Dua Sultan Aceh Darussalam Fakta
Nisan para sultan di Kompleks Makam Tuan Di Kandang, Gampong Pandei, Banda Aceh. Foto: Irman
Taqiyuddin mengatakan, bunyi inskripsi pada nisan makam Sultan ‘Adilullah dan Sultan ‘Ali Ri’ayah Syah, juga mensinyalir bahwa selama masa pemerintahan keduanya berlangsung baik.
PENELITI sejarah, Taqiyuddin Muhammad, berhasil mengungkap fakta baru terkait dua nama sultan periode Kerajaan Aceh Darussalam yang tidak tercantum dalam literatur sejarah.
Keduanya adalah Sultan ‘Ali Ri’ayah Syah bin Munawwar Syah bin Muhammad Syah, dan Sultan ‘Adilullah bin Munawwar Syah.
Taqiyuddin yang juga ahli Epigraphi Arab menemukan nama dua sultan tersebut setelah membaca inskripsi pada batu nisan di Kompleks Makam Tuan Di Kandang, Gampong Pandei, Banda Aceh, beberapa bulan lalu.
“Kedua nama sultan itu tidak tertera dalam silsilah sultan-sultan Aceh atau tulisan apa pun yang ditulis oleh para ahli sejarah,” kata Taqiyuddin saat dihubungi lewat telpon seluler, Ahad sore, 8 Juni 2014.
Menurut Taqiyuddin, berdasarkan inskripsi pada nisan makamnya, Sultan ‘Adilullah bin Sultan Munawwar Syah meninggal pada hari Ahad waktu Ashar, 30 Jumadal Ula 947 Hijriah (1540 Masehi). Sedangkan Sultan ‘Ali Ri’ayah Syah bin Munawwar Syah meninggal hari Rabu 14 Sya’ban 947 H (1540 M).
Selama ini, kata Taqiyuddin, yang sering disebutkan dalam silsilah sultan-sultan Aceh bahwa setelah meninggalnya Sultan ‘Ali Mughayat Syah bin Syamsu Syah bin Munawwar Syah pada 936 H (1530 M), Aceh diperintah oleh Sultan Shalahuddin bin ‘Ali Mughayat Syah, yang kemudian digantikan Sultan ‘Ala’uddin ‘Riayah Syah bin ‘Ali Mughayat Syah.
“Dan kini, dari data-data inskripsi (pada batu nisan di Kompleks Makam Tuan Di Kandang), kita berhasil mengetahui sebuah fakta baru, di mana setelah Sultan ‘Ali Mughayat Syah bin Syamsu Syah wafat, kendali pemerintahan Aceh diambil kembali oleh paman-pamannya dari pihak ayah, yaitu Sultan ‘Adilullah bin Munawwar Syah dan ‘Ali Ri’ayah Syah bin Munawwar Syah. Setelah itu, baru Sultan ‘Alauddin bin ‘Ali Mughayat Syah menjadi sultan,” ujar Taqiyuddin.
Taqiyuddin mengatakan, bunyi inskripsi pada nisan makam Sultan ‘Adilullah dan Sultan ‘Ali Ri’ayah Syah, juga mensinyalir bahwa selama masa pemerintahan keduanya berlangsung baik.
Di Kompleks Makam Tuan Di Kandang, Taqiyuddin menemukan pula nama Muzhaffar Syah bin Sultan ‘Ali Ri’ayah Syah yang meninggal pada 3 Rabi’ul Akhir 947 H (1540 M).
“Muzhaffar Syah bin ‘Ali Ri’ayah Syah, yang tampaknya tidak memerintah sebagai sultan, juga merupakan tokoh sejarah yang majhul (misteri atau belum diketahui) selama ini,” kata Taqiyuddin.
Taqiyuddin bersama kawan-kawannya dari Centre Informasi for Samudra Pasai Heritage (Cisah) bertekad untuk terus meneliti sejarah Aceh, sebab diyakini masih banyak fakta yang belum tersingkap lantaran telah terkubur oleh masa.[]
Keduanya adalah Sultan ‘Ali Ri’ayah Syah bin Munawwar Syah bin Muhammad Syah, dan Sultan ‘Adilullah bin Munawwar Syah.
Taqiyuddin yang juga ahli Epigraphi Arab menemukan nama dua sultan tersebut setelah membaca inskripsi pada batu nisan di Kompleks Makam Tuan Di Kandang, Gampong Pandei, Banda Aceh, beberapa bulan lalu.
“Kedua nama sultan itu tidak tertera dalam silsilah sultan-sultan Aceh atau tulisan apa pun yang ditulis oleh para ahli sejarah,” kata Taqiyuddin saat dihubungi lewat telpon seluler, Ahad sore, 8 Juni 2014.
Menurut Taqiyuddin, berdasarkan inskripsi pada nisan makamnya, Sultan ‘Adilullah bin Sultan Munawwar Syah meninggal pada hari Ahad waktu Ashar, 30 Jumadal Ula 947 Hijriah (1540 Masehi). Sedangkan Sultan ‘Ali Ri’ayah Syah bin Munawwar Syah meninggal hari Rabu 14 Sya’ban 947 H (1540 M).
Selama ini, kata Taqiyuddin, yang sering disebutkan dalam silsilah sultan-sultan Aceh bahwa setelah meninggalnya Sultan ‘Ali Mughayat Syah bin Syamsu Syah bin Munawwar Syah pada 936 H (1530 M), Aceh diperintah oleh Sultan Shalahuddin bin ‘Ali Mughayat Syah, yang kemudian digantikan Sultan ‘Ala’uddin ‘Riayah Syah bin ‘Ali Mughayat Syah.
“Dan kini, dari data-data inskripsi (pada batu nisan di Kompleks Makam Tuan Di Kandang), kita berhasil mengetahui sebuah fakta baru, di mana setelah Sultan ‘Ali Mughayat Syah bin Syamsu Syah wafat, kendali pemerintahan Aceh diambil kembali oleh paman-pamannya dari pihak ayah, yaitu Sultan ‘Adilullah bin Munawwar Syah dan ‘Ali Ri’ayah Syah bin Munawwar Syah. Setelah itu, baru Sultan ‘Alauddin bin ‘Ali Mughayat Syah menjadi sultan,” ujar Taqiyuddin.
Taqiyuddin mengatakan, bunyi inskripsi pada nisan makam Sultan ‘Adilullah dan Sultan ‘Ali Ri’ayah Syah, juga mensinyalir bahwa selama masa pemerintahan keduanya berlangsung baik.
Di Kompleks Makam Tuan Di Kandang, Taqiyuddin menemukan pula nama Muzhaffar Syah bin Sultan ‘Ali Ri’ayah Syah yang meninggal pada 3 Rabi’ul Akhir 947 H (1540 M).
“Muzhaffar Syah bin ‘Ali Ri’ayah Syah, yang tampaknya tidak memerintah sebagai sultan, juga merupakan tokoh sejarah yang majhul (misteri atau belum diketahui) selama ini,” kata Taqiyuddin.
Taqiyuddin bersama kawan-kawannya dari Centre Informasi for Samudra Pasai Heritage (Cisah) bertekad untuk terus meneliti sejarah Aceh, sebab diyakini masih banyak fakta yang belum tersingkap lantaran telah terkubur oleh masa.[]
Irman I. P AP
No comments:
Post a Comment