Tradisi Surat dalam Khazanah Islam

Ilustrasi
Ilustrasi

Kecakapan berbahasa indah adalah salah satu ciri penting ahli menulis surat dan orator.
Tradisi surat-menyurat dalam Islam telah dimulai sejak zaman Nabi, para sahabat, dan para tabiin. Namun, seni menulis surat sebagai bentuk keahlian baru dimulai pada masa Abd al- Hamid ibn Yahya, sekretaris khalifah terakhir Dinasti Umayyah, yaitu Marwan.

Ilmu persuratan mencapai puncak masa kejayaannya pada abad ke-10 dan terus bertahan sampai abad ke-13. Ilmu persuratan diawali oleh Abd al-Hamid.

Ilmu ini kemudian dipungkas oleh Ibn al-Amid ketika seni keahlian ini mencapai puncak perkembangannya yang ditandai dengan capaian artistik dan estetika bahasa yang tinggi.

Saat itu, para ahli surat memiliki sta tus sosial dan jabatan politik yang tinggi. Ada yang menduduki jabatan sebagai penasihat negara yang memiliki juru tulis sendiri, ada juga yang perdana menteri di bawah khalifah atau sultan.

Kedua jabatan tersebut tingkatan tertinggi yang termasuk dalam profesi kesekretariatan. Buku pedoman mengenai seni atau aturan bagi sekretaris yang disebut Adab al-Katib sangat banyak dalam literatur mengenai adab (sastra). Begitu juga dengan koleksi surat sebagai bahan kajian.

George A Makdisi dalam Cita Humanisme Islam menyebutkan, buku yang paling terkenal adalah karya Ibn Qutaybah yang diuraikan dengan detail oleh Abu Bakar al-Anbari, al-Zajjaji, dan al-Batalyausi dari Spanyol pada 1127 M.

Qudamah ibn Jafar dan al-Farabi masing-masing menulis buku tentang seni menulis, keahlian penulis, dan keahlian sekretaris berjudul Shina’ah al-Kitabah.

Struktur surat

Dalam sejarah Islam, struktur sebuah surat terdiri atas tiga bagian, yakni kata-kata pembuka (al-fawatih), batang tubuh surat (al-lawahiq), dan kata penutup (al-khawatim). Kata pembuka berupa ucapan basmalah, tasyahud, salwalah, atau tasliyah. Alamat juga termasuk kata pembuka, misalnya, dari fulan kepada fulan.

Batang tubuh adalah isi surat. Kata penutup biasanya berisi kalimat insya Allah, penanggalan, dan tanda tangan dari orang yang mengirim surat.

Hamdalah juga bisa digunakan. Tiga anatomi utama dalam dokumen bahasa Arab tersebut kelak juga ditemukan pada dokumen berbahasa Latin peninggalan abad pertengahan.

Secara umum, surat terbagi ke dalam dua jenis, surat resmi atau sulthaniyyat dan surat pribadi atau ikhwaniyyat.

Seorang ahli menulis surat yang mumpuni dianggap mampu menulis kedua jenis surat tersebut. Isi surat pribadi biasanya ucapan selamat, belasungkawa, tukar-menukar hadiah dengan kawan, surat rekomendasi, undangan, dan lainnya.

Kecakapan berbahasa indah adalah salah satu ciri penting ahli menulis surat dan orator. Para ahli menulis surat dibagi dalam dua kelompok.

Kelompok pertama terdiri atas 49 nama. Surat-surat mereka dipublikasikan sebagai antologi. Kelompok kedua terdiri atas 12 nama, yaitu yang surat-suratnya sering disebutkan para penulis kemudian.

Sekretaris, negarawan, gubernur, jenderal, penyair, dan pangeran berada di dalam kelompok penulis surat ulung karena balaghah (keindahan bahasa) mereka.

Seorang sastrawan termasyhur, Abu al-Ala al-Ma’arri, menulis koleksi surat yang sangat banyak dan buku yang tebal. Ia memiliki karya yang sangat panjang dan setiap judulnya dimulai dengan kata risalah (surat). Seluruhnya dihimpun dengan judul Diwan al-Rasa’il atau Kumpulan Risalah

Para pakar bahasaSeni Menulis Surat dalam Peradaban Islam Orang yang pertama disebutkan dalam bab mengenai ahli pidato dan menulis surat dalam buku Fihrist karya Ibn al-Nadim adalah Ibrahim ibn Mahdi. Ia adalah seorang gubernur dari Dinasti Abbasiyah.

Di samping sebagai ahli menulis surat dengan tingkat keindahan bahasa yang tinggi, ia juga dikenal sebagai penyair, ahli musik, penulis buku humaniora, kedokteran, seni memasak, dan menyanyi.

Sebenarnya, cukup banyak para ahli menulis surat. Di antara sekian banyak, ada empat yang cukup penting. Mereka berasal dari periode dua kesultanan besar di Suriah dan Mesir.

Keempat orang ini adalah al-Wahrani, al-Qadhi al-Fadhil al-Baysani, Imad al-Din al-Katib al-Isfahani, dan Dhiya al-Din ibn al-Atsir. Mereka adalah ahli menulis surat dengan gaya bahasa yang sangat indah dan orisinalitas yang tidak tertandingi oleh pakar lain.

Al-Wahrani datang ke Mesir untuk mengadu nasib. Namun, harapannya pupus karena sudah didahului pakar menulis surat, yakni al- Qadhi dan Imad al-Din. Ia kemudian menggeluti cerita komik dan menuai sukses. Ia juga tidak meninggalkan kegemarannya menulis surat.

Al-Qadhi adalah sekretaris utama Salahuddin Agung yang termasyhur. Ia juga menjabat sebagai kepala kantor arsip negara. Al-Qadhi terkenal karena gaya penulisannya yang khas. Sayang, karyanya tercecer dan tidak lengkap.

Imad al-Din yang juga sahabat al- Qadhi memiliki gaya khas dalam menulis surat karena disusun dalam bentuk prosa liris yang sedang digandrungi saat itu. Gaya penulisan ini juga tampak dalam karya sejarah yang ia tulis.

Dhiya al-Din mulai bekerja pada kantor arsip negara saat pemerintahan Salahuddin. Ia adalah pengarang beberapa karya kajian humaniora. Bukunya, Al-Matsal al-Sa’ir, adalah sebuah buku pedoman untuk melatih calon sastrawan untuk menggubah syair dan prosa.

 Ani Nursalikah

No comments: