Kota Malang Masa Hindia Belanda 1914-1942, Het Dorado van Oost Java: Catatan Awal
Pada 1 April 2014 Kota Malang berusia 100 tahun sebagai kotapraja. Karena pemerintah Hindia belanda menjadikan Malang sebagai kotapraja pada 1 April 1914. Namun baru pada 1919 Malang mempunyai walikota sendiri. Kota ini dirancang sebagai kota untuk orang-orang pensiun dan menjadi satu di antara dua kota untuk tempat beristirahat orang-orang Eropa selain Bandung (Werthleim, 1958). Kalau Bandung dijuluki Paris van Java, maka Malang dijuluki Het Dorado van Oost Java. Tulisan ini jauh dari sempurna karena hanya catatan tercecer antara 1992-1994 dan diupayakan diupdate dengan berapa tulisan masa kini. Selamat ulang tahun Kota Malang.
Latar Belakang
Sosiolog perkotaan dari Belanda Peter J. M Nas dalam sebuah bukunya menggolongkan Malang termasuk sebagai sebagai kategori kota-kota yang masyarakatnya tidak mempunyai perbedaan kekayaan yang ekstrem atau egaliter, bersama kota-kota Bukittinggi, Pekanbaru, Malang, Pasuruan, Kediri,Blitar dan Surabaya. Umumnya kota-kota yang termasuk kategori ini berada dalam Propinsi Jawa Timur. Sementara itu sosiolog Belanda lainnya Wertheim menyebutkan hingga 1930 terdapat 77 kota di Jawa dan Madura. Sebanyak enam kota berpenduduk di atas 100 ribu jiwa dan enam kota lagi berkisar 50 ribu hingga 100 ribu jiwa. Malang termasuk kelompok yang kedua.
Pada perjalanan sejarah kota Malang memang lahir dari masyarakat yang memang egaliter. Sekalipun penulisan sejarah Malang banyak ditarik hingga abad ke 14-15 Masehi, tetapi saya berpendapat bahwa cikal bakal Kota Malang dimulai sekitar 1710-an. Sumber-sumber Belanda dengan catatan tertulis yang akurat membuktikan hal itu.
Hingga Surapati dan para pendukungnya memerintah Pasuruan sekitar 1686-1706 pedalaman, Malang adalah daerah pegunungan liar dan jarang penduduknya. Perlawanan surapati terhadap VOC merupakan sedikit dari perlawanan dari tokoh-tokoh yang bukan bangsawan. Dia hanya seorang budak Dari Bali di bawah Ke Batavia oleh seorang Belanda bernama Moore. Di sana dia berhubungan intim dengan anak Moore bernama Suzane., sesuatu yang tabu masa itu dan membuatnya dipenjara dan akhirnya memberontak bersama tawanan lain.
Pasukan yang dikumpulan Surapati boleh dibilang pasukan Indonesia masa itu karena terdiri dari berbagai suku: Bali, Melayu, Banten dengan lawan yang jelas: orang kulit putih. Surapati mengalahkan pasukan VOC di Kertasura pada Februari 1686 dan menewaskan Komandannya bernama Tack bersama lebih dari 60 tentaranya, lalu dia menyingkir ke Pasuruan. Semenjak itu Pasuruan tempat bergabungnya orang-orang yang tidak suka VOC dan Mataram.
Setelah jatuhnya Surapati gugur dalam pertempuran di Bangil dan Pasuruan diduduki VOC dan Mataram pada 1708. Anak-anak Surapati dan pendukungnya melarikan diri ke gunung-gunung dan mendirikan sebuah kerajaan yang independen di daerah Malang . Boleh dibilang Malang adalah “wilayah merdeka” pertama dalam wilayah Jawa yang sudah didominasi VOC dengan pemerintahan yang relatif lebih egaliter walau terdapat sejumlah pangeran yang melarikan diri ke Malang.
Pada waktu itu (1710) nama Malang tampaknya telah muncul dari istilah “melintas”. Susuhunan Mataram disebutkan tidak pernah bisa memerintah daerah ini karena terlalu kuatnya barisan oposisi. Apalagi kerajaan itu semakin lemah karena perpecahan dan perang saudara yang terjadi berulang kali. Dua tokoh penting yang membuat jengkel VOC dan sekutunya di Mataram yang melarikan diri ke sana. Pertama adalah Raden Aria Melayu Kusuma, seorang wedana di Siti Ageng Mataram yang ikut memberontak bersama Mas Gerendi pada 1740-1743. Setelah Mas Gerendi kalah melayu Kusuma bergabung dengan “kawan-kawan seaspirasinya” ke Malang. Diikuti pada 1755 pemberontak lainnya Pangeran Singasari sesudah Perang Suksesi 1749-1755 juga ikut minta suaka di sana.
Karena jengkel dengan banyaknya buronan di kota ini dan Malang bisa menjadi duri dalam daging, maka daerah itu diserbu dengan kekuatan besar oleh pasukan gabungan VOC, Mataram dan sekutu-sekutunya. Boleh dibilang antara 1710 hingga 1767 adalah daerah merdeka. VOC kemudian mendirikan benteng yang kemudian menjadi rumah sakit militer dan kini lokasinya juga sebuah rumah sakit di daerah Celaket.
Desa yang pertama waktu pendudukan VOC di sekitar benteng disebut Klojen diambil dari nama Loji. Sedangkan pemukiman asli atau penduduk Malang antara lain sebelum VOC menurut sumber itu ada di Kampung Temenggungan. Itu sebabnya Temenggungan sempat dijadikan salah satu nama untuk kota ini. Lainnya ada di seberang sungai Brantas daerah Djodipan Timur dan Kottalama serta Kutobedah. Meskipun masih merupakan kota kecil pada abad ke 19, kota ini menjadi strategis mengingat Keresidenan Pasuruan masa itu menjadi wilayah penting perkebunan tebu. Apalagi sejak Undang-Undang Gula di tahun 1870 yang mendorong pengembangan masuknya modal swastas asing ke Hindia, menjadikan Malang kota pusat perkebunan, juga cocok untuk kopi.
Malang Menjadi Kotapraja dan Infrastukturnya
Pada 1905 penduduk Eropa di Malang mencapai 1400 orang. Pada 1914 ketika Malang dinyatakan sebagai kotapraja jumlah penduduk Eropa meningkat hampir dua kali lipat menjadi sekitar 2500 jiwa. Pada 1930 jumlah penduduk Eropa menjadi 7661 jiwa. Penduduk Eropa termasuk anggota garnisun militer Hindia Belanda untuk Jawa Timur dipusatkan di kawasan Rampal, Kota Malang (Tabel1) Penambahan jumlah populasi orang Eropa ini menunjukkan Kota Malang merupakan kota yang penting bagi pemerintah Kolonial dari segi ekonomi. Pemerintahan kolonial juga menyadari bahwa letak Malang di ketinggian 450 meter di atas laut, di antara Gunung Arjuno, Semeru dan Kawi serta dibelah oleh sungai Brantas memberikan panorama indah, hawa yang sejuk dan cocok bagi peristirahatan orang-orang Eropa.
Tabel I
Jumlah penduduk Malang pada 1914 dan 1927 berdasarkan
Pembagian golongan sosial kolonial
Golongan
|
1914
|
1927
|
Eropa
|
Sekitar 2500 jiwa
|
7661 jiwa
|
Timur Asing
|
Sekitar 4500 jiwa
|
12.065 jiwa
|
Pribumi
|
Sekitar 44.000 jiwa
|
56.697 jiwa
|
Sumber : De Stadgemente Malang dalam Ruckert (1930)
Menurut Elson (Elson, 1984) pada 1890 penduduk Kota Malang hanya sekitar 12.040 jiwa dan pada 1905 naik menjadi 29 ribu jiwa.
Menurut Gemeenteblad van Malang No 1 1398/6 No. 61 25 April 1927 dari sudut penganut agama, sekitar 40.000 penduduk menganut Islam. Mereka yang menganut Islam termasuk minortas peranakan Arab. Dari sekitar 4500 orang Timur Asing pada 1914 sekitar 380 orang. Ada sekelompok kecil orang India dan Pakistan. Penganut agama Tionghoa sekitar 5 ribu orang berada di urutan kedua, serta Katholik dan Protestan masing-masing 3 ribu orang. Penganut Protestan dan Katholik bukan hanya orang Eropa tetapi juga militer Hindia Belanda dari suku Manado dan Ambon, Tionghoa dan Jawa.
Sejak 1 April 1914 Kota Malang resmi menjadi kotapraja dengan Walikota Pertama H.IBussemaker 1919-1929, dilanjutkan oleh E.A.Voornemen 1929-1933, H.Lakeman 1933-938 dan Boelstra 1938-1942. Walikota dibantu oleh beberapa orang anggota Dewan Kotapraja berdasarkan golongan penduduk. Sekalipun orang Eropa jauh lebih sedikit, tetapi perwakilannya lebih banyak. (lihat tabel 2).
Tabel 2
Jumlah Dewan Kotapradja Malang berdasarkan
Golongan penduduk
Golongan
|
1914
|
1917
|
1929
|
Eropa
|
8
|
9
|
9
|
Timur Asing
|
1
|
2
|
2
|
Pribumi
|
2
|
4
|
6
|
Sumber:
Diolah dari arsip-arsip Kotapraja Malang.
Tabel 3
Anggota Dewan Kotapraja Malang pada 1922 dan 1934
Tahun
|
Eropa
|
Timur Asing
|
Pribumi
|
1922
|
HI Bussemaker, JC. Van Bloemenstein, Du Cloux, Franssen Van de Putte, TC.J Kroesen, JJ Munniks de Jogh, ND Veenstra, Dogterom, PR de Rochemont
|
Tak Kin djoen, Kho Sin Tjo
|
R.A.A Soerio Adiningrat, Danoesastro, R.P Pawitro Hadinoto, Koesno
|
1934
|
Joh A Buger, J.A Van Helsdingen, PK Heringe, JX Kampschout, H. Kruyne, Lafontaine, Rijksengan, Van De Vrijbeghe de Conigh, Mevrouw Haden (1)
|
Kho Sin Tjo, dr. Tjan Eng Young (3)
|
Abdoel Moethalib gelar Maharadja Soetan (2), R.Ismagoen, R.A Soeriodikusmo, PB Tumbelaka (4)Danoesastro, Prawirodirdjo
|
Sumber : Laporan tahunan Gementablad van Malang untuk 1922 dan 1934. (1) Mevrouw Haden adalah wanita pertama menjadi Dewan Kotapraja. (2) kemungkinan mewakili para perantau dari Sumatra (3) tokoh ini dokter Tionghoa yang dekat dengan kalangan Muhamadyah (4) kemungkinan mewakili kelompok Minahasa dan Ambon yang banyak menjadi anggota militer.
Kota Malang mulai menunjukkan bentuknya pada 1914. Peta no.1 menunjukkan Kota Malang pada 1887 luasnya hanya seukuran sekitar-alun-alun dan suatu tempat pemukiman di bagian tengah barat. Luasnya itu juga sudah berkembang dari suatu daerah lebih kecil. Namun dibukanya akses jalan kereta api ke Surabaya pada 1879 menjadikan kota ini jadi strategis. Juga jarinagn kereta api Pasuruan-malang pada 16 Mei 1878. Sayang tidak disebutkan berapa luas awal Kota Malang menurut peta 1887 ini. Buku 60 tahun Kotapraja Malang menyebutkan bahwa rumah dan alun-alun kemungkinan besar dibangun pada 1882.
Jaringan jalan raya yang menghubungkan Malang dengan lokasi perkebunan dan kota Surabaya dan Pasuruan juga membuat kota ini berkembang. Namun muaranya hanya satu: Kota ini sebetulnya diperuntukkan untuk kepentingan perekonomian kolonial.
Pada peta No. 2 Kota Malang menemukan bentuknya –yang menjadi bentuk awal Kota Malang sekarang-pada 1914. Jelas disebutkan luasnya 1503 Hektar. Kota berkembang pesat ke bagian utara, jaringan jalan semakin luas, serta ke bagian tenggara kota daerah sekitar Klenteng Straat (jalan kelenteng sekarang). Kampung Temenggungan, Oro-oro Dowo berkembang. Peta No.3 dan peta No. 4 menunjukkan kota itu bertambah 300-an Ha.
Sumber-sumber Belanda menyebutkan alun-alun sebagai pusat kota sebagai lazimnya kota-kota tradisional Jawa lengkap dengan jalannya yang sebetulnya lebih indah. Pusat kontrol pemerintahan pada kota-kota kolonial di Jawa ditempatkan disekitar alun-alun kotanya. Semua bangunan pemerintahan seperti kantor Asisten Residen, Kantor Bupati, Penjara serta bangunan keagamaan seperti mesjid ( Di Malang juga Gereja) dibangun di dekat alun-alun. Perencanaan Kota Malang antara lain adalah konstribusi Thomas Karsten. Perencana kota dan arsitek ini dilahirkan di Amsterdam pada 1884. Ayahnya seorang guru besar filsafat yang banyak mendapat pengaruh gagasan revolusi Prancis dan Hegel pada Universitas Amsterdam. Karsten belajar di TH Delft 1904-1909 dan banyak mendapat pengaruh Sosialisme-Demokrat. Karsten meletakkan dasar perencanaan dan perancangan modern dari kota-kota seperti Bogor, Malang, Semarang dan Palembang.
Perencanaan Karsten dalam mengembangkan pemukiman urban di Jawa adalah peningkatan kualitas kampung. Hal ini ditempuh dengan cara mengelilingi kampung dengan pemukiman formal yang menjadi pagar luarnnya. Di belakang pemukiman formal ini hidup pemukiman informal dengan struktur yang tumbuh organis. Konsep dasar ini memungkinkan terciptanya suatu heterogonitas dan kerja sama antar penduduk yang berbeda status sosial. Dengan dikelilingi kampung-kota oleh struktur pemukiman formal, maka infrastuktur kota dimungkinkan tercapai oleh masyarakat informal. Penduduk kampung-kota memiliki potensi sebagai pemasok tenaga kerja; pembantu, supir dan pelayanan komersial bagi penduduk yang tinggal dalam struktur pemukiman formal (Wiryomartono, 1995: hal 151-152)
Sepanjang Jalan Celaket pada 1914 terdapat banyak bangunan dan rumah milik orang Eropa dengan halaman yang luas. Orang-orang Eropa tinggal di sekitar Alun-alun (di sana ada rumah dinas residen), termasuk juga di Taloon, Tongan, Sawahan, Kayutangan, Oro-oro dowo, Kloedjenlor dan Rampal. Pada 18 Mei 1917 mulai dibangun kawasan untuk orang Eropa di daerah yang kini Jalan Arjuno, Ijen, Wiheliminastraat.
Kawasan Pecinan terletak di tenggara alun-alun dan pribumi di kampung-kampung seperti Kebalen,Temenggungan, Jodipan, sebagian di Taloon dan Klodjenlor. Di sana terdapat pasar Pecinan yang menjadi ikon kota ini.
Kampung atau desa di dalam kota Malang bukan lagi dalam pengertian lama. Desa-desa dalam kota dihuni oleh campuran antara orang Tionghoa, Eropa, Arab dan pribumi yang menjadi pejabat, pengrajin dan kuli. Pada 23 Februari 1918 Kotapraja melakukan intervensi dengan membuat aturan baru bagaimana batas kota dan desa. Aturan-aturan untuk rumah juga dibuat. Wabah pes yang menghajar wilayah Malang termasuk kota ini tampaknya juga menjadi pelajaran bagi kotapraja. Tjahaja Timoer pada Januari 1915 menyebutkan karena dahsyatnya wabah itu kota tidak merayakan tahun baru pada 1915. Lihat tulisan saya http://sejarah.kompasiana.com/2013/07/01/horor-hantu-hitam-sebuah-catatan-tentang-wabah-pes-di-kabupaten-malang-1910-an–570020.html
Pada 1925 sebagai konsekuensinya Kampung Temenggungan diakusisi ke dalam kota dan 1927 Desa Klodjen dan Jodipan. Pada 1928 Kidoelpasar, Kottalama (Kotalama) , Sukorejo dan 1929 giliran Kuaman dan Oro-oro dowo. Ketika diakusisi maka administrasi,keuangan desa-desa ini menjadi bagian dari kotapraja, bukan terpisah seperti pada desa lama. Pada 1926 didirikan Balaikota Malang di dekat lapangan yang disebut JP Coen.
Kotapraja Malang pada 1914 sudah mempunyai perusahaan air minum sendiri yang tadinya berada di bawah Keresidenan Pasuruan. Pada 1917 perusahaan air ledeng dan pasar berkembang sedemikian rupa hingga membutuhkan rekening dan catatan keuangan yang terpisah dari kotapraja. Pada awalnya perusahaan air minum ini mengalami kerugian. Namun kira-kira 1930 investasi sebesar f 1.131.879 telah kembali.
Pada akhir tahun 1918, land bank (bank tanah) didirikan. Pada 1921 pembentukan perusahaan jagal, pada tahun 1926 diadakan pembangunan sarana olahraga lapangan sepakbola. Pada 1928 KotaMalang sudah mempunyai perusahaan yang bergerak di bidang pergudangan. Kolam renang untuk orang Eropa terdapat di Jalan Semeru dan Kawi. Pada 1931 disebutkan kolam renang memberikan pemasukan sebesar F 28.222 (Arsip Kotapraja No Az 46/4 No 41 13Februari 1932). Prasarana olahraga lain yang dibangun ialah lapangan tenis.
Jumlah sekolah pemerintah dan partikulir 42 buah, tiga buah sekolah taman kanak-kanak, serta sebuah sekolah Montesori untuk anak-anak Eropa. Terdapat juga Sembilan sekolah untuk anak-anak pribumi, sebuah sekolah untuk anak perempuan pribumi,skeolah Tionghoa berbahasa melayu, sebuah sekolah untuk anak-anak Ambon, sekolah Netral (Neutrale Lagere School), dua sekolah Kristen, Sekolah Ursuline, sertasekolah untuk pastur dan suster, sekolah untuk anak-anak Tionghoa. Pada 1927 Malang baru mempunyai sebuah sekolah HBS dan AMS. Selain itu terdapat sekolah-sekolah yang didirikan oleh Muhamadyah dan Taman Siswa.
Selain Rumah Sakit Militer Kota Malangmempunyai ruma sakit Zending, Klinik Lavalette, serta sebuah Poliklinik yang didirikan oleh Muhamadyah.
Hotel di Kota Malang
Gaya hidup orang Eropa dimanjakan dengan adanya sejumlah toko seperti toko buku dan percetakan Kolff & Co. Terdapat Hotel Palace di Alun-alun Selatan sebagai salah satu hotel terkemuka. Hotel ini berdiri pada 1915 mempunyai 70 kamar. Bangunannnya bertingkat dua. Tarifnya pada masa itu bisa mencapai F 75 per malamnya.
Hotel besar lainnya di Kota Malang adalah Splendid Inn terletak di Jalan Speelmanstraat (sekarang jalan Majapahit). Hotel ini dibangun pada 1923 atas jasa kantor arsitek Smits-Kooper (berkantor di Lowokwaru). Hotel ini mempunyai 40 buah kamar. Pemiliknya bernama CC Mulie. Keunikan hotelini adalah pada arsitektur bangunannya yang bergaya Nieuwe Bouwen (berbentuk kubus dan atap lurus)
Hotel lainnya ialah Hotel Victoria di Jalan Van Imhoffstraat yang dimiliki oleh A.G.M Funckle. Informasi yang menarik tentang hotel ini pada Oktober 1930 menawarkan sewa bulanan per kamar sebesar F 125. Di Bromostraat (Jalan Bromo) no 17 juga terdapat hotel astor dengan tarif F 150 per orangnya dan kalau dua orang F 250 (De Malanger, 1 Oktober 1930).
Sarana penginapan lainnya yang unik di Kota Malang pada 1920-an adalah Sans Souciens yang dimiliki seorang berkebangsaan Prancis bernama H. E Arrians. Bangunan penginapan yang mempunyai dia bagian ini terletak di Jalan Jualianastraat. Bangunan pertama terdiri 5 kamar untuk keluarga dan satu kamar untuk satu orang. Sementara bangunan kedua terdiri 4 kamar familie dan 1 kamar untuk dua orang (arsip tata kota No 3459/8 no 165, Malang 22 agustus 1929). Masih terdapat penginapan model Pension (Wisma), seperti Pension Elvira di Celaket dan Pension Henriette di Klodjen Kidul no 11.
Jalan Kayutangan: Sentral Bisnis dan Gaya Hidup Kota Malang
Sentra gaya hidup orang Eropa di Kota Malang ada di Jalan Kayutangan (kini Jalan Basuki Rahmat). Beberapa toko di sana menjadi ikon kota ini. Pada 1920-an terdapat toko serba ada, semacam departemen store masa itu Warenhuis (toko serba ada) Weissberg kepunyaan orang Amerika. Dalam de Malanger 17 Juni 1929 Warenhuis Weissberg sempat mengiklankan penjualan piano dan alat-alat musik. Toko itu beralamat Jalan Kayutangan no 5 dengan nomor telepon 16.
Pada 1930 pemiliknya berganti kepada seorang Tionghoa yang mendirikan Toko Oen, restoran yang menjual ice cream yang sampai kini masih berdiri dan menjadi ikon Kota Malang dengan alamat dan nomor telepon yang sama. Menariknya Pada alamat dan nomor telepon yang sama sebelum berdirinya Toko Oen terdapat Toko Liberty Magazijn yang menjual pakaian jadi.
Orang-orang Jepang jumlahnya ditaksir hanya puluhan orang di Kota Malang. Mereka menjalankan bisnis di beberapa toko di Jalan Kayutangan anatra 1914-1930-am Bisnis orang Jepang yng cukup menonjol di Kota Malang ini ialah Coiffeur (piƱata rambut) dan barbier (cukur rambut) untuk pria. Paling sedikit ada empat salon pria di jalan itu yang diusahakan orang-orang Jepang ini, yaitu Maison Kobe (beralamat di Jalan Kayutangan nomor 36, Toko Minami & Co (beralamat di Jalan Kayutangan nomor 57 dengan telepon 881, serta LS Coiffeur dengan pemilik bernama Matayoshi dengan dua toko yaitu nomor 38 dan 91.
Di depan Kantor Pos Malang tepatnya di toko nomor 6 mulanya ada Toko Musik lyra. Kemudian Toko ini juga menjual alat-alat optic (kacamata) kepunyaan seorang Yahudi bernama JH Goldberg. Dia memulai usahanya di Surabaya pada 1908 di Jalan Pasar Besar 36 sebelum ke Malang dan kemudian juga cabang lain di Weltervereden.
Di jalan Kayutangan juga berdiri Onderling Belang, toko serba ada yang megah di Kota Malang masa itu. Toko ini juga mempunyai cabang di Surabaya dan Bandung. Onderling Belang adalah perkumpulan perdagangan dari Rotterdam yang diperkirakan masuk ke Hindia Belanda berdiri pada 1910-an. Onderling Belang menjadi belanja busana yang tren masa itu bagi orang-orang Eropa. Toko ini hancur dalam Perang Kemerdekaan,ketika Belanda melakukan Agresi I pada Juli 1947.
Irvan S
Irvan S
No comments:
Post a Comment