Yang Diputuskan Abu Bakar Ketika Menjadi Khalifah
KITA pasti sudah tidak asing lagi dengan sahabat Nabi yang satu ini? Ya, dialah Abu Bakar as Shiddiq. Keteladanan beliau dalam membela Islam patut kita tiru. Terutama saat beliau diberi amanah untuk menjadi seorang pemimpin. Kepemimpinan seperti beliau sudah jarang kita temukan di negeri ini.
Pemimpin memiliki kedudukan yang sangat penting bagi kelompok masyarakat, berbangsa dan bernegara. Suatu komunitas masyarakat, bangsa dan negara tidak akan maju, aman dan terarah jika tidak adanya seorang pemimpin. Pemimpin menjadi kunci keberhasilan dalam suatu komunitas masyarakat, pemimpin yang mampu memberi rasa aman, tentram, mampu mewujudkan keinginan rakyatnya, itulah yang dianggap sebagai pemimpin yang sukses.
Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dicintai oleh yang dipimpinnya, sehingga pikirannya selalu didukung, perintahnya selalu diikuti dan rakyat membelanya tanpa diminta terlebih dahulu.
Figur kepemimpinan yang mendekati penjelasan tersebut adalah kepemimpinan Rasulullah SAW beserta para sahabatnya (Khulafaur Rasyidin). Abu Bakar terpilih menjadi kalifah untuk mengganti kepemimpinan setelah Rasulullah SAW. Hal itu merupakan anugrah tersendiri, dan hal semacam ini merupakan keistimewaan yang diberikan Allah kepadanya. Pada dasarnya sahabat Rasulullah SAW merupakan orang akan mewarisi dakwah Islamiyah/ risalah bagi seluruh umat manusia, sekaligus menjadi pemimpin bagi dirinya dengan keteladanan yang mereka unggulkan dan keistiqamahan di dalam menjalankan syari’at Allah SWT dan Rasul-Nya, baik melalui kitabullah maupun sunnah Rasulullah.
Nama lengkap Abu Bakar as Shiddiq adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amru bin Ka`ab bin Sa`ad bin Taim bin Murrah bin Ka`ab bin Lu`ai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasy at-Taimi – radhiyallahu`anhu. Beliau dilahirkan dua tahun beberapa bulan setelah lahirnya Rasulullah SAW, beliau tumbuh di kota Makkah, dan beliau tidak meninggalkan kota tempat tinggalnya kecuali untuk tujuan berdagang. Beliau adalah penghulu suku Quraisy, dan ahlu syura diantara mereka pada zaman jahiliyah.
Abu Bakar as Shiddiq terkenal dengan kebaikan, keberanian, kokoh pendirian, selalu memiliki ide-ide yang cemerlang dalam keadaan genting, banyak toleransi, penyabar, memiliki azimah (keinginan keras), faqih, paling mengerti dengan garis keturunan Arab dan berita-berita mereka, sangat bertawakal kepada Allah dan yakin dengan segala janji-Nya, bersifat wara’ dan jauh dari segala syubhat, zuhud terhadap dunia, selalu mengharapkan apa-apa yang lebih baik di sisi Allah.
Masa kepemimpinannya, khalifah Abu Bakar as Siddiq melakukan beberapa usaha dan mencapai beberapa prestasi, dan setelah Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, beliau berpidato. Dalam pidatonya itu dijelaskan siasat pemerintahan yang akan beliau jalankan.
Adapun kebijakan di bidang pemerintahan yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah:
1. Pemerintahan berdasarkan musyawarah
Apabila terjadi suatu perkara, Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam kitab Allah. Jika beliau tidak memperolehnya maka beliau mempelajari bagaimana Rasul bertindak dalam suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya apa yang dicari, beliaupun mengumpulkan tokoh-tokoh yang terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka setelah pembahasan, diskusi, dan penelitian, beliaupun menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu peraturan.
2. Amanat baitul mal
Para sahabat Nabi beranggapan bahwa baitul mal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum muslimin. Karena itu mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu kedalamnya dan pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari’at. Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan baitul mal untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi.
3. Konsep pemerintahan
Politik dalam pemerintahan Abu Bakar telah beliau jelaskan sendiri kepada rakyat banyak dalam sebuah pidatonya : “Wahai manusia ! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantara kamu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, maka bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah! Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak daripadanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu mentaatiku.”
4. Kekuasaan undang-undang
Abu Bakar tidak pernah menempatkan diri beliau diatas undang-undang. Beliau juga tidak pernah memberi sanak kerabatnya suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari undang-undang. Dan mereka itu dihadapan undang-undang adalah sama seperti rakyat yang lain, baik kaum Muslim maupun non Muslim. [rika/islampos/bamzofimagination/fileburhan/raudlatululumkencong]
No comments:
Post a Comment