiannya pada 1377 M tampaknya menikmati berbagai kegiatan rekreasi yang umumnya disukai raja-raja dan pangeran Islam abad pertengahan.

Ia kerap memanah, menunggang kuda, dan berlatih pedang. Memiliki disiplin ilmu agama dan juga pengetahuan sekuler yang luas, ia juga menulis tentang tokoh terkemuka dalam sejarah Yaman, silsilah orang-orang Arab, dan budi daya biji-bijian dan sereal.

Namun, pada awal 1970-an, para sejarawan dibuat tercengang dengan temuan sebuah kamus poliglot alias kamus dalam banyak bahasa. Dalam kamus spektakuler tersebut terdapat sekitar 1.200 kata bahasa Arab. Dalam kolom yang paralel terdapat padanan kata dalam lima bahasa lain, yakni Persia, Turki, Yunani, Armenia, dan Mongolia.

Ini bukan hal yang biasa. Meskipun kamus multibahasa beredar luas di seluruh dunia Muslim pada abad pertengahan, kebanyakan berisi bahasa Arab, Persia, dan Turki. Belum pernah ditemukan kamus yang berisi enam bahasa.

Daftar kosakata tersebut walau jumlahnya hanya 1.200 kata, jelas sangat berguna bagi pedagang, diplomat, atau mereka yang terlibat dalam pekerjaan intelijen. Namun, kamus al-Afdhal tampaknya disusun bukan untuk kepentingan itu. Hal tersebut terlihat dari pilihan bahasa, kategori, dan kata-kata.

Sebaliknya, semua bukti mengarah pada kesimpulan kamus itu disusun hanya sebagai hobi intelektual. Tampaknya, mengumpulkan kata-kata dalam bahasa lain, bagi sultan keenam Yaman tersebut adalah cara untuk bersenang-senang. Sama seperti sebagian kita yang mengoleksi perangko, koin, atau kupu-kupu.

Kamus yang dijuluki para ilmuwan dengan Rasulid Hexaglot itu merupakan salah satu dari kumpulan karya al-Afdhal yang ditemukan di Yaman. Kumpulan karya tersebut dijilid sehingga membentuk sebuah naskah tunggal.

Rasulid merupakan dinasti yang menguasai Yaman dan Hadramaut dari tahun 1229 sampai 1454 M. Pendiri klan Rasulid adalah keturunan dari Muhammad Ibn Harun, seorang pemimpin suku Turki Oghuz yang datang ke Yaman pada 1180 sebagai pembawa pesan (Arab: rasul) dari khalifah Abbasiyah.

Sebelum diambil alih oleh klan Rasulid, Yaman telah diperintah Dinasti Ayyubiyyah yang didirikan Salahuddin al-Ayyubi di Mesir.

Di antara kelompok-kelompok etnis Yaman, ada juga Arab, Kurdi, dan Turki. Kelompok tersebut hidup berdampingan dengan penduduk Yahudi yang cukup banyak, Persia, dan segelintir orang Yunani, Armenia, Georgia, dan Circassia.

Maka, kamus itu harus dilihat bukan hanya sebagai hasil karya intelektual seorang raja, tetapi juga produk dari sebuah lingkungan yang sangat internasional.

Kolom bahasa Arab dan Persia dalam heksaglot (kamus enam bahasa) itu menjadi contoh tulisan khas Arab dan Persia dari akhir abad pertengahan, tetapi bahasa lain dalam kamus juga diberi komentar khusus. Misalnya, kata-kata Turki di bagian akhir kamus, berasal dari dialek yang terkait erat dengan bahasa Turki modern, Azerbaijan, dan Turkmenistan.

Sedangkan, kata-kata Turki di bagian awal menampilkan kedekatan dengan kelompok bahasa Turki yang meliputi Tatar, Bashkir, Kazakhstan, dan Karakalpak. Semua bahasa tersebut digunakan di negara bekas Uni Soviet.

Kemungkinan dari diskontinuitas itu adalah Rasulid Hexaglot terdiri dari dua kamus terpisah yang disusun bersama membentuk satu kesatuan. Pada bagian entri Yunani dan Armenia, ada sejumlah karakteristik umum kedua bahasa yang langka ditemukan, yakni ditulis dalam aksara Arab.

Contoh termashyur bahasa Yunani yang ditulis dalam aksara Arab adalah serangkaian puisi yang ditulis penyair Jalaludin Rumi pada abad ke-13. Dialek Yunani dan Armenia dari abad pertengahan yang terekam di kamus kini sudah punah. Ejaan awal kedua bahasa itu menunjukkan al-Afdhal mendengar kata-kata itu dari penutur asli, bukan dari teks.

Dari sudut pandang filologis, bagian Mongolia di kamus tersebut adalah kolom yang paling berharga dari semua. Meski Mongolia berkuasa di Timur Dekat (membentang dari Iran, Irak, dan berpusat di Persia Azerbaijan) sejak 1256 sampai sekitar 1335 M, semua karya sastra yang selamat ditulis dalam bahasa Persia, Arab, atau Suriah.

Bahasa Mongolia dituturkan di beberapa bagian dunia Islam selama beberapa dekade, tapi sedikit yang diketahui tentang dialek itu sampai ditemukannya Rasulid Hexaglot.

Sampai sekarang belum jelas apakah al-Afdhal menggunakan sumber-sumber tertulis dalam menyusun kolom ini atau apakah dalam 30 atau 40 tahun setelah Mongol tidak lagi memerintah di Timur Dekat, ia menemukan seseorang yang masih berbicara Mongolia di Yaman.


Ketertarikan yang tak biasaPada 1974, seorang sarjana Lebanon menunjukkan salinan mikrofilm naskah ini kepada Profesor Tibor Halasi-Kun.

Profesor tersebut adalah seorang ahli bahasa Turki dan sejarah Departemen Bahasa dan Budaya Timur Tengah di Universitas Columbia, Amerika Serikat. Halasi-Kun terkejut akan nilai historis naskah itu.

Naskah itu sendiri belum pernah keluar dari Yaman. Ia lalu membentuk tim ahli yang terdiri dari empat filologis untuk mengedit, menerjemahkan, dan menganalisis isi teks kamus. Tim menemui kesulitan karena teks seluruhnya ditulis dalam aksara Arab.

Aksara Arab jarang digunakan untuk menulis bahasa Yunani, Armenia, dan Mongolia. Para ahli juga bisa mempelajari mengenai tulisan kuno, filologi (manuskrip kuno), dan sejarah.

Halasi-Kun mengerjakan bagian Turki. Mantan muridnya, Peter B Golden, dari Universitas Rutgers, bertanggung jawab atas bagian Yunani. Keduanya juga bekerja sama menerjemahkan entri bahasa Arab dan Persia yang secara linguistik jauh lebih sulit daripada yang lain.

Bagian Mongolia dipelajari oleh akademisi Lajos Ligeti dari Universitas Budapest, Hungaria. Sedangkan, Profesor Edmond Schiitz menangani bagian Armenia. “Saya pikir (kamus) ini murni hanya sebuah hobi,” ujar Golden saat ditanya mengenai alasan al-Afdal menyusun kamus.

Golden mengatakan, al-Afdhal menyusun kosakata politik dan budaya yang menurutnya menarik pada masa itu. Pada dasarnya, ia membicarakan mengenai bahasa besar pada era itu.
Baginya, kamus yang dibuat sultan Yaman merupakan prestasi mengesankan meski para penguasa abad pertengahan memang memiliki kemampuan akademis yang luar biasa. Namun, kata Golden, ketertarikan al-Afdhal al-Abbas pada leksikografi (pembuatan kamus) tidak biasa.

Ketika penelitian terhadap kamus dimulai, terungkap naskah Rasulid Hexaglot tidak ditulis dengan tangan al-Afdhal sendiri. Yang terjadi adalah naskah adalah hasil salinan beberapa kali oleh juru salin. Tim berasumsi variasi dalam ejaan adalah kesalahan penulisan.

Asumsi itu logis. Sebagaimana juru salin moderen, juru salin hampir selalu melakukan beberapa kesalahan. Secara alami, kemungkinan kesalahan meningkat setiap kali seorang juru tulis diminta menyalin data dalam bahasa yang dia tidak tahu, terutama dalam bahasa yang tidak biasa, seperti Mongolia dan Armenia.

Kosakata dalam Rasulid Hexaglot dikelompokkan secara sistematis sesuai dengan subjek. Profesor Peter B Golden dari jurusan sejarah Universitas Rutgers, Newark, Amerika Serikat, menyebut klasifikasi tersebut sangat ilmiah dan logis.

Subjek dalam kamus terbagi menjadi kategori sebagai berikut: anatomi, fungsi tubuh, binatang besar, hewan berbulu, serangga, burung, istilah kekerabatan, bagian dari hari/pekan/tahun, angka, berat dan ukuran, mata uang, air, topografi, pohon, buah-buahan, biji-bijian dan sereal, warna, penyakit dan kesengsaraan, kuda, alat rumah tangga dan peralatan, senjata, perlengkapan memanah, perlengkapan kuda, berbagai macam makanan, pakaian, logam mulia dan permata, dan kerajinan dan pengrajin.

Tim peneliti Rasulid Hexaglot seakan terhanyut oleh metode yang dilakukan al-Afdhal. Golden menambahkan jika dirinya berada dalam posisi sultan, ia juga akan melakukan hal yang sama. “Dalam arti, kami hampir merasa raja ini memiliki semacam semangat yang sama. Ia mempunyai sejumlah ketertarikan yang sama dengan kami,” katanya.

Kategori terperinci, seperti elang, memanah, dan menunggang kuda menunjukkan sang sultan menggemari hal tersebut. Contohnya, kosakata panah, busur, bergetar, tali busur, bulu panah, panah, dan target tersedia dalam bahasa Arab, Persia, Turki, Yunani, dan Armenia.

Tidak ada kata dalam bahasa Mongolia untuk kosakata tadi. Elang putih abu-abu, misalnya, dalam bahasa Arab disebut al-bazal-ashhab, baz-isaped dalam bahasa Persia, aq toghan dalam bahasa Turki, aspron yerakin dalam bahasa Yunani, dan spidak baza di Armenia.

Istilah dasar juga dimasukkan dalam Rasulid Hexaglot, yakni Tuhan, pria, perempuan, hidup, mati, bumi, matahari, bulan, teman, musuh, roti, daging, susu, kepala, jantung, surga, dan neraka. Kosakata, seperti keju lembut, agas, pasta, jas hujan, pisau pembuat sepatu, dan perut kedua unta juga ada.

Lalu, pertanyaan yang masih tersisa, gambaran apa yang bisa kita tahu tentang kehidupan Yaman pada abad ke-14? Jawabannya, tidak banyak. Alih-alih, Hexaglot Rasulid memberitahu kita tentang ketertarikan dan perhatian seorang raja Yaman yang berbakat.

Berkat karyanya, pengetahuan kita tentang Turki pada akhir abad pertengahan, Armenia Silisia, Byzantium Yunani, dan dialek Mongolia yang punah bertambah.

Namun, Rasulid Hexaglot juga menimbulkan banyak pertanyaan tentang al-Afdhal. Sosok seperti apakah dia? Bagaimana pribadinya? Kapan dan bagaimana dia tertarik pada dunia kata-kata?

Adakah teman sebagai tempat ia berbagi minat? Dan, masih banyak pertanyaan seputar itu. Tentang hal-hal itu, sayangnya kita hanya bisa bertanya-tanya.

 Ani Nursalikah     
Redaktur : Chairul Akhmad




No comments: