TAN MALAKA

Bukan Hanya Pahlawan Revolusioner, Tetapi Juga Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Tan Malaka, sang revolusioner bukan hanya berbakat berperang dengan taktik Gerilya, bukan hanya kritis dan berbakat menulis, bukan hanya seorang komunis nasionalis sejati, tetapi juga seorang pahlawan tanpa tanda jasa. Sedikitnya ada 8 fakta yang saya temukan dalam buku Fahsin, Negara dan Revolusi Sosial “Pokok-pokok pikiran Tan Malaka” yang membuktikan Tan Malaka memiliki jiwa pendidik yang sejati…

Berikut fakta-fakta tersebut…

    Pada tahun 1913, Tan Malaka mengikuti ujian akhir dari sekolah Kweekschool (sekolah guru), merupakan sekolah tingkat 2 Tan Malaka setelah lulus dari sekolah Suliki (1903-1908). Setelah ujian, dan selama menunggu hasil pengumuman Tan Malaka menyempatkan diri melatih anak-anak untuk baris-berbaris dibawah komandonya.

    Setelah kembali ke Indonesia, Tan Malaka ditugaskan sebagai guru bagi anak-anak pribumi di Sanembah. Direktur perusahaan tersebut adalah Dr. Jansen, yang kemudian mempercayakan pendidikan anak-anak itu kepada Tan Malaka. Tan Malaka mengajar Bahasa Melayu bersama seorang temannya De Way.

    Pada bulan Februari 1921, Tan Malaka tiba di Batavia (Jakarta) dan menginap di rumah Horensma. Kepada Horensma ia menceritakan niatnya mendirikan sekolah bagi kepentingan kaum pribumi.

    Tan Malaka keluar dari rumah sakit pada tanggal 10 April. Selanjutnya ia bekerja di sebuah sekolah swasta yang telah berdiri cukup lama. Selain mengajar dia juga memberi kursus privat pada siang maupun malamnya. Tan Malaka memberi pelajaran dengan menggunakan bahasa Belanda.

    Setelah kesehatannya pulih kembali, semangat Tan Malaka sangat tinggi. Ia mendirikan sekolah sendiri untuk mengajar anak-anak anggota SI di Semarang yang kemudian sukses dan berkembang hingga di kota-kota lain.

    Di Salatiga pada bulan Desember 2001, sekolah SI yang didirikan Tan Malakan telah memiliki 75 murid. Hal serupa terjadi di Bandung dan Tan Malaka pergi kesana untuk mengajar ilmu pertanian.

    Tan Malaka juga sempat mengajar di Amoy, Cina, pada school of foreign languages.

    Sembari menunggu waktu yang tepat ke tanah air, ia mendirikan sekolah dan mengajar bahasa Inggris di sekolah menengah tinggi setempat (Fukkian, Cina).


Martin R

No comments: