Dinar, Mata Uang yang Terus Bersinar

Uang Dirham Dinar
Uang Dirham Dinar

Dinar dan dirham merupakan alat tukar yang paling adil dan bebas pemalsuan.

Kejayaan Islam pada masa lampau tentu tak bisa dilepaskan dari mata uangnya. Dinar dan dirham sebagai alat tukar terbaik ketika itu ternyata mampu menyelamatkan perekonomian dunia Islam dari krisis.
Dinar dan dirham tidak hanya populer pada zaman Rasulullah SAW. Pada abad ke-13 hingga pengujung abad ke-20, dirham dan dinar merupakan mata uang yang paling banyak digunakan di dunia.

Penggunaan mata uang ini meliputi wilayah–wilayah kesultanan Utsmaniyah, yakni Eropa bagian timur dan selatan, sebagian Asia, Timur Tengah, dan Afrika bagian utara.

Mata uang dirham sebenarnya bukan berasal dari kebudayaan Islam sendiri, melainkan sudah ada sebelum zaman Rasulullah SAW. Mata uang dari perak telah digunakan sejak lama di Yunani yang saat itu disebut koin drachma.

Ketika Romawi menjalin hubungan dagang dengan saudagar Arab sebelum masa Islam, koin drachma ini pun mulai dikenal di kalangan Arab.

Karena terbuat dari perak, koin drachma bisa disandingkan dengan dinar milik Arab. Hal itu karena emas dan perak sama-sama nilai instrinsik sebagai logam mulia.

Dinar dan dirham sering disebut-sebut sebagai alat tukar terbaik yang pernah ada. Alat tukar ini pun menjadi acuan dalam beberapa penerapan syariat Islam, seperti membayar had, zakat, fidiyah, dan lainnya.
Artinya, dinar dan dirham mendapat rekomendasikan dari Allah sebagai alat tukar. Seperti disebutkan oleh Imam al Ghazali, dinar dan dirham merupakan alat tukar yang paling adil dan tentu saja bebas pemalsuan.

Dinar dan dirham mendongkrak perekonomian umat Islam hingga 470 tahun sepeninggal Rasulullah SAW, sebelum mata uang ini ditinggalkan.

Dinar adalah uang koin dari emas 22 karat (91,7 persen) dengan berat 4,25 gram. Takaran 4,25 gram karena merujuk kepada salah satu hadis Rasulullah SAW, “Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah dan takaran adalah takaran penduduk Madinah.” (HR Abu Daud).

Dari hadis tersebut, Dr Yusuf Qaradawi dalam fatwa kontemporernya menyimpulkan berat satu dinar atau satu Mithqal sama dengan 4,25 gram timbangan saat ini, sedangkan berat satu dirham 2,975 gram, sesuai dengan standar penduduk Makkah dulunya.

Demikian juga dalam hal karat, ukuran 22 karat merujuk kepada taqrir Rasulullah SAW dalam menggunakan dinar ketika itu. Rasulullah SAW pun pernah memerintahkan untuk mencetak dinar sendiri sebagai mata uang umat Islam.

Keinginan Rasulullah SAW tersebut baru terlaksana pada masa Umar bin Khattab (tahun 642 Masehi). Dinar dicetak sesuai dengan ketentuannya seberat 4,25 gram. Sedangkan, dirham seberat 2,975 gram atau tujuh dinar sama dengan berat 10 dirham. Takaran ini kemudian disahkan oleh World Islamic Mint (WIM).

Dinar dan dirham merupakan alat tukar yang paling adil dan bebas pemalsuan.
Koin dinar dan dirham yang dicetak pada masa itu diduplikat dari dirham perak Yezdigird III dari Sassania. Perbedaannya, dalam koin tersebut ada tulisan Arab yang berlafazkan Bismillah. Sejak saat itu pula, tulisan Bismillah terus ditemukan dalam setiap koin dinar dan dirham.

Pada zaman kekhalifahan Islam Mu’awiyah bin Abu Sufyan (tahun 41-60 Hijriyah), barulah umat Islam mempunyai percetakan dinar dan dirham sendiri.

Namun, ketika itu masih tetap mempergunakan dinar cetakan Byzantine. Reformasi finansial secara menyeluruh baru dilaksanakan pada zaman kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan (tahun 75-76 Hijriyah).

Saat itu, mata uang asing selain dinar dan dirham cetakan Islam tidak diperbolehkan lagi untuk beredar. Semenjak itu, dinar dan dirham cetakan Islam ini terus dipakai hingga berakhirnya kekhalifahan Turki Usmani tahun 1924.

Percetakan koin dinar dan dirham pada zaman Khalifah Abdul Malik di bawah tanggung jawab al-Hajjaj. Inilah sebenarnya percetakan dirham pertama umat Islam sesuai dengan standar resminya.

Dalam koin itu tidak terdapat lagi gambar-gambar berwujud manusia atau binatang. Al-Hajjaj menggantinya dengan tulisan Allahu ahad, Allahush shamad.

Seiring perkembangan zaman, ada juga dinar dan dirham yang dicetak dengan mencantumkan kalimat La ilaha illallah Muhammadurrasulullah. Ada juga yang mencantumkan nama pemimpin umat Islam ketika itu dan tahun dicetaknya.

Saat ini, masih ada beberapa negara di Timur Tengah yang masih mempertahankan istilah dinar walau tinggal dalam bentuk uang kertas.

Dinar pertama kali dicetak di Indonesia pada 2000 oleh Islamic Mint Nusantara (IMN). IMN juga mengeluarkan hasil penlitian sejarah, fikih, dan timbangan mitsqal yang diikuti dengan Fatwa Atas Berat dan Kadar untuk Dinar dan Dirham.

Hasil penting ini menyatakan dinar dan dirham adalah murni, satu mistqal, yakni 4,44 gram (1/7 troy ounce) dan 1 dirham, yaitu 3,11 gram (1/10 troy ounce).

Saat ini, dinar masih tetap digunakan umat Islam sebagai tabungan dan investasi. Ada juga yang menjadikannya sebagai mahar dan kado pernikahan.

Bahkan, ada juga yang menjadikannya sebagai arisan. Alasannya, nilai emas akan terus terpelihara dari inflasi, tidak seperti uang kertas.

 Hannan Putra

No comments: