Mengenang Ki Hajar Dewantara di Hari Pendidikan serta Ironi Kasus JIS & STIP

Teringat waktu SD pakai topi merah putih dengan logo Tut Wuri Handayani, lalu dengan polosnya saya bertanya :

“Bu Guru, ini gambar apa sih ? kayak burung tapi nggak jelas? kok ada gambar bukunya segala di bawah ?

Bu guru SD yang bijak menjawab  ”Itu ungkapan terkenal dari Ki Hajar Dewantara yaitu Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri hadayani artinya di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan.”

Jaman saya SD tahun 1980-an (yah jadi ketahuan umurnya) belum terkontaminasi gadget, internet. PAda masa itu guru benar-benar menjadi sumber informasi dan teladan, seperti arti GURU yaitu diGUgu dan ditiRU. Digugu dalam bahasa jawa artinya diteladani. Hari ini tanggal 2 Mei hari Pendidikan Nasional, jadi rasanya cocok kalau kita flashback kembali ke jaman SD dulu.

Dengan sabarnya bu guru SD menerangkan siapa itu Ki hajar Dewantara. Pastinya bu guru saya dulu menerangkan dari apa yang dia baca dari buku diktat panduan, bukan dari mbah google atau wikipedia.

Ki Hajar Dewantara bernama asli Suryadi Suryadiningrat, kelahiran Yogyakarta tanggal 2 Mei. Yang menarik adalah beliau bukan sekedar pendidik, tapi justru Penulis yang karyanya cukup mengguncang Kompeni pada waktu itu. Pada masa itu Ki Hajar rajin menentang sistem pendidikan yang hanya memperbolehkan anak orang Belanda atau anak orang kaya untuk sekolah. Anak orang miskin ? ke laut aje, kata meneer-meneer kompeni itu.

Tulisan Ki Hajar yang terkenal berupa kritik atas perayaan seratus tahun bebasnya Negeri Belanda dari penjajahan Perancis (November 1913) wajib dirayakan di tanah jajahan Indonesia dengan menarik uang dari rakyat jajahannya sebagai biaya pesta perayaan tersebut. Judulnya  Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda), isinya begini :

“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya.

Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! “Kalau aku seorang Belanda” Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun”.

Sudah bisa ditebak cerita selanjutnya. Pedasnya tulisan menyebabkan Ki Hajar dibuang ke Pulau Bangka, namun dibela oleh Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo sehingga dialihkan dibuang ke Belanda. Wah sudah jadi backpacker Eropa ternyata Ki Hajar jaman dulu.

Saat kembali ke Indonesia, pada 3 Juli 1922 Ki Hajar mendirikan  Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa), suatu perguruan yang banyak menerapkan konsep pendidikan secara sistematis, yang disebut-sebut sebagai cikal bakal pendidikan nasional. Ki Hajar Dewantara pun dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959 tertanggal 28 November 1959, hari kelahiran Ki Hajar Dewantara 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Flashback sudah selesai. Mesin waktu kembalilah ke masa sekarang !

Minum kopi pagi sambil Baca Kompasiana, kepala pusing lihat berita muris TK yang dilecehkan di JIS. Pindah nonton televisi tambah pusing gara-gara lihat berita siswa STIP yang meninggal gara-gara dianiaya seniornya. Ditambah lagi banyaknya berita contek massal saat UAN, siswi berpose seronok di youtube dan lainnya. Kok begini ya wajah pendidikan kita sekarang, yang dirintis oleh Ki Hajar.

Kalau saya bisa pinjam mesin waktu Doraemon dan mengajak KI Hajar ke masa sekarang, pastilah beliau menangis dan merasa gagal apa yang telah dirintisnya.

Kasus JIS dan STIP menjadi ironi bagi peringatan hari pendidikan nasional tanggal 2 Mei ini, sekaligus jadi moment instrospeksi bahwa nilai-nilai dasar bahwa sekolah ada tempat menimba ilmu bukan ladang maksiat atau pembantaian.

Gimana caranya ? ya hayuk atuh dipikirin bareng.

Hari ini 2 Mei adalah hari Pendidikan Nasional. Nggak usah jauh-jauh menyalahkan menteri pendidikan atau Ki Hajar. Mendingan kita cermati diri sendiri. Kalau kita punya anak yang masih sekolah atau kita sendiri masih sekolah atau kita adalah guru, yuk kita kembali ke nilai-nilai dasar. Jadikan guru sebagai orang yang digugu dan ditiru, jadikan sekolah jadi ladang menimba ilmu dan berkerasi, bukan sok jago di depan yunior.

“Selamat Hari Pendidikan Nasional, kawan. Perjuangan Ki Hajar belum usai. Yuk Kita tuntaskan !”

@alwayscahyo

Referensi tulisan :

http://www.perempuandpdri.org/content/selayang-pandang-sejarah-hardiknas

http://www.infonews.web.id/2013/04/sejarah-hari-pendidikan-nasional-2-mei.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Pendidikan_Nasional

No comments: