Gedung SMAN 1 Peninggalan Fremasonry di Aceh



Gedung SMAN 1 Banda Aceh | Foto: Taufik Ar Riffai/ATJEHPOSTcom
Benarkah Gedung SMAN 1 Peninggalan Fremasonry di Aceh?
Gedung ini dulunya pernah dijadikan Freemason Lodge atau pusat ritual yang mengedepankan kebebasan berfikir
INI adalah cerita tentang gerakan Mason Bebas (Freemasonry) yang pernah berkembang di Aceh zaman Hindia Belanda. Tepatnya di Banda Aceh atau saat itu disebut Kuta Raja. Gerakan tersebut dipusatkan di salah satu gedung besar di Jalan Prof A Majid Ibrahim saat ini. Letaknya selemparan batu dari lapangan basket, Blang Padang.
Gedung ini kemudian difungsikan sebagai SMA Negeri 1 Banda Aceh sejak 1 September  1946. Hingga kini gedung tersebut masih berdiri megah meski pernah dihantam gelombang pasang Tsunami.
Empat belas pilar silindris layaknya kuil Patheon masa Neo-Classic nya juga masih kokoh. Pilar-pilar tersebut menopang tiga beranda bangunan berwarna serba putih itu. Bubungan atap dengan bentuk segitiga dan lingkaran di tengah fasadnya juga masih terukir dengan jelas. Diduga, lingkaran tengah pada fasad tersebut merupakan perwujudan mata satu khas Zionis.
Gedung ini berkonstruksi beton, bercampur kayu dan ditutup seng di bagian atapnya.  Arsitektur khas Eropa di abad pertengahan terlihat jelas dari ciri-ciri fisik bangunan ini yang menambahkan kesan klasik. Sekilas, bangunan ini terlihat seperti Gedung Putih di Amerika Serikat.
Di depan bangunan ini terdapat sebuah tugu dalam tiga bahasa: Indonesia, Inggris, dan Aceh. Tugu tersebut menceritakan tentang sejarah bangunan sekolah ini. “Gedung ini adalah peninggalan Belanda yang telah ada sejak 1878 dan pernah menjadi tempat berkumpulnya kaum teosofi Belanda. Sejak Indonesia merdeka, gedung ini difungsikan sebagai SMA yang pernah melahirkan sejumlah pemimpin dan tokoh penting Aceh.”
Berdasarkan catatan sejarah, gedung ini dulunya pernah dijadikan Freemason Lodge atau pusat ritual yang mengedepankan kebebasan berfikir. Anggotanya ditekankan untuk anti terhadap berbagai dogma agama di seluruh dunia. Masa awal perkembangannya, organisasi Freemasonry merupakan perkumpulan rahasia yang muncul pada abad 16.
Merujuk wikipedia, Freemasonry kini ada dalam beragam bentuk di seluruh dunia dengan jumlah anggota diperkirakan sekitar 6 juta orang. Jumlah tersebut termasuk 150 ribu orang di bawah yurisdiksi Loji Besar Skotlandia dan Loji Besar Irlandia. Sementara lebih dari seperempat juta orang di bawah yurisdiksi Loji Besar Bersatu Inggris dan kurang dari dua juta orang di Amerika Serikat.
Organisasi Freemasonry tidak mempunyai pusat dan setiap negara mempunyai organisasi yang berdiri sendiri. Namun setiap organisasi Freemasonry di mana pun akan mempunyai nomor pendirian dan berhubungan satu dengan lainnya. Freemasonry juga mempunyai Master tertinggi yang merupakan master tertinggi dari seluruh Master Freemasonry yang bertugas melakukan koordinasi seluruh Freemasonry yang ada di dunia.
Organisasi ini diatur menjadi Loji-Loji Besar atau kadang-kadang Orient yang mandiri, yang masing-masing memiliki yurisdiksinya tersendiri, yang terdiri atas Loji bawahan atau konstituen. Berbagai Loji Besar dapat mengakui atau tidak mengakui satu sama lain berdasarkan Prinsip Mason (sebuah Loji Besar bisanya menganggap Loji Besar lainnya yang memiliki prinsip yang sama sebagai Loji reguler, dan mereka yang tidak sama dianggap sebagai Loji "tak reguler" atau Loji "gelap").
Freemasonry merupakan organisasi yang tertutup dan ketat dalam penerimaan anggota barunya. Organisasi ini bukan merupakan organisasi agama dan tidak berdasarkan pada teologi apapun. Tujuan utamanya adalah membangun persaudaraan dan pengertian bersama akan kebebasan berpikir dengan standar moral yang tinggi.
Freemasonry sendiri adalah simbolisasi dari pengertian pekerja keras yang mempunyai kebebasan berpikir. Kata mason berasal dari bahasa Perancis, maçon, yang artinya "tukang batu". Sekalipun organisasi ini dikhususkan bagi kaum laki-laki namun kini sudah banyak pula kelompok Freemasonry wanita.
Saat Belanda melalui persekutuan dagangnya Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) mendatangi nusantara, anggota-anggota Fremason turut menumpangi mereka. Bahkan anggota persekutuan rahasia ini juga turut menjadi tokoh-tokoh militer Belanda untuk menaklukkan nusantara. Anggota Mason Bebas, dalam pengertian bahasa Indonesia, juga bergerak ke Aceh saat terjadi peperangan dengan kerajaan paling barat wilayah Sumatera tersebut.
Tokoh militer yang dikenal sebagai anggota Mason Bebas tersebut seperti HC Teunissen (aktivis Freemasonry Loji Prins Frederick), Jenderal Van Der Heijden, dan Mayor Jenderal (Mayjen) JHR Kohler. Dua nama terakhir cukup populer dalam catatan sejarah Aceh.
Saat menyerang Aceh dan berhasil merampas Darud Dunia (keraton), Belanda kemudian mendirikan Loji-Loji di Kuta Raja (nama Banda Aceh pemberian Belanda). Di antaranya adalah Loji Prins Frederick. Selain itu, organisasi Yahudi Talmudian asal Belanda ini juga turut mendirikan sebuah sekolah netral untuk anak-anak di Kutaradja (Banda Aceh).
“Namanya AMS (Algemene Middelbare School), sekolah ini setara dengan SMA sekarang dan satu-satunya di Aceh,” ujar Ketua Jurusan Sejarah FKIP Unsyiah, Drs. Mawardi Umar, M.Hum., M.A., saat dihubungi ATJEHPOSTcom, Selasa, 3 Juni 2014.
Namun dirinya tidak mengetahui apakah bangunan AMS ini juga dipergunakan sebagai tempat perkumpulan Freemasonry Belanda saat itu. “Untuk hal ini, saya tidak tahu. Namun sepengetahuan saya, gedung ini dibangun sekitar 1930-an dan saat itu di Banda Aceh juga sudah ada gereja sebagai tempat peribadatan. Letaknya di depan Pante Pirak sekarang,” katanya.
Mawardi juga tidak mengetahui lokasi Loji Prins Frederick seperti yang disebutkan dalam buku Jejak Freemason dan Zionis di Indonesia karangan Herry Nurdi atau dalam buku Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat Hindia Belanda dan Indonesia karangan Dr Th Stevens. “Saya tidak tahu itu,” katanya.
Referensi lainnya yang dirujuk ATJEHPOSTcom, menyebutkan Freemasonry Belanda juga sempat mendirikan beberapa Loji di Aceh Besar dan daerah lainnya. Namun sayangnya lokasi bangunan ini tidak tercatat dengan jelas dalam sejarah Aceh dan Nusantara.[]

Taufik AR AP

No comments: