Kesamaan ajaran Monotheisme Nusantara dengan Ajaran pendatang dari Timur Tengah, i.e Islam Nabi Muhammad SAW.

Mbah saya dulu pernah bercerita bahwasanya jauh-jauh hari sebelum Islam Timur Tengah masuk ke nusantara ini, nenek moyang nusantara pada dasarnya sudah memegang teguh ajaran Monotheisme yang diajarkan oleh kakek buyutnya dari anaknya Nabi Adam AS yang turun dibumi Jawa Dwipa ini dulunya adalah Nabi Syits As atau oleh orang nusantara disebut Semar atau Samiri yang artinya rahasia, karena pada hakekatnya beliau dan generasi turunannya terus menerus melakukan laku syukur kepada Sang Hyang Widi dengan cara melakukan persembahan berupa ternak dan hasil sawah ladangnya.

Dan disisi lain Mbah-mbah kita dulunya sukanya laku Suwung atau Pasrah Totalitas dibawah pohon yang rindang ataupun didalam gua-gua yang dingin dan tenang agar makin rileks laku Tapa atau tafakurnya. Atau orang-orang lebih suka menyebutnya Semedi. Nabi Syts dalam kalangan filsafat dikenal orang yang paling cerdas, maka tak mengherankan orang-orang nusantara menghasilkan beribu ragam bahasa, budaya, adat- istiadat, dst yang tidak dimiliki seperti bangsa-bangsa lainnya di dunia.

Maksud lain dari Samiri atau samar / rahasia adalah karena setiap laku hidupnya tidak mau diketahui khalayak ramai / umum agar tidak timbul fitnah ataupun syirik baik nyata maupun samar-samar. Menjauhkan diri dari bisul dunia.

Dikala saudagar arab datang ke nusantara ini menganggap bahwa kok banyak penduduk lokalnya yang sukanya menyendiri dibawah pohon dengan duduk bersila dan mata terpejam tanpa bicara sepatahpun. Seolah-olah merek aini masyarakat animisme atau penyembah kekuatan alam sekitarnya seperti bangsanya jin, siluman, dst.

Dan diwaktu kesempatan itu pulalah terjadi dialog antara sodagar musiman dengan para pandhito ratu ataupun begawan resi termasuk diantaranya percakapan antara Sunan Kalijaga dengan penerus akhir Majapahit. Jawaban mereka semuanya seragam bahwa mereka bukannya menyembah berhala-berhala yang ada dihutan lebat tersebut ataupun menyembah pohon. Tapi dengan berada dibawah pohon itulah hati mereka menjadi tenang adanya.
Saat hal ini diungkapkan maka sujudlah Sunan Kalijaga dihadapan Begawan tersebut sebagai rasa hormatnya yang tak terkira dan kemudian membacakan cukilan Kitab Suci Al Qur’an yang menyatakan kesamaan apa yang dilakukan para begawan maupun resi dan para pandhito. Maka saat itu beliau mengucapkan bahwa Inilah Islam yang sebenarnya yang sudah menancap dan mendarah daging dibumi Nusa Dwipa Swarna atau Nusantara ini.

Ini cukilan ayat yang dimaksud :

“Sesungguhnya Allah telah rida terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dengan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” QS Al Fath : 18.

Jadi tak benarlah bahwa nenek moyang kita dulunya masuk bangsa terbelakang dan punya ilmu yang dangkal, apalagi tak beradab, bangsa bar-bar seperti yang digembar-gemborkan pihak barat kepada kita hingga detik ini.

With M Arief Pranoto; Mas Hendrajit; Mohamad Khusnan; Adji Subela; M Djoko Yuwono; Ihda A. Soduwuh;

No comments: