Natsir, Isa Anshary, dan Subandrio

isa anshary Natsir, Isa Anshary, dan Subandrio
TAHUN 1946, Mohammad Natsir memanggil teman perjuangannya di Masyumi, Isa Anshary, ke Yogyakarta. Natsir kala itu menjabat Menteri Penerangan di kabinet Sjahrir. Natsir dan Isa tidak hanya separtai, tetapi juga dibesarkan dalam satu organisasi: Persatuan Islam (Persis).
Isa Anshary, lelaki berperawakan pendek ini, dikenal sebagai Napoleon-nya Masyumi. Di kemudian hari, Isa adalah tokoh garis keras yang tidak kenal kompromi manakala memperjuangkan Islam sebagai dasar negara RI. Lebih-lebih bila berhadapan dengan kaum komunis, PKI.
Isa sendiri adalah unsur Masyumi yang kuat sosok keulamaannya. Sedikit berbeda dengan tampilan Natsir yang kuat sebagai figur intelektual. Ditambah lagi kesukaan Isa yang berbusana sarung dan berdasi, kesan sebagai ulama karismatik kian takterbantahkan.
Hari itu, Isa baru saja tiba di Kota Yogyakarta. Ia masih menanti Natsir yang tengah berada di kantor kerjanya. Sementara sahabatnya masih menyelesaikan amanah Republik, panggilan perut Isa tidak tertahankan.
Sambil menunggu Natsir itulah, datang seorang lelaki bercelana dan berbaju pendek. Diduganya lelaki ini habis berolahraga tenis.
“Apa kabarnya, Pak?” tanya lelaki itu kepada Isa.
“Kabar saya baik,” balas Isa.
Tanpa basa-basi, Isa yang belum tahu persis Yogyakarta, khususnya warung makan, meminta tolong lelaki itu.
“Tolong belikan saya nasi bungkus. Saya sangat lapar sekali.”
Lelaki di hadapan Isa itu mendengarkan baik.
“Dari Bandung sampai ke Yogyakarta belum makan!” Lanjut Isa.
“Kalau Pak Kiai lapar, biarlah saya sendiri yang membelinya ke Malioboro!”
Isa pun segera memberikan uang kepada lelaki itu.
Selang beberapa detik, orang suruhan Isa itu pergi sembari membawa uang pemberian Isa. Ternyata, diam-diam dari dalam kantor, Natsir mengikuti perbincangan rekannya dengan sang lelaki suruhan barusan.
“Saudara Isa Anshary!” Panggil Natsir. “Mengapa Saudara ini menyuruh orang itu membeli nasi bungkus Saudara? Bukankah ada orang lainnya lagi?”
“Saya karena lapar,” timpal Isa, “saya suruh saja dia. Saya sangka dia pegawai pengantar surat saja kalau melihat pakaiannya.”
Natsir pun membisiki Isa berkata, “Itu adalah Dr Subandrio, Pegawai tinggi Kementerian Penerangan!”
* * *
Tahun 1946, Subandrio masih menjadi anak buah Natsir di kementerian penerangan. Kelak ketika kariernya meroket hingga menjadi orang kepercayaan Soekarno, pelbagai jabatan penting berujung getir bagi nama seperti Natsir dan Isa—serta tentunya politisi lain yang berseberangan dengan partai penguasa kala itu.
Jabatan sebagai pucuk telik sandi, tidak sekadar pen-setandesa-an kepada lawan politik Subandrio. Natsir dan Isa pun dibui di bawah rezim Soekarno dengan Subrandrio selaku operator pentingnya. Entah apakah saat memenjerakah Isa, Subandrio masih teringat kesigapannya semasa di Kota Budaya untuk membantu sang kiai tersebut. Atau malah ia tersimpul malu sembari mendendam kesumat. [Yusuf Maulana/Sumber diolah dari Pandji Masjarakat Nomor 3 5 Nopember 1966/21 Radjab 1386 halaman 10]

No comments: