Pemukiman Kuno Ditemukan di Trenggalek
Tim peneliti dari Balai Arkeologi Yogyakarta mengidentifikasi sejumlah temuan arkeologi berbentuk struktur bangunan yang ditengarai sebagai jejak sejarah pemukiman kuno pada akhir masa Kerajaan Kediri, sekitar akhir abad 11.
Salah satu tim peneliti dari Universitas Negeri Malang, Muzakir Cahyono, mengungkapkan, dugaan dua situs berbentuk struktur tatanan bata merah yang mereka eskavasi adalah jejak pemukiman kuno didasarkan pada sebaran temuan arkeologi lain di sekitar lokasi penelitian mereka.
Beberapa situs yang menjadi rujukan untuk menganalisis peninggalan sejarah pra-Kerajaan Majapahit itu antara lain temuan Candi Brongkah di Desa Kedunglurah, Kecamatan Pogalan; Situs Semarum di Desa Semarum, Kecamatan Durenan, Situs Kamulan di Desa Kamulan, Kecamatan Durenan, serta Prasasti Kamulan yang terlebih dulu diketemukan pada dasawarsa '80-an.
"Sebaran arkeologi juga ditemukan di daerah-daerah sekitar Kamulan. Kami menduga daerah sini dulunya adalah tanah pardikan, semacam desa yang diberi anugerah (hak otonomi) oleh Raja Kertanegara atau Srengga pada masa Kerajaan Kadiri akhir," kata Cahyono.
Analisa itu diakui masih bersifat hipotesa, mengingat penelitian di Situs Kamulan baru memasuki tahap eskavasi kedua dan belum berhasil mengidentifikasi bentuk maupun fungsi struktur bangunan kuno dari susunan bata merah yang terpendam sekitar 1,5 meter di bawah pemukiman penduduk tersebut.
Namun jika mengacu pada petunjuk Prasasti Kamulan yang telah dieskavasi terlebih dulu pada tahun 1980-an dan kini disimpan di pendopo Kabupaten Trenggalek, Muzakir yang ahli sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia ini meyakini sebaran temuan arkeologi di wilayah Trenggalek timur itu sebagai jejak pemukiman kuno.
"Prasasti Kamulan identik dengan prasasti-prasasti Srengga (Srengga Lancana) lain yang tersebar di wilayah wilayah selatan Sungai Brantas seperti Blitar, Kediri, Tulungagung dan Trenggalek. Prasasti itu penanda anugerah raja Srengga untuk desa-desa yang diberi status sebagai tanah pardikan dan diberi hak mengelola pajak sendiri," terangnya.
Misteri yang kini masih ingin diteliti oleh Balai Arkeologi Yogyakarta, lanjut Muxakir, adalah mencari desa utama (dalam ilmu sejarah disebut dengan "tani") di antara beberapa pemukiman lain atau dalam istilah sekarang dikenal dengan nama dusun/dukuh.
Desa Kamulan diduga dulunya merupakan desa utama (tani) dengan luasan hingga wilayah Desa Semarum yang juga ditemukan situs menyerupai instalasi air buatan atau semacam cekdam atau kolam penampungan air.
Masalahnya, seberapa banyak peninggalan arkeologi bisa diselamatkan dan dieskavasi untuk mengetahui lebih jauh jejak pemukiman kuno yang diyakini sebagai cikal-bakal terbentuknya Kabupaten Trenggalek itu sangat bergantung pada kemauan politik pemerintah daerah dan pusat.
Pasalnya, sebagaimana disampaikan Ketua Tim Peneliti Balai Arkeologi Yogyakarta, Heri Priswanto, penelitian situs arkeologi di wilayah Kamulan maupun Semarum saat ini terus berpacu dengan tumbuh suburnya industri kerajinan genting dan bata merah sehingga memungkinkan terjadinya penggalian tanah secara masif dan tidak terkontrol.
"Berbeda dengan Situs Semarum yang telah diduduki pemukiman, di Kamulan situs yang kami temukan cenderung masih intak atau utuh. Tapi untuk melakukan eskavasi kami harus berpacu dengan industri kerajinan genting dan bata merah, karena bisa jadi situs yang ada juga tersebar," kata Heri.
Ia berharap, pemerintah daerah segera mengambil inisiatif kebijakan dalam menyelamatkan temuan bersejarah tentang kehidupan kuno di daerah tersebut. (ant)
(amr)
No comments:
Post a Comment