Kazan, Kisah Penguasa Stepa

Masjid Qolsharif di Kazan, Rusia.
Masjid Qolsharif di Kazan, Rusia.

Suku padang stepa besar itu pernah mendominasi Rusia selama berabad-abad sehingga tanah Rusia dijuluki Tartaria.
Di tengah sebuah pesta pernikahan di Masjid Qolsharif di Kazan, seorang imam berusia 34 tahun, Rustem Zinnurov, bercerita bahwa kota di Rusia ini layak menyandang reputasi sebagai kota dengan toleransi agama tinggi.

“Hubungan Muslim-Kristen di sini lebih dari sekadar toleran. Mereka bersaudara,” kata Zinnurov. Dia tidak sedang berbasa-basi.

Di kota ini 1,2 juta penduduknya terbagi rata antara warga Muslim Tatar dan warga Rusia penganut Kristen Ortodoks. Rasa toleransi tersebut bukanlah hal kecil, mengingat latar belakang itu. Rustem mencontohkan, hari besar umat Muslim Idul Fitri atau Hari Raya Kurban Bayrami dalam bahasa Turki menjadi hari libur kerja bagi seluruh kota.

Masjid Qolsharif sendiri adalah Masjid terbesar di Rusia. Bukan hanya sebagai tempat beribadah, di dalamnya juga terdapat sebuah museum yang menunjukkan sejarah Islam, ilmu pengetahuan, dan tradisi. Museum itu juga menampilkan hal-hal yang berkaitan dengan Kitab Injil dan Taurat.

Simbol yang menegaskan persaudaraan antaragama di kota itu adalah letak masjid itu sendiri. Masjid berada di dalam lingkungan Benteng Kazan atau Kremlin. Kompleks Kremlin di Kazan yang sudah terdaftar di UNESCO sebagai situs warisan dunia ditempati Katedral Annunciation yang memiliki kubah emas.

Sejak masa kepemimpinan Czar Ivan IV, katedral tersebut menjadi lambang penaklukannya atas Muslim Tatar pada abad ke-16. Di seberangnya, terdapat Universitas Islam Rusia yang berdiri pada 1978. Universitas itu menjadi lembaga pendidikan pertama di Rusia yang mendedikasikan diri bagi kemajuan pendidikan  Islam.

Lalu, siapa sebenarnya Tatar? Sedikit dikenal di belahan dunia lain, Tatar adalah orang Turki yang menjadi warga minoritas terbesar di Rusia. Tetapi, ada juga komunitas Tatar yang tersebar, mulai dari Jepang, Polandia, dan ke San Francisco. Bahasa Tatar ditulis dalam huruf Sirilik di Rusia.

Di tempat lain, bahasa itu ditulis dengan huruf Arab dan Latin. Bahasa ini menyerupai bahasa Turki dengan beberapa kata bahasa Arab dan dituturkan oleh sekitar tujuh juta orang di seluruh dunia. Di antara keturunan Tatar yang terkenal adalah bintang balet Rudolf Nureyev, komposer Sofia Gubaidulina, petenis Olimpiade Dinara Safina, dan aktor Hollywood Charles Bronson.

Terletak di pertemuan Sungai Volga dan Sungai Kazanka sekitar 800 kilometer (500 mil) di timur Moskow, Kazan juga merupakan Ibu Kota Republik Tatarstan Rusia yang berusia 1.005 tahun.


Kazan mirip dengan Roma yang didirikan pada tujuh bukit. Nama Tatar mulai muncul pada abad pertengahan di Cina sebagai julukan untuk menyebut salah satu suku Mongol.

Tak diketahui dengan pasti apakah Tatar masuk dalam pasukan Jengis Khan yang memorakporandakan Asia Tengah, Timur Tengah, sampai Rusia itu pada abad ke-12.

Yang pasti mereka sudah menempati wilayah antara Sungai Volga dan Sungai Kama sebelum datangnya serbuan bangsa Mongol. Mereka berasal dari suku-suku nomaden yang menguasai padang stepa besar Golden Horde yang membentang antara Laut Hitam, Laut Kaspia, sampai ke Siberia.

Namun, nama Tatar mulai dipergunakan secara resmi setelah Kerajaan Kazan Khanate didirikan pada 1438 oleh salah satu keturunan Jengis Khan.

Tetapi, orang Finnic, sebuah suku yang berasal dari Eropa Utara tetap memanggil mereka dengan sebutan yang benar sesuai sejarah: Volga Bulgaria, sebuah kelompok masyarakat nomaden di tanah Rusia yang menghuni wilayah antara Sungai Volga dan Sungai Kama.

Orang Tatar memeluk agama Islam pada abad ke-10 setelah datangnya utusan khalifah Abbasiyah al-Muqtadir yang berkuasa di Bagdad, Irak.

Setelah mendirikan kerajaan Kazan Khanate, komunitas Tatar yang dikenal sebagai suku dari padang stepa besar itu kemudian mendominasi Rusia selama berabad-abad sehingga tanah Rusia kala itu sempat dijuluki dengan Tartaria. Mereka termasyhur dengan reputasi sebagai penunggang kuda yang luar biasa.

Sejak memeluk Islam, orang Tatar atau Volga Bulgaria sudah mencetak koin perak dengan tulisan Arab. Mereka dikenal sebagai pandai besi yang mencetak besi berkualitas tinggi, berdagang komoditas bulu binatang dengan bangsa-bangsa lain di Eropa Timur sampai Timur Tengah.

Wilayah yang dihuni bangsa Tatar dikenal memiliki banyak bengkel metalurgi, tembikar, dan kerajinan emas dan perak. Komoditas yang paling terkenal adalah kulit. Karena kualitasnya sangat terpandang, di Asia Tengah dan Persia kulit terbaik disebut Bulgar.

Sebagian besar masyarakat Tatar ketika itu sudah melek huruf. Perpustakaan banyak ditemui di masjid maupun madrasah.

“Ketika bangsa Slav masih belum mendirikan gereja dan belum mulai menduduki wilayah itu atas nama bangsa Eropa, maka Bulgar sudah mendengarkan bacaan Alquran di tepi Sungai Volga dan Kama,'' tulis sejarawan Rusia SM Solovyov menggambarkan majunya peradaban Kazan ketika itu.

Namun, Kerajaan Kazan Khanate akhirnya mengalami kemunduran karena banyak mengalami pergolakan internal berupa perebutan kekuasaan. Pada tahun 1552, Khazan Khanate akhirnya takluk kepada Kekaisaran Rusia yang didirikan oleh orang-orang Slavik yang berpusat di Moskow.

Mulai saat itu, bangsa Tatar mengalami kemunduran di berbagai bidang, baik ekonomi maupun budaya. Aset ekonomi banyak dikuasai orang Rusia maupun orang Tatar pro-Moskow dan banyak orang Tatar yang berpindah ke agama Kristen.

Kaisar Rusia Peter Agung pada awal 1700-an memberlakukan aturan diskriminatif yang membatasi kebebasan warga Muslim, terutama bangsa Tatar. Peter bahkan memaksa Muslim Tatar beralih keyakinan menjadi pemeluk Kristen Orthodoks.

Aturan diskriminasi itu kemudian dihapuskan oleh Ratu Catherine pada abad ke-18. Bahkan, pada 1771 Catherine mengizinkan pendirian dua madrasah.

Atas tindakannya menghapuskan aturan-aturan diskriminatif terhadap kaum Tatar, ratu Kekaisaran Rusia itu sangat dihormati di Kazan. Ada suatu anekdot yang mengisahkan keluhan pendeta Orthodoks atas pembangunan menara masjid yang lebih tinggi dari menara gereja.

Menurut cerita, Catherine menjawab, “Aturan saya berlaku di Bumi. Apa yang  terjadi di langit adalah urusan Tuhan.” Pernyataannya tersebut secara tidak langsung mengizinkan menara masjid tetap berdiri.

Tatar Bangkit Kembali
Di bawah pemerintahan komunis Uni Soviet, baik budaya Tatar maupun Islam, ditekan bersama dengan identitas regional lainnya dan Kristen.

Seorang profesor seni dekoratif di Academy of Sciences Tatarstan Guzel Valeeva-Suleymanova mengatakan bahwa pemerintah komunis Uni Soviet menilai bangsa Tatar sebagai kaum barbar.

Pada 1974, ayahnya, Fuad Valeev, diasingkan karena menulis buku-buku tentang ornamen Tatar. Valeeva-Suleymanova menambahkan, mengembangkan dan mempromosikan seni Tatar adalah tindakan berbahaya waktu itu. “Soviet benar-benar menentang gagasan bahwa kita memiliki budaya kita sendiri. Mereka ingin dilihat sebagai pembawa peradaban kepada kami,” katanya.

Dengan runtuhnya Uni Soviet pada 1990, ada lonjakan minat dalam warisan Tatar. Akses mencari buku-buku tentang Tatar terbuka lebar. Valeeva-Suleymanova dan ulama lain mulai dapat menyusun sejarah Tatar. Monarki Tatar yang terakhir tercatat berkembang pada 1438-1552.

Museum Nasional, Museum Millennium, dan Galeri Khazine menampilkan perhiasan perak bertakhtakan permata, amethyst, dan batu mulia lainnya. Ada pula gaun yang dijahit dengan cermat yang dihiasi pola bunga perak dan benang emas.

Sebagai pelengkap adalah topi beludru berbentuk lonceng dengan bordir yang rumit. Kostum tradisional tersebut masih dikenakan untuk pernikahan dan festival panen Sabantui pada bulan Juni.

Kerajinan pakaian tradisional menghadapi tantangan dengan masuknya produk murah dari Cina yang bersaing dengan produk dari pengrajin. Tetapi, sebaliknya, bahasa dan sastra Tatar tampaknya berkembang. Naskah awal Tatar berusia lebih dari satu milenium. Sebuah organisasi penulis internasional Tatar PEN telah menerbitkan 43 buku dan 200 puisi.

Para penulis yang tergabung dalam organisasi ini bebas menulis apa yang mereka inginkan. PEN telah menerbitkan 20 buku karya penulis Tatar dalam bahasa Inggris, di antaranya yang ditulis oleh Gabdulla Tukay dan antologi puisi kontemporer dan prosa oleh 30 anggotanya.

 Ani Nursalikah
Redaktur : Chairul Akhmad

No comments: