Maulid Nabi, Kitab Al Barzanji, dan Sejarah Perlawanan Umat Islam
tanggal 12 Rabiul Awal 1432 adalah bertepatan dengan peringatan hari kelahiran nabi Besar Muhammad SAW. Muhammad SAW dilahirkan pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah (‘aamil fiil), yaitu 53 tahun sebelum penanggalan Hijriyah dimulai atau bertepatan dengan tahun 570 Masehi.
Tahun kelahiran Nabi disebut tahun Gajah karena bertepatan dengan peristiwa penyerangan Makkah oleh Gubernur dari kekaisaran Bizantium di Syiria bernama Abrahah. Peristiwa tersebut diabadikan oleh Al-quran dalam surat Al-fiil (gajah) yang intinya mengisahkan kegagalan penyerangan tersebut. Meski tidak disyariatkan secara khusus selama hidup Nabi, peringatan Maulid Nabi sebagai upacara untuk mengenang hari kelahiran Muhammad Saw adalah bagian yang tidak terpisahkan dari budaya Islam di seluruh dunia.
Sebagai seorang yang pernah tumbuh dalam lingkungan Islam tradisional pantai utara Jawa, Mulid Nabi selalu memberikan kesan tersendiri pada masa kanak-kanak saya. Di kampung, kami merayakan hari tersebut dengan sangat meriah, mulai pagi hari para ibu kami membuat masakan-masakan istimewa untuk dibawa ke langgar, musholla ataupun masjid. Sorenya, kami berkumpul si sana membuat upacara Maulid dengan melantunkan shalawat dan puji-pujian kepada Nabi. Tak jarang kami juga menyelenggarakan pengajian akbar dengan mengundang dai terkondang di kota kami. Sebelum pengajian akbar, kami membuat pawai besar-besaran yang diikuti para pelajar madrasah dan orang tuanya. Kisah-kisah perjalanan Nabi menjadi inti utama ceramah para dai yang hadir pengajian akbar kami. Puncak acara perayaan adalah pembacaan kita Al-Barzanji yang dibacakan secara bergilir oleh lantunan suara-suara indah kami.
Saat-saat pembacaan kitab maulid Al-Barzanji adalah bagian yang paling membuat saya terkesan. Kami duduk membentuk lingkaran besar dengan masing-masing membawa kitab Al-Barzanji di tangannya. Dengan dibuka oleh bait pertama berbunyi abtadi’ul imlaa bismidzdzaatil ‘aliyyah (artinya: kami memulai komuni ini dengan nama dzat yang maha mulia), masing-masing dari kami mendapat jatah untuk membaca bait-bait syair dalam kita tersebut. Sebenarnya, kitab tersebut sebenarnya bukan hanya dibaca pada saat perayaan Maulid saja, bahkan setiap malam Jum’at kami selalu membacanya dengan menggunakan loud speaker dari musholla. Saking seringnya membaca saya sendiri pernah sampai hafal hampir semua bait-baitnya yang berjumlah sekitar 560 syair itu. Bukan hanya itu, kitab Maulid Al-Barzanji juga dibaca ketika ada acara-acara khusus seperti kelahiran bayi, pindah rumah, dan upacara tujuh bulan kelahiran.
Keindahan diksi prosa–puitis mengenai sejarah kehidupan Nabi sangat terasa saat kami membaca kita Al-barzanji secara berjamaah. Membaca bait-bait dalam kitab Al-barzanji membuat kami seperti terlibat langsung dalam penggalan-penggalan hidup bersama Rasulullah SAW. Saat yang paling mengesankan buat saya membaca adalah ketika kami sampai pada bab mahalul qiyam, saat mana para hadirin diminta berdiri dan kemudian melantunkan syair-syair pujian kepada Nabi dengan lagu yang indah dan merdu. Aura trance mulai terasa pada fase tersebut, saat melantunkannya tiba-tiba kami merasa serasa sangat dekat dengan Sang Nabi dan kadang merasa seperti berada langsung di hadapannya. Sering di antara kami ada yang sampai menangis terisak-isak saking tak kuatnya menahan rasa ‘isyq (rindu) kepada Sang Nabi pujaan.
Ya Nabi salâm ‘alaika
(Wahai Sang Nabi, salam untukmu)
Ya Rasûl salâm ‘alaika
(Wahai Sang Rasul, salam untukmu)
Ya Habîb salâm ‘alaika
(Wahai Sang Kekasih, salam untukmu)
ShalawatulLâh ‘alaika
(Shalawat Allah selalu teruntuk padamu)
.
Maulid Al-Barzanji, Kitab Perlawanan Muslim
Tidak banyak yang tahu bahwa sesunggunya pringatan Maulid Nabi diciptakan sebagai bagian dari cara membangkitkan semangat kaum Muslim untuk melawan terhadap penyerangan besar-besaran yang dilakukan oleh tentara the Crusader dari daratan Eropa. Pada tahun 1099M, ekspansi besar-besaran tentara the Crusader telah berhasil berhasil menguasai Yerusalem (Palestina) dan hal tersebut menjadikan umat Islam kehilangan semangat perjuangan. Secara politis umat Islam terpecah-belah dalam banyak kerajaan atapun kesultanan, dan mereka tidak punya semangat persaudaraan.
Muncullah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (memerintah dari tahun 1174-1193M dengan pusat pemerintahan di Kairo, Mesir) tampil mempimpin perlawanan. Meskipun bukan orang Arab melainkan dari suku Kurdi, Salahuddin berhasil membangkitkan semangat juang umat Islam dengan cara mempertebal kecintaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW. Salahuddin menginstruksikan agar setiap tahun umat Islam di seluruh dunia merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW secara massal. Pada musim ibadah haji tahun 579H (1183M) – waktu Makkah belum dikuasai oleh Dinasti Ibnu Saud seperti sekarang ini – Sultan Salahuddin menginstruksikan agar sekembalinya dari Makkah, para jamaah haji mensosialisasikan Maulid Nabi di daerahnya masing-masing melalui berbagai kegiatan yang meriah. Tujuannya jelas membangkitkan solidaritas dan semangat perjuangan umat Islam.
Dalam rangka mendukung gerakan penyadaran tersebut, dipopulerkanlah sebuah buku prosa-syair berjudul ‘Iqd Al-Jawhar fi Mawlid An-Nabiyyil Azhar (kalung permata pada kelahiran Nabi ternama) atau lebih dikenal dengan kitab Maulid Al-Barzanji, yang berisi sejarah kemuliaan kehidupan Rasullah SAW. Kitab tersebut dikarang oleh seorang ulama kenamaan asal bernama Syaikh Ja`far bin Husain bin Abdul Karim bin Muhammad Al-Barzanji. Saat ini kitab tersebut lebih populer dengan nama kitab Al-Barzanji semenjak keturunan Syaikh Ja’far Al-Barzanji, yaitu Syaikh Syaikh Mahmud Al-Barzanji memimpin pemberontakan terhadap Inggris yang pada waktu itu menguasai Irak pada tahun 1920-an.
Kitab Maulid Al-Barzanji adalah salah satu kitab maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri Islam. Kandungannya merupakankhulasah (ringkasan) Sirah Nabawiyah yang meliputi kisah kelahirannya, pengutusannya menjadi rasul, hijrah, akhlaq, peperangan hingga wafatnya. Dengan bahasa yang sangat puitis, pada bagian awal kitab dilukisahkan peristiwa kelahiran Muhammad SAW ditandai dengan banyaknya peristiwa ajaib seperti angin yang tenang berhembus, binatang-binatang yang tiba-tiba terdiam dan tumbuh-tumbuhan yang merundukkan daun-daunnya sebagai tanda penghormatan atas kehadirannya. Dikisahkan pula bahwa Muhammad terlahirkan dengan bersujud kepada Allah dan pada saat yang bersamaan istana-istana para durjana tergoncang. Istana Raja Kisra retak dengan empat belas berandanya sampai terjatuh ke tanah. Demikian juga api sesembahan raja Persia yang tak pernah padam selama ribuat tahun, tiba-tiba padam saat terlahir Sang Nabi.
Kitab Maulid Al-barzanji juga menceritakan keagungan akhlak dan kemampuan politik Muhammad secara indah. Pada tiga puluh lima tahun, Sang Nabi mampu mendamaikan kabilah-kabilah yang berselisih dalam hal penentuan peletakan batu Hajar Aswad di Ka’bah yang menjadi simbol spiritualitas suku-suku Arab waktu itu. Saat masing-masing suku merasa paling berhak terhadap penentuan tempat Hajar Aswad, Sang Nabi tampil dengan meminta kepada setiap kabilah memegang setiap ujung sorban yang dijadikan sarana untuk meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya.
Penggunaan bahasa-bahasa puitik dalam pengisahan sejarah nabi menciptakan suasana mistis dan membangkitkan semangat pembacanya. bagi pembaca yang mengerti bahasa Arab fushah, akan merasakan betul betapa sang pengarang sangat terpukau dengan keagungan akhlak sosok Muhammad. Saking terpukaunya, pengarang menyebut Sang Nabi dalam sapaan-sapaan bahasa kosmik seperti ”Wahai Engkau Sang Mentari, Wahai Engkau Sang Rebulan, Wahai Engkau Cahaya di atas Cahaya dan sebagainya“. Ringkasnya, karya Al-Barzanji bukanlah sekedar tulisan untuk menjadi bacaan referensi, melainkan kumpulan gubahan kata-kata yang membangkitkan kesadarann perlawanan.
Keyataannya, pembacaan kitab Al-Barzanji dalam peringatan-peringatan Maulid Nabi yang digalakkan oleh Sultan Salahuddin berhasil membangkitkan kesadaran umat Islam melawan tentara the Crusader. Pada tahun 1187M, Sultan Salahuddin berhasil menghimpun kembali kekuatan umat dan merebut kembali Yerusalem, dan Masjidil Aqsa dikembalikan lagi fungsinya sebagai masjid.
Sayangnya, saat ini, di kampungku kitab tersebut sudah jarang yang membacanya. Penduduk kampungku sudah tidak punya waktu lagi membaca Kitab Maulid Al-Barzanji, sebab waktu mereka habis untuk menonton sinetron di TV-TV swasta. Ah,.. bagaimana saya berharap ada revolusi?
Muhammad C
Tahun kelahiran Nabi disebut tahun Gajah karena bertepatan dengan peristiwa penyerangan Makkah oleh Gubernur dari kekaisaran Bizantium di Syiria bernama Abrahah. Peristiwa tersebut diabadikan oleh Al-quran dalam surat Al-fiil (gajah) yang intinya mengisahkan kegagalan penyerangan tersebut. Meski tidak disyariatkan secara khusus selama hidup Nabi, peringatan Maulid Nabi sebagai upacara untuk mengenang hari kelahiran Muhammad Saw adalah bagian yang tidak terpisahkan dari budaya Islam di seluruh dunia.
Sebagai seorang yang pernah tumbuh dalam lingkungan Islam tradisional pantai utara Jawa, Mulid Nabi selalu memberikan kesan tersendiri pada masa kanak-kanak saya. Di kampung, kami merayakan hari tersebut dengan sangat meriah, mulai pagi hari para ibu kami membuat masakan-masakan istimewa untuk dibawa ke langgar, musholla ataupun masjid. Sorenya, kami berkumpul si sana membuat upacara Maulid dengan melantunkan shalawat dan puji-pujian kepada Nabi. Tak jarang kami juga menyelenggarakan pengajian akbar dengan mengundang dai terkondang di kota kami. Sebelum pengajian akbar, kami membuat pawai besar-besaran yang diikuti para pelajar madrasah dan orang tuanya. Kisah-kisah perjalanan Nabi menjadi inti utama ceramah para dai yang hadir pengajian akbar kami. Puncak acara perayaan adalah pembacaan kita Al-Barzanji yang dibacakan secara bergilir oleh lantunan suara-suara indah kami.
Saat-saat pembacaan kitab maulid Al-Barzanji adalah bagian yang paling membuat saya terkesan. Kami duduk membentuk lingkaran besar dengan masing-masing membawa kitab Al-Barzanji di tangannya. Dengan dibuka oleh bait pertama berbunyi abtadi’ul imlaa bismidzdzaatil ‘aliyyah (artinya: kami memulai komuni ini dengan nama dzat yang maha mulia), masing-masing dari kami mendapat jatah untuk membaca bait-bait syair dalam kita tersebut. Sebenarnya, kitab tersebut sebenarnya bukan hanya dibaca pada saat perayaan Maulid saja, bahkan setiap malam Jum’at kami selalu membacanya dengan menggunakan loud speaker dari musholla. Saking seringnya membaca saya sendiri pernah sampai hafal hampir semua bait-baitnya yang berjumlah sekitar 560 syair itu. Bukan hanya itu, kitab Maulid Al-Barzanji juga dibaca ketika ada acara-acara khusus seperti kelahiran bayi, pindah rumah, dan upacara tujuh bulan kelahiran.
Keindahan diksi prosa–puitis mengenai sejarah kehidupan Nabi sangat terasa saat kami membaca kita Al-barzanji secara berjamaah. Membaca bait-bait dalam kitab Al-barzanji membuat kami seperti terlibat langsung dalam penggalan-penggalan hidup bersama Rasulullah SAW. Saat yang paling mengesankan buat saya membaca adalah ketika kami sampai pada bab mahalul qiyam, saat mana para hadirin diminta berdiri dan kemudian melantunkan syair-syair pujian kepada Nabi dengan lagu yang indah dan merdu. Aura trance mulai terasa pada fase tersebut, saat melantunkannya tiba-tiba kami merasa serasa sangat dekat dengan Sang Nabi dan kadang merasa seperti berada langsung di hadapannya. Sering di antara kami ada yang sampai menangis terisak-isak saking tak kuatnya menahan rasa ‘isyq (rindu) kepada Sang Nabi pujaan.
Ya Nabi salâm ‘alaika
(Wahai Sang Nabi, salam untukmu)
Ya Rasûl salâm ‘alaika
(Wahai Sang Rasul, salam untukmu)
Ya Habîb salâm ‘alaika
(Wahai Sang Kekasih, salam untukmu)
ShalawatulLâh ‘alaika
(Shalawat Allah selalu teruntuk padamu)
.
Maulid Al-Barzanji, Kitab Perlawanan Muslim
Tidak banyak yang tahu bahwa sesunggunya pringatan Maulid Nabi diciptakan sebagai bagian dari cara membangkitkan semangat kaum Muslim untuk melawan terhadap penyerangan besar-besaran yang dilakukan oleh tentara the Crusader dari daratan Eropa. Pada tahun 1099M, ekspansi besar-besaran tentara the Crusader telah berhasil berhasil menguasai Yerusalem (Palestina) dan hal tersebut menjadikan umat Islam kehilangan semangat perjuangan. Secara politis umat Islam terpecah-belah dalam banyak kerajaan atapun kesultanan, dan mereka tidak punya semangat persaudaraan.
Muncullah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (memerintah dari tahun 1174-1193M dengan pusat pemerintahan di Kairo, Mesir) tampil mempimpin perlawanan. Meskipun bukan orang Arab melainkan dari suku Kurdi, Salahuddin berhasil membangkitkan semangat juang umat Islam dengan cara mempertebal kecintaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW. Salahuddin menginstruksikan agar setiap tahun umat Islam di seluruh dunia merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW secara massal. Pada musim ibadah haji tahun 579H (1183M) – waktu Makkah belum dikuasai oleh Dinasti Ibnu Saud seperti sekarang ini – Sultan Salahuddin menginstruksikan agar sekembalinya dari Makkah, para jamaah haji mensosialisasikan Maulid Nabi di daerahnya masing-masing melalui berbagai kegiatan yang meriah. Tujuannya jelas membangkitkan solidaritas dan semangat perjuangan umat Islam.
Dalam rangka mendukung gerakan penyadaran tersebut, dipopulerkanlah sebuah buku prosa-syair berjudul ‘Iqd Al-Jawhar fi Mawlid An-Nabiyyil Azhar (kalung permata pada kelahiran Nabi ternama) atau lebih dikenal dengan kitab Maulid Al-Barzanji, yang berisi sejarah kemuliaan kehidupan Rasullah SAW. Kitab tersebut dikarang oleh seorang ulama kenamaan asal bernama Syaikh Ja`far bin Husain bin Abdul Karim bin Muhammad Al-Barzanji. Saat ini kitab tersebut lebih populer dengan nama kitab Al-Barzanji semenjak keturunan Syaikh Ja’far Al-Barzanji, yaitu Syaikh Syaikh Mahmud Al-Barzanji memimpin pemberontakan terhadap Inggris yang pada waktu itu menguasai Irak pada tahun 1920-an.
Kitab Maulid Al-Barzanji adalah salah satu kitab maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri Islam. Kandungannya merupakankhulasah (ringkasan) Sirah Nabawiyah yang meliputi kisah kelahirannya, pengutusannya menjadi rasul, hijrah, akhlaq, peperangan hingga wafatnya. Dengan bahasa yang sangat puitis, pada bagian awal kitab dilukisahkan peristiwa kelahiran Muhammad SAW ditandai dengan banyaknya peristiwa ajaib seperti angin yang tenang berhembus, binatang-binatang yang tiba-tiba terdiam dan tumbuh-tumbuhan yang merundukkan daun-daunnya sebagai tanda penghormatan atas kehadirannya. Dikisahkan pula bahwa Muhammad terlahirkan dengan bersujud kepada Allah dan pada saat yang bersamaan istana-istana para durjana tergoncang. Istana Raja Kisra retak dengan empat belas berandanya sampai terjatuh ke tanah. Demikian juga api sesembahan raja Persia yang tak pernah padam selama ribuat tahun, tiba-tiba padam saat terlahir Sang Nabi.
Kitab Maulid Al-barzanji juga menceritakan keagungan akhlak dan kemampuan politik Muhammad secara indah. Pada tiga puluh lima tahun, Sang Nabi mampu mendamaikan kabilah-kabilah yang berselisih dalam hal penentuan peletakan batu Hajar Aswad di Ka’bah yang menjadi simbol spiritualitas suku-suku Arab waktu itu. Saat masing-masing suku merasa paling berhak terhadap penentuan tempat Hajar Aswad, Sang Nabi tampil dengan meminta kepada setiap kabilah memegang setiap ujung sorban yang dijadikan sarana untuk meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya.
Penggunaan bahasa-bahasa puitik dalam pengisahan sejarah nabi menciptakan suasana mistis dan membangkitkan semangat pembacanya. bagi pembaca yang mengerti bahasa Arab fushah, akan merasakan betul betapa sang pengarang sangat terpukau dengan keagungan akhlak sosok Muhammad. Saking terpukaunya, pengarang menyebut Sang Nabi dalam sapaan-sapaan bahasa kosmik seperti ”Wahai Engkau Sang Mentari, Wahai Engkau Sang Rebulan, Wahai Engkau Cahaya di atas Cahaya dan sebagainya“. Ringkasnya, karya Al-Barzanji bukanlah sekedar tulisan untuk menjadi bacaan referensi, melainkan kumpulan gubahan kata-kata yang membangkitkan kesadarann perlawanan.
Keyataannya, pembacaan kitab Al-Barzanji dalam peringatan-peringatan Maulid Nabi yang digalakkan oleh Sultan Salahuddin berhasil membangkitkan kesadaran umat Islam melawan tentara the Crusader. Pada tahun 1187M, Sultan Salahuddin berhasil menghimpun kembali kekuatan umat dan merebut kembali Yerusalem, dan Masjidil Aqsa dikembalikan lagi fungsinya sebagai masjid.
Sayangnya, saat ini, di kampungku kitab tersebut sudah jarang yang membacanya. Penduduk kampungku sudah tidak punya waktu lagi membaca Kitab Maulid Al-Barzanji, sebab waktu mereka habis untuk menonton sinetron di TV-TV swasta. Ah,.. bagaimana saya berharap ada revolusi?
Muhammad C
No comments:
Post a Comment