Prasasti Ranggah Rajasa Ken Arok

Setelah terjadi pertempuran di Ganter atau Nganteru, di selatan ibukota Daha, pasukan besar Tumapel berhasil mendesak mundur kekuatan Panjalu. Istana Daha jatuh ke tangan Ranggah Rajasa Sang Putra Girindra. Raja Kertajaya beserta beberapa anggota keluarga dan sisa pengikutnya menyingkir ke tempat parahiyangan Penampihan di lereng gunung Wilis.
Maka sejak 1222M, Panjalu menjadi daerah kekuasaan Tumapel. Kakawin Decawarnanna menyebutkan, setelah menaklukkan Kertajaya, Rangga Rajasa menempatkan Jayasabha, putra Kertajaya, di Kadiri. Jadi setelah Tumapel berhasil menjadi negara kesatuan, Ranggah Rajasa mengambil kebijakan menempatkan salah satu keturunan Kertajaya sebagai upaya mencegah pembalasan dari keturunan Raja Kertajaya.
Buku Girindra: Pararaja Tumapel Majapahit karya Siwi Sang menyebutkan, Ken Arok menobatkan seluruh putra kandungnya dari permaisuri Ken Dedes sebagai anggota mahamentri Katrini. Sebagai yang tertua, Mahisa Wonga Teleng pantas menduduki jabatan Mahamentri i Hino atau putra makhota pertama disusul adiknya Panji Saprang sebagai mahamentri i Sirikan, lalu Guning Bhaya sebagai mahamentri i Halu. Karena Anusapati adalah suami dari Dewi Rimbi, rencananya, Anusapati bakal diangkat sebagai mahamentri i Halu jika kelak Mahisa Wonga Teleng naik tahta.
Pararaton mengabarkan setelah dinobatkan sebagai maharaja Tumapel, Ken Arok Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi langsung memberikan berbagai penghargaan kepada beberapa tokoh yang dipandang berjasa besar dalam hidupnya. Pandita Lohgawe ditetapkan sebagai pandita istana atau pemuka agama Siwa. Mereka yang sebelumnya menaruk belas kasihan kepada Ken Arok dahulu sewaktu ia sedang mengembara menderita semua dipanggil ke istana diberi perlindungan dan penghargaan sebagai balas budi. Blandar Samparan diberi jabatan penting di keraton. Ketua Desa Turyantapada atau Turen yang pernah menolongnya, serta anak-anak Mpu Gandring di Lulukambang yang berjumlah seratus diberi hak istimewa dibebaskan dari kewajiban membayar pajak dalam batas jejak bajak beliung cangkul yang dibuatnya. Sementara anak Kebo Ijo disamakan haknya dengan anak-anak Mpu gandring, maksudnya mendapat daerah perdikan. Anak laki-laki Pandita Lohgawe yang bernama Wangbang Sadang yang lahir dari perempuan penganut agama Wisnu dikawinkan dengan anak Bango Samparan atau Blandar Samparan yang bernama Cucu Puranti. Semua itu menurut Pararaton menunjukkan tentang keutamaan sikap pribadi Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi.
Lepas dari apakah tokoh Bango Samparan, Kebo Ijo, Mpu Gandring dan lainnya benar-benar ada, kiranya patut disimpulkan bahwa paparan Pararaton terkait peristiwa balas jasa yang dilakukan Ken Arok mengandung makna bahwa maharaja Tumapel itu melakukan perbuatan sebagaimana yang biasa dilakukan para raja sebelumnya yaitu memberi penghargaan kepada siapa yang telah berjasa besar pada dirinya. Semua raja besar selalu melakukan itu dan kebanyakan dikukuhkan dalam piagam kerajaan.
Ranggah Rajasa adalah raja besar di Tumapel dan karena itu sangat mungkin juga mengeluarkan beberapa prasasti semasa pemerintahannya. 

Siwi Sang

No comments: